Share

Part 7

Masa Sekarang

Satu setengah jam kemudian, Arga dan Rasti sampai di rumah sakit terdekat. Tergopoh-gopoh, Arga berlari kesana kemari sambil berteriak meminta brankar untuk mengangkat tubuh istrinya yang sudah tidak berdaya itu.

"Pak, tolong saya minta brankar! Keadaan istri saya sudah sangat kritis, saya mohon, Pak!" Arga berteriak histeris, tidak dipedulikannya beberapa pasang mata yang menatapnya heran.

"Awas! Permisi! Minggir! Ini Pak, brankar yang Bapak minta!" seru seorang petugas keamanan tengah mendorong sebuah brankar mendekati Arga.

Arga segera menyambut brankar yang diserahkan kepadanya. Bergegas dia mendorong brankar itu mendekati pintu kursi pemandu, dengan tergesa dia membuka pintu mobilnya dan mengangkat istrinya yang tengah hamil tujuh bulan itu untuk dibaringkan di atas brankar. 

Kemudian dia meminta tolong kepada seorang petugas medis yang kebetulan lewat untu membantu mendorong brankar yang berisikan tubuh istrinya sementara dia mengambil duffel bag milik istrinya.

"Sus, tolong antarkan istri saya dulu. Saya mau ambil tas dan beberapa keperluan lainnya! Saya segera menyusul! Terima kasih, Sus," ucap Arga panik.

"Baik, Pak," jawab suster tersebut sambil mengambil alih brankar dari tangan Arga dan segera mendorongnya ke dalam, diiringi pandangan dan suara-suara bisikan beberapa orang yang berada di sekitar IGD.

Dengan terburu-buru, setelah mengambil duffel bag dan beberapa keperluan darurat lainnya, tanpa memperdulikan sekitarnya Arga segera berlari menghampiri brankar yang berisi istrinya dan berdiri menjauh ketika dokter jaga datang menangani istrinya.

Sementara itu, Rasti masih terus merintih sambil memegangi perutnya. Bagian bawah dasternya sudah tidak terlihat lagi warna asli, bahkan brankar yang berwarna hijau itu pun sudah berubah warna menjadi kekuningan, karena terkena darah Rasti.

"Dok, tolong saya. Tolong selamatkan bayi saya, Dok," pinta Rasti lirih nyaris tidak terdengar.

"Saya usahakan ya, Bu. Ibu tenang saja," ucap dokter itu mencoba menenangkan, kemudian menyuruh beberapa perawat dan asisten dokter untuk segera memasang infus lalu melakukan tindakan dan meminta Arga untuk menunggu di luar.

Dengan perasaan gelisah dan wajah nyaris menangis, Arga meninggalkan istrinya menuju ruang administrasi guna mengurus segala keperluan tindakan perawatan bagi istri dan anaknya, mulai dari tindakan di IGD, persiapan rawat inap dan lainnya. 

Arga tidak pernah mengira sedikit pun kalau urusan yang selama ini dianggapnya sepele ternyata sangat menyita waktu dan tenaga.

Usai mengurus semua keperluan untuk administrasi, Arga segera kembali menuju ke ruang tunggu IGD, dia memutuskan untuk menunggu di sana. Arga mengambil sebuah tempat duduk untuk menaruh tasnya, ketika tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya diiringi petir dan kilat yang menyambar-nyambar, udara terasa dingin menembus kulit.

"Astaghfirullahaladzim! Kenapa mendadak turun hujan petir begini ya? Padahal cuaca sebelumnya sangat panas. Semoga bukan suatu pertanda buruk, Ya Allah," bisik Arga.

Satu persatu orang-orang yang tadinya berada di luar ruang IGD mulai beranjak pergi, sementara Arga tetap tak bergeming dari tempat duduk. Dalam kegelisahan, dia menguntai beragam doa yang diingatnya.

"Ya, Allah tolong anak dan istri hamba. Selamatkan mereka. Hamba bersedia menukar apa pun milik hamba, asalkan mereka selamat," doa Arga untuk Rasti, tanpa menyadari ada bahwa sesosok wanita sedang menatapnya tajam.

Tiba-tiba terdengar petir menggelegar memekakkan telinga, membuat listrik di rumah sakit padam seketika, Arga terlonjak karena merasa kaget dan dengan tergesa dia segera mengeluarkan ponselnya guna menyalakan senter.

Kepanikkan tergambar jelas di wajahnya, teringat akan istrinya yang sedang bertaruh nyawa di IGD, ketika tiba-tiba terdengar lolongan anjing bersahutan di kejauhan ditambah angin bertiup sangat kencang menimbulkan gemerisik di rumpun bambu yang berada di seberang ruang IGD. Hujan pun turun dengan lebatnya, menambah hening suasana.

'Subhanallah, kenapa mendadak hujan angin kaya gini ya? Mana ada suara anjing melolong lagi, bikin merinding. Hii.' Arga menyilangkan kedua tangannya di dadanya untuk mengusir ketakutannya dan rasa dingin yang terasa menusuk hingga ke dalam tulang.

Suara lolongan anjing terdengar menyayat hati yang mendengar, membuat bulu kuduk meremang, ditambah aroma amis yang secara mendadak menyeruak masuk menerobos rongga pernafasan sehingga membuatnya mual seketika.

Hoek! Hoek!

Arga berusaha memuntahkan segala yang ada di dalam rongga perutnya setelah mencium aroma anyir yang luar biasa, tetapi tak ada apa pun yang keluar karena perutnya hanya terisi dengan seporsi crispy chicken sandwich dan segelas susu sejak berangkat kantor tadi pagi.

"Astaghfirullah, ada apa ini? Dari mana asal bau busuk ini, Ya Allah?" Reflek Arga menutup hidungnya dengan kedua tangan, tetapi aroma itu masih tercium bahkan semakin kuat.

Tidak hanya itu, Arga pun tiba-tiba merasa bulu kuduknya meremang. Akan tetapi Arga berusaha mengacuhkan hal itu. Tampak sesosok wanita dengan rambut terurai masai menutupi sebelah wajahnya, melayang memasuki ruang IGD.   

Siapa dia dan apa tujuannya?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status