共有

Part 7

作者: Maylafaisha
last update 最終更新日: 2022-01-07 19:17:57

Masa Sekarang

Satu setengah jam kemudian, Arga dan Rasti sampai di rumah sakit terdekat. Tergopoh-gopoh, Arga berlari kesana kemari sambil berteriak meminta brankar untuk mengangkat tubuh istrinya yang sudah tidak berdaya itu.

"Pak, tolong saya minta brankar! Keadaan istri saya sudah sangat kritis, saya mohon, Pak!" Arga berteriak histeris, tidak dipedulikannya beberapa pasang mata yang menatapnya heran.

"Awas! Permisi! Minggir! Ini Pak, brankar yang Bapak minta!" seru seorang petugas keamanan tengah mendorong sebuah brankar mendekati Arga.

Arga segera menyambut brankar yang diserahkan kepadanya. Bergegas dia mendorong brankar itu mendekati pintu kursi pemandu, dengan tergesa dia membuka pintu mobilnya dan mengangkat istrinya yang tengah hamil tujuh bulan itu untuk dibaringkan di atas brankar. 

Kemudian dia meminta tolong kepada seorang petugas medis yang kebetulan lewat untu membantu mendorong brankar yang berisikan tubuh istrinya sementara dia mengambil duffel bag milik istrinya.

"Sus, tolong antarkan istri saya dulu. Saya mau ambil tas dan beberapa keperluan lainnya! Saya segera menyusul! Terima kasih, Sus," ucap Arga panik.

"Baik, Pak," jawab suster tersebut sambil mengambil alih brankar dari tangan Arga dan segera mendorongnya ke dalam, diiringi pandangan dan suara-suara bisikan beberapa orang yang berada di sekitar IGD.

Dengan terburu-buru, setelah mengambil duffel bag dan beberapa keperluan darurat lainnya, tanpa memperdulikan sekitarnya Arga segera berlari menghampiri brankar yang berisi istrinya dan berdiri menjauh ketika dokter jaga datang menangani istrinya.

Sementara itu, Rasti masih terus merintih sambil memegangi perutnya. Bagian bawah dasternya sudah tidak terlihat lagi warna asli, bahkan brankar yang berwarna hijau itu pun sudah berubah warna menjadi kekuningan, karena terkena darah Rasti.

"Dok, tolong saya. Tolong selamatkan bayi saya, Dok," pinta Rasti lirih nyaris tidak terdengar.

"Saya usahakan ya, Bu. Ibu tenang saja," ucap dokter itu mencoba menenangkan, kemudian menyuruh beberapa perawat dan asisten dokter untuk segera memasang infus lalu melakukan tindakan dan meminta Arga untuk menunggu di luar.

Dengan perasaan gelisah dan wajah nyaris menangis, Arga meninggalkan istrinya menuju ruang administrasi guna mengurus segala keperluan tindakan perawatan bagi istri dan anaknya, mulai dari tindakan di IGD, persiapan rawat inap dan lainnya. 

Arga tidak pernah mengira sedikit pun kalau urusan yang selama ini dianggapnya sepele ternyata sangat menyita waktu dan tenaga.

Usai mengurus semua keperluan untuk administrasi, Arga segera kembali menuju ke ruang tunggu IGD, dia memutuskan untuk menunggu di sana. Arga mengambil sebuah tempat duduk untuk menaruh tasnya, ketika tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya diiringi petir dan kilat yang menyambar-nyambar, udara terasa dingin menembus kulit.

"Astaghfirullahaladzim! Kenapa mendadak turun hujan petir begini ya? Padahal cuaca sebelumnya sangat panas. Semoga bukan suatu pertanda buruk, Ya Allah," bisik Arga.

Satu persatu orang-orang yang tadinya berada di luar ruang IGD mulai beranjak pergi, sementara Arga tetap tak bergeming dari tempat duduk. Dalam kegelisahan, dia menguntai beragam doa yang diingatnya.

"Ya, Allah tolong anak dan istri hamba. Selamatkan mereka. Hamba bersedia menukar apa pun milik hamba, asalkan mereka selamat," doa Arga untuk Rasti, tanpa menyadari ada bahwa sesosok wanita sedang menatapnya tajam.

Tiba-tiba terdengar petir menggelegar memekakkan telinga, membuat listrik di rumah sakit padam seketika, Arga terlonjak karena merasa kaget dan dengan tergesa dia segera mengeluarkan ponselnya guna menyalakan senter.

Kepanikkan tergambar jelas di wajahnya, teringat akan istrinya yang sedang bertaruh nyawa di IGD, ketika tiba-tiba terdengar lolongan anjing bersahutan di kejauhan ditambah angin bertiup sangat kencang menimbulkan gemerisik di rumpun bambu yang berada di seberang ruang IGD. Hujan pun turun dengan lebatnya, menambah hening suasana.

'Subhanallah, kenapa mendadak hujan angin kaya gini ya? Mana ada suara anjing melolong lagi, bikin merinding. Hii.' Arga menyilangkan kedua tangannya di dadanya untuk mengusir ketakutannya dan rasa dingin yang terasa menusuk hingga ke dalam tulang.

Suara lolongan anjing terdengar menyayat hati yang mendengar, membuat bulu kuduk meremang, ditambah aroma amis yang secara mendadak menyeruak masuk menerobos rongga pernafasan sehingga membuatnya mual seketika.

Hoek! Hoek!

Arga berusaha memuntahkan segala yang ada di dalam rongga perutnya setelah mencium aroma anyir yang luar biasa, tetapi tak ada apa pun yang keluar karena perutnya hanya terisi dengan seporsi crispy chicken sandwich dan segelas susu sejak berangkat kantor tadi pagi.

"Astaghfirullah, ada apa ini? Dari mana asal bau busuk ini, Ya Allah?" Reflek Arga menutup hidungnya dengan kedua tangan, tetapi aroma itu masih tercium bahkan semakin kuat.

Tidak hanya itu, Arga pun tiba-tiba merasa bulu kuduknya meremang. Akan tetapi Arga berusaha mengacuhkan hal itu. Tampak sesosok wanita dengan rambut terurai masai menutupi sebelah wajahnya, melayang memasuki ruang IGD.   

Siapa dia dan apa tujuannya?

***

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Santet Pengantin   113

    Hening menyelimuti ruangan. Hanya suara kayu yang berderak samar di tungku dan napas mereka yang terdengar. Asap dupa masih menguar tipis, namun bau anyir dari ritual tadi masih terasa menyesakkan. Arga menyandarkan tubuhnya ke dinding, matanya terpaku pada lantai. Wajahnya lelah, tapi sorot matanya penuh tekad. “Kita nggak bisa terus-terusan bertahan seperti ini,” katanya akhirnya. “Kalau kita nggak bergerak duluan, mereka yang akan menghancurkan kita.” Barda mengangguk, tangannya meraih segenggam garam dari mangkuk kecil di meja, menaburkannya ke lantai sambil berbisik pelan. “Wangsa Jagal bukan lawan biasa. Mereka bukan cuma sekte pemuja kegelapan, tapi juga penjaga kekuatan yang jauh lebih tua dari yang kita hadapi tadi.” Kania mengerutkan kening. “Kamu tahu siapa yang kita lawan, Barda?” Barda menarik napas panjang. “Aku pernah mendengar tentang mereka dari guruku dulu… Wangsa Jagal bukan sekadar kelompok manusia. Mereka memiliki darah keturunan penjaga gerbang antara d

  • Santet Pengantin   113

    Hening menyelimuti ruangan. Hanya suara kayu yang berderak samar di tungku dan napas mereka yang terdengar. Asap dupa masih menguar tipis, namun bau anyir dari ritual tadi masih terasa menyesakkan. Arga menyandarkan tubuhnya ke dinding, matanya terpaku pada lantai. Wajahnya lelah, tapi sorot matanya penuh tekad. “Kita nggak bisa terus-terusan bertahan seperti ini,” katanya akhirnya. “Kalau kita nggak bergerak duluan, mereka yang akan menghancurkan kita.” Barda mengangguk, tangannya meraih segenggam garam dari mangkuk kecil di meja, menaburkannya ke lantai sambil berbisik pelan. “Wangsa Jagal bukan lawan biasa. Mereka bukan cuma sekte pemuja kegelapan, tapi juga penjaga kekuatan yang jauh lebih tua dari yang kita hadapi tadi.” Kania mengerutkan kening. “Kamu tahu siapa yang kita lawan, Barda?” Barda menarik napas panjang. “Aku pernah mendengar tentang mereka dari guruku dulu… Wangsa Jagal bukan sekadar kelompok manusia. Mereka memiliki darah keturunan penjaga gerbang antara d

  • Santet Pengantin   112

    “Lalu dia apa?” Arga menatap curiga. “Dia adalah Wangsa Jagal,” jawab Barda. “Makhluk yang lahir dari rasa dendam, kemarahan, dan rasa kehilangan yang mendalam."Arga menelan ludah. “Jadi... makhluk itu muncul karena…?”“Karena jiwa Rasti yang belum tenang,” Barda menatap mereka penuh makna. “Dan jika kalian tidak cepat bertindak… arwah Rasti yang asli akan terseret… menjadi bagian dari kegelapan itu.”Di balik bayang-bayang malam, sosok menyerupai Rasti berjongkok di tanah, mencakar-cakar bumi dengan jari-jarinya yang kurus dan hitam. “Aku akan kembali…” suaranya bergetar, penuh kebencian. “Aku akan membuat mereka merasakan rasa sakit yang sama…” Sosok itu menengadah, matanya bersinar merah membara. “Aku akan membuat mereka membayar… dengan nyawa mereka."Malam kembali turun, menyelimuti desa dengan keheningan yang mencekam. Kania dan Arga duduk di beranda rumah Barda, menunggu sang paranormal menyelesaikan persiapannya. Cahaya lampu minyak berkelip samar, menambah kesan mura

  • Santet Pengantin   111

    Sosok yang menyerupai Rasti melesat ke arah mereka dengan kecepatan yang tidak wajar. Nafas Rahayu terhenti, tubuhnya menegang dalam pelukan Roy. “Minggir!” bentak Kania. Dengan cepat, Kania mendorong Roy dan Rahayu ke samping. Bayangan mengerikan itu melesat melewati mereka, nyaris mencengkeram bahu Rahayu. Namun Kania lebih sigap. Dengan sejumput garam yang selama ini ia simpan di sakunya, ia menebarkannya ke arah bayangan itu. SRAAKK!Sosok yang menyerupai Rasti berteriak nyaring. Tubuhnya mengerut, kulit pucatnya mengelupas, memperlihatkan lapisan hitam berlendir di bawahnya. Matanya, yang tadinya bersinar merah, kini mendidih seperti darah mendidih. “Kau akan membayar ini…” desisnya sebelum menghilang dalam kabut kelam yang menyesakkan. Suasana mendadak senyap. Hanya suara napas Rahayu yang terdengar, tersengal-sengal seperti orang yang baru keluar dari mimpi buruk. Roy membantu Rahayu duduk di sofa. Tubuh istrinya gemetar hebat. “Sayang… tenang… tenang…” Roy

  • Santet Pengantin   110

    Malam semakin larut, tetapi tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa tidur. Rahayu masih duduk di sofa, sesekali menggigil meskipun Roy sudah menyelimutinya. Tatapannya kosong, pikirannya penuh dengan suara yang tadi ia dengar—suara yang seharusnya tidak mungkin ada. Roy sendiri berusaha menenangkan dirinya. Sebagai seorang pria yang selalu berpikir logis, semua ini sulit ia terima. Tetapi ia tidak bisa menyangkal kenyataan. Mereka melihat sesuatu. Mereka mendengar sesuatu. Dan sekarang… mereka tidak tahu apakah itu akan kembali atau tidak. Di sudut ruangan, Kania berdiri sambil menatap langit malam di luar jendela. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi ia bisa merasakan sesuatu di luar sana. Sesuatu yang belum pergi. Arga, yang sejak tadi diam, akhirnya bangkit dari duduknya. “Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Roy mengerutkan kening. “Maksudmu?” Arga menatap mereka semua. “Apa yang kita hadapi ini bukan sekadar arwah penasaran. Kalau memang Rasti masih

  • Santet Pengantin   109

    Keheningan yang mencekam menggantung di udara.Ruangan yang tadinya dipenuhi bisikan dan suara tawa menyeramkan kini terasa sunyi. Namun, hawa dingin yang menyelimuti mereka belum sepenuhnya pergi.Arga masih terduduk di lantai, merasakan sisa-sisa nyeri akibat hantaman keras tadi. Napasnya masih berat, pikirannya kacau. Ia mengalihkan pandangannya ke Kania, yang masih berdiri tegap dengan belati di tangannya.Kania tetap waspada, matanya mengitari ruangan, seakan mencari tanda-tanda keberadaan sosok tadi.Rahayu masih terisak di sudut ruangan, sementara Roy berdiri kaku di sampingnya. Wajahnya pucat, tangannya bergetar.Ia tidak pernah percaya pada hal-hal seperti ini sebelumnya. Tapi kini?**Ia baru saja melihat putrinya yang telah mati… atau sesuatu yang menyerupainya.**

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status