Tubuh Inka menegang dan menjadi kaku dengan semua yang Kanz utarakan. Pria itu mengungkapkan semua isi di dalam hatinya pada Inka, betapa Kanz jatuh cinta padanya pada pandangan pertama.
Inka bisa melihat sendiri kelegaan yang terpancar di mata Kanz setelah pria itu menembak Inka dengan perasaan cintanya. Tinggallah sekarang Inka yang merasa tak berkutik bahkan bergerak, tubuhnya terasa kaku dan pikirannya belum bisa berpikir jernih.
"Kanz, aku-" jawab Inka tergugu setelah berhasil mengeluarkan suaranya dan kini malah menundukkan kepalanya menatap ke bawah meja.
Kanz menunggu kalimat selanjutnya yang akan Inka keluarkan, namun sampai cukup lama ia menunggu, Inka tak kunjung juga membuka suaranya lagi.
Kanz menghela napas sesaat pikirannya terlempar pada Inka yang bisa di pastikannya jika saat ini wanita itu luar biasa kagetnya.
"Jangan terlalu terburu-buru Inka, aku tidak langsung memaksa atau menagih jawaban darimu sekarang." lirih Kanz.
Me
Kanz dan Inka benar-benar menepati ucapan mereka yang akan tetap bersikap seperti biasa seolah tak terjadi hal apapun setelah tadi malam Kanz menyatakan cintanya. Kini kedua orang tersebut tampak adem-adem ayem dan tenang, sehingga tak membuat rasa curiga pada Bio.Tapi walaupun begitu, tetap saja baik Inka maupun Kanz masih merasa jika ada yang berbeda setelah hari itu. Ibaratnya mereka seperti memaksakan sikap normal seperti biasanya.Mohan sendiri menjalani kehidupannya seperti biasa, pergi ke pabrik pagi-pagi sekali dan pulang hampir larut malam. Sepertinya pria itu sengaja menyibukkan dirinya dengan semua urusan pekerjaan.Bukan tanpa sebab sih, dia melakukan hal itu agar ia tak kehilangan fokusnya yang selalu tertuju pada sosok Inka. Dan dia tak mau terus berlarut dalam bayangan Inka yang menurutnya sekarang menjadi bayangan semu.Sudah seharusnya Mohan merelakan Inka dengan kehidupannya tanpa harus mencampuri, meskipun jiwa dan batinnya
Mobil Kanz berhenti di rumah Inka, ia keluar dan langsung mengetuk pintu rumah sederhana itu. Bunyi suara kenop pintu yang di buka seseorang, Kanz tersenyum lembut ketika melihat sosok ibu dari Inka lah yang membukanya."Malam Tante," Kanz mendekat seraya mengambil tangan bu Ina untuk mengecup punggung tangan kanannya."Malam Kanz. Ayo masuk!" titah bu Ina seraya membuka pintu lebih lebar agar Kanz bisa masuk.Setelah mereka duduk, Kanz ingin membuka suaranya tapi langsung di tahan bu Ina."Inka sudah mengatakannya padaku Kanz, dia juga sudah menceritakan semua tentangmu pada kami berdua." ungkap bu Ina ketika melihat sang suami tercinta berjalan ke arahnya.Kanz tentu saja melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada bu Ina. Papa Inka memilih duduk di sebelah istrinya, sedangkan Kanz duduk sendirian di hadapan mereka."Aku lega dan senang karena Inka sudah mengatakannya semuanya pada kalian." Kanz tak perlu bertanya tentang kata sem
Tringggg.Satu notifikasi pesan masuk ke ponsel Kanz. Kanz yang baru keluar dari kamar mandi pun mendengar suara dering ponselnya. Kanz mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk kecil di tangan kanannya, sementara ia sendiri masih memakai handuk yang melilit dari pinggang sampai ke bawah.Kanz melangkah mendekati ponselnya yang tergeletak di nakas samping ranjang. Ia ambil dan membuka satu pesan dari Inka.Perlahan bibirnya membentuk senyuman ceria, penasaran apa gerangan Inka mengiriminya pesan.Inka : Hari ini aku izin cuti, beri aku waktu untuk sendiri. Dan satu lagi, ini sudah seminggu untukku menjawab ungkapan pernyataan cintamu. Aku akan menjawabnya selama 1x24 jam ini. Jika sampai jam 12 malam nanti aku tidak datang berarti kau sudah tahu jawabannya, oke Kanz. Aku menyayangimuKanz membaca kata demi kata yang tertulis di pesan Inka. ia mencoba untuk mencernanya lagi, perlahan senyum di wajah Kanz memudar. Di pesan Inka hany
Senyum lebar Kanz perlahan mengendur ketika ia melihat seseorang yang berdiri di depan rumahnya."Anita...." panggil Kanz lirih nyaris berbisik menyebut nama wanita yang kini berdiri melihatnya.Keduanya bagaikan patung hanya berdiri kaku sambil menatap lekat. Perlahan namun pasti wanita yang bernama Anita itu melangkah mendekati Kanz, hingga kini posisi mereka saling berhadapan dengan jarak yang dekat."Apa kabarmu Kanz?" kata wanita yang bernama Anita tersebut.Kanz tidak menjawab, hanya tatapannya saja yang terus menyoroti Anita dengan pandangan yang sulit di artikan.Rasa syok membuat Kanz tak berkutik sedikit pun, sebenarnya ia sedikit kecewa karena yang datang bukanlah Inka. Padahal ia sangat berharap Inka datang dan menjawab pernyataan cintanya, waktu bahkan sudah menunjukkan pukul tengah dua belas malam.Kanz tersenyum kecut mengingat sisa waktu untuk Inka tinggal setengah jam lagi, jauh di dalam hatinya ia sangat berharap masi
Mohan terus memandangi lekat Inka yang tampak malu dan risih karena terus ia tatap seperti itu. Bahkan kedua pipi Inka tampak bersemu merah."Jangan menatapku seperti itu," kata Inka malu."Kenapa? Apakah salah jika aku menatapmu?""Salah!" jawab Inka cepat. "Kau harus mengatakan alasan mengapa kau meninggalkan diriku demi memilih mematuhi perjodohan yang telah di rencanakan kedua orang tuamu." sambung Inka lagi menuntut jawaban alasan mengapa Mohan meninggalkannya.Mohan menundukkan kepalanya seraya tangannya menggenggam sebelah tangan Inka. Ia mendongak menatap wajah Inka, dan di saat itulah Inka dapat melihat jelas wajah sendu Mohan beserta airmata di pelupuk matanya bersiap tumpah."Apa kau yakin dan siap untuk mendengarnya?" Inka mengangguk."Baiklah, aku akan mengatakan semuanya padamu. Mengatakan sejujurnya alasanku kenapa meninggalkanmu.""Ya, katakanlah."Mohan mengangguk seraya memejamkan matanya sebentar
Mohan membawa tubuh Inka ke dalam pangkuannya, Inka gugup dengan tindakan Mohan itu tapi tak ayal dia sangat bahagia."Menurutmu bagaimana Inka?" tanya Mohan menatap tepat ke iris mata Inka.Pertanyaan itu Mohan berikan agar Inka mengutarakan segala pemikirannya tentang pernikahannya dengan Dewi, mantan istrinya itu."Aku tidak tahu bagaimana perjalanan pernikahan kalian. Yang aku tahu, kau tidak mencintai mbak Dewi."Mohan mengangguk. "Ya, kau benar, aku memang sama sekali tak mencintainya. Karena yang aku cintai hanya dirimu."Mohan kembali menangkup wajah cantik Inka dengan kedua tangannya yang besar. "Sebelum menikah dengan Dewi, aku mengajukan syarat pada orang tuaku.""Syarat lagi?" Mohan mengangguk."Syarat apa yang kau ajukan, Mohan?""Aku mengajukan syarat jika nanti setelah aku menikah dengan Dewi. Jika salah satu diantara kami ketahuan ada yang selingkuh, maka otomatis salah satu pihak yang la
Mohan menghentikan ciumannya, melepaskan bibir Inka yang tampak membengkak. Ia menangkup wajah mungil Inka dengan kedua tangan besarnya."Inka, sayang, kenapa kamu menangis?" tanya Mohan kaget saat melihat dengan jelas wajah Inka dan kedua matanya yang basah penuh airmata.Inka menggeleng. "Aku tidak apa-apa Mohan.""Tidak apa-apa, lalu kenapa menangis?""A—aku hanya terharu, dan masih tidak percaya dengan semua ini. Jika kita akan kembali bersama." ucap Inka tersenyum."Aku juga sayang, sama sepertimu aku pun masih tidak percaya jika kamu memilihku. memilih kembali bersamaku, memilih kembali bersama pria berengsek ini." ucap Mohan menepuk dadanya cukup kuat.Inka memegang tangan Mohan yang memukul dadanya tadi, dan sebelah tangan Inka yang lain mengelus-elus dada Mohan lembut."Jangan terus-menerus menyalahkan dirimu Mohan. Kau tidak salah disini, kau bukan tokoh utama yang jahat di cerita ini. Sama seperti cerita l
Kedua orang tua Inka murka saat melihat putrinya yang sudah dua hari tidak pulang kini dengan beraninya kembali bersama pria yang paling di benci mereka. Ya, Inka pulang ke rumahnya bersama Mohan.Mereka berdua berdiri di hadapan orang tua Inka dengan tangan saling memegang. Ibu Inka adalah orang yang terlalu mencolok menunjukan ketidak sukaannya pada Mohan."Berani sekali kau menginjakkan kakimu lagi ke rumahku!" teriak bu Ina menunjuk ke arah Mohan yang hanya diam menatapnya."Inka, apa ini? Apa maksudnya semua ini?!" tanya bu Ina murka."I—ibu...." lirih Inka tergugu saat ingin bicara.Mata bu Ina menyorot tak suka ke arah tangan Inka dan Mohan yang saling bertaut erat. Ia melangkah mendekat dan langsung memisahkan tangan putrinya dari Mohan. Setelah lepas bu Ina langsung menarik tangan Inka agar menjauh dari Mohan.Mohan merasa tak rela dengan tindakan spontan bu Ina itu, tapi Mohan juga tak kuasa untuk melawannya. Jika Mohan marah