Share

4. Penguntit

Mohan masih memantau rumah Inka dari jarak yang tak terlalu jauh, ia sengaja menunggu Inka keluar di dalam mobilnya. Sebenarnya, ia sangat ingin kembali mengetuk pintu rumah Inka kembali. Tetapi, Mohan masih sadar diri untuk tidak membuat keributan di pagi hari di rumah orang lain.

Jadi untuk itu, ia akan tetap menunggu Inka sampai keluar. Meskipun Mohan tidak yakin jika Inka bakalan keluar rumah.

Wajah Mohan berubah ceria saat ia melihat Inka keluar dari rumahnya bersama ayahnya. tampak ayah Inka naik ke sepeda motor miliknya, ayah Inka menghidupkan mesin sepeda motornya kemudian berpamitan pada Inka.

Inka melambaikan tangannya pada sang ayah yang melesat pergi meninggalkan rumah, Mohan tahu jika ayah Inka pergi bekerja. 

"Mama, aku pamit pergi sebentar ya!!" teriak Inka dari luar rumah berpamitan pada ibunya.

Mohan tersenyum melihat Inka, kebiasaannya yang seperti itu masih sama, Inka-nya masih seperti yang dulu. Manis, lucu, manja, dan masih tetap menggemaskan.

Mohan bersiap-siap menghidupkan mesin mobilnya saat melihat Inka keluar dari rumahnya dan memanggil tukang ojek yang mangkal dekat sekitar area perumahan. Rencananya hari ini Mohan akan terus mengikuti segala aktivitas Inka satu harian penuh.

Istilahnya, Mohan akan jadi PENGUNTIT Inka. Mohan meringis saat ia menyebut dirinya sendiri sebagai penguntit.

Mohan masih tetap saja terus mengikuti Inka dari belakang. Cukup lama Mohan mengikuti Inka, lalu ojek yang Inka tumpangi berhenti di sebuah rumah.

Inka turun dan membayar uang ongkos ojeknya. Dahi Mohan berkerut bingung melihat Inka ke rumah tersebut. Mau apa dia kerumah itu? batin Mohan bertanya-tanya.

Mohan ingin ikut masuk ke dalam rumah itu, ia ingin melihat apa yang dilakukan Inka di dalam sana. Tapi, lagi-lagi otak warasnya mencegah dirinya untuk tak berbuat nekat.

20 menit kemudian...

"Kenapa dia lama sekali!" dengus Mohan seraya melirik arloji mahalnya yang melingkar di tangan kanannya.

Kesal sudah Mohan menunggu Inka yang tak kunjung keluar dari rumah itu. Sebenarnya, apa sih yang di lakukan perempuan itu di dalam sana!

"Apa aku harus menyusulnya," Mohan seakan tengah berpikir dan menimbang-nimbang antara ingin menyusul Inka ke dalam sana, atau tetap setia menunggu Inka di dalam mobilnya.

Tak tahan juga akhirnya Mohan pun memutuskan untuk menyusul Inka. Gerakan Mohan yang ingin melepaskan saefty belt-nya terhenti ketika melihat Inka keluar dari rumah tersebut bersama satu orang wanita lainnya.

Mereka berdua terlihat tampak sedang terlibat sebuah obrolan serius sambil di selingi canda tawa. Mohan tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

Inka melambaikan tangan pada temannya sebelum berpamitan pergi. dan Mohan sih penguntit kembali sigap mengikuti kemana pun Inka pergi.

********

Lelah, hampir sudah setengah harian Mohan mengikuti Inka bak bodyguard mengikuti majikannya. Hingga siang hari ini yang terasa sangat panas, Inka memutuskan makan di cafe yang cukup ramai.

Mohan sangat bersyukur karena Inka memilih cafe, setidaknya Mohan bisa beristirahat sebentar dan makan siang untuk mengganjal perutnya yang sedari pagi belum di isi asupan makanan sama sekali.

Setelah mengatakan menu yang di inginkannya pada pelayan, tak lama pesanannya pun datang.

Mata Mohan tak pernah berhenti terus memantau Inka dari kejauhan di tempat duduk yang sekarang ini ia duduki. Beruntunglah karena Inka duduk membelakanginya, sehingga Mohan dengan bebas dan tak perlu menutup wajahnya agar tak kelihatan Inka.

Inka terlihat begitu sangat lahap menyantap pesanannya. Hampir setengah harian ini ia berkeliling dan mendatangi rumah temannya, berharap jika temannya itu mungkin memiliki lowongan pekerjaan untuknya bekerja. Dimana pun dan apapun pekerjaannya selagi halal, maka tentu saja Inka mau dan bersedia bekerja.

Tapi sayangnya, temannya tadi mengatakan jika ia tak ada lowongan pekerjaan untuk Inka di tempatnya bekerja. Dan temannya itu berpesan, jika nanti ada lowongan pekerjaan maka ia akan dengan senang hati mengabari Inka.

Inka pun tersenyum puas mendengar ucapan temannya yang seperti menjanjikan. Setelahnya Inka kembali mendatangi rumah temannya yang lain, barangkali ada lowongan pekerjaan untuknya.

Lelah karena pada akhirnya jawaban yang Inka dapat tetap sama. Inka pun tak patah semangat mendengarnya, setidaknya ia sudah berusaha bukan?

Rasa lapar, dahaga dan lelah. Membuat Inka terdampar ke tempat ini, beruntung Inka masih mempunyai sedikit uang untuk makan disini.

Cafe yang tak terlalu besar dengan harga makanan yang masih dapat di jangkau dompetnya. Sehingga membuat cafe ini selalu ramai pengunjung, termasuk Inka yang sering datang kemari.

Inka merasa jengah saat dari tadi dirinya di tatap seperti itu oleh seorang pria. Pria yang menurut Inka sangat genit, menatapnya dengan tangan menumpu di dagu dan tersenyum manis.

Harus Inka akui sih, jika pria itu sangat tampan dan... Ah tidak, Inka menggelengkan kepalanya saat kata seksi terlintas di pikirannya.

Merasa jengah terus di perhatikan, dengan cepat Inka menghabiskan makanannya dan bersiap pergi. Tapi, pria itu kini mendekat ke arah tempatnya dan duduk di depannya, seakan mencegah Inka untuk pergi.

"Apa?!" tanya Inka galak dengan mata melotot. 

Pria itu bukannya merasa tersakiti malah kini tergelak, tertawa geli melihat tingkah Inka yang lucu di matanya.

Dan hal itu tak luput dari pengamatan Mohan. Mohan terlihat duduk gelisah melihat Inka bersama seorang pria yang tak di kenalnya. Apalagi pria yang kini bersama Inka menebarkan senyum yang menurut Mohan seperti tertarik pada Inka.

"Sialan!" geram Mohan mengepalkan tangannya.

Siapa pria itu?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status