Share

Bab 2

Apakah aku bisa tetap menjaga

Tentang tulisanmu yang kau kirim

Oleh angin ceritakan rindu tentang pergi dan pulang

Dan tanda tanya sebuah rasa terselubung

            Warung kopi itu telah ramai, Arka dan Hasta terlambat untuk menikmati secangkir kopi legendaris darinya. Setelah mendarat di Surabaya, Arka langsung menuju warung kopi. Hasta telah datang 15 menit sebelumnya dan warung kopi tersebut sudah penuh dengan pengunjung. Mereka berdua hanya bisa mencium aroma kopi dari seberang jalan, cukup memanggil kembali nostalgia masa sekolah dulu.

“ Mas Arka mau nunggu disini dulu ? ” Tanya Hasta

“ Tidak, kita pulang ke rumah saja. Tapi, setidaknya kita bisa membeli 2 bungkus kopi. ” Arka tersenyum ke arah Hasta

“ Apa mau masuk dulu ? Aku kangen dengan suasana warung kopi ini. Sejak Mas Arka pergi, aku nggak pernah ke sini karena tak ada teman ngobrol lagi. ”

“ Yang benar ? Memangnya waktu kuliah kamu nggak punya teman. Hasta, rubahlah sifat pemilihmu. Jangan-jangan kamu juga nanti susah cari jodoh .”

“Memang Mas Arka sudah dapat jodoh ? Umur itu lo mas sudah kepala tiga, kapan mau nikah ? ” Balas Hasta

“ Sudah, pesan saja 2 bungkus kopi. Aku ingin bertemu Nyimas. Aku. ” Arka mendorong Hasta kedepan dengan kesal. Hampir saja Hasta terjatuh karena dorongan Arka.

Pukul 08:00 jalanan tampak ramai. Jalanan kecil yang dipenuhi pekerja pabrik berangkat, ditambah lagi ibu-ibu yang baru pulang p***r dengan bawaan yang mencuat dari motor. Anak-anak kecil juga menambah sesak trotoar karena mereka hendak berangkat ke sekolah.

         Hasta menyeberang jalan dengan sedikit berlari, h dia hampir tertabrak oleh ibu yang membawa sekarung sawi dibelakang motornya. Ibu itu dengan sigap memberhentikan motor karena Hasta tiba-tiba berlari tanpa melihat kanan-kiri terlebih dahulu. Beberapa sawinya terjatuh yang menambah amarah ibu tersebut. Hasta yang merasa bersalah kembali ke belakang untuk membantu ibu tersebut.

“ Ibu Mie Ayam ?” Hasta kaget melihat ibu tersebut

“ Dasar ya, ternyata kau Hasta. Kupenggal kepala kau nanti. Cepat bantu aku” Teriaknya

“ Aduh, ibu parkir saja di depan warung kopi itu. Aku yang bersihkan sawinya. ” Hasta berbicara sambil terkekeh.

         Dari seberang jalan Arka melihat kejadian itu juga ikut tertawa. Dia masih mengenal ibu dengan sawinya. Segera saja Arka berjalan menyeberang jalan untuk menghampiri ibu tersebut. Sedangkan Hasta masih ribut dengan sawinya yang tercecer di jalanan. Untung saja jalanan mulai sepi.

“ Bu Sri ! ” Teriak Arka

“ Hei, kau !  Tukang ojeknya Hasta ! ” Balas Bu sri dengan nada tinggi

“ Tunggu, Bu Sri masih nggak tahu namaku tidak ? ”

“ Tentu tidak !!! ” Bantah Bu Sri

        Hasta datang tertatih dengan sawi penuh ditangannya. Wajahnya serius menyeimbangkan sawi-sawi agar tak terjatuh lagi. Dia lalu meletakkan kembali dikarung. Melihat Arka dan Bu Sri mengobrol, Hasta datang menghampiri.

“ Ku pikir warung kopinya mulai sepi. Lebih baik kita mengobrol di dalam saja. ” Hasta menyela pembicaraan Arka dan Bu Sri

“ Bagus, Bu Sri bisa ikut kalau mau. Nanti aku yang bayar. ”

“ Lalu mau aku apakan dengan sawi ini ? Aku harus berjualan.”

“ Tapi tak masalah, aku bisa menelfon putriku untuk mengambil sawi ini. Aku sudah rindu dengan kalian berdua. ” Bu Sri merangkul punggung Arka dan Hasta mengajak untuk masuk warung kopi.

##

         Ruangan yang sempit. Hanya menyisakan  sedikit untuk berjalan setelah diisi meja dan 6 kursi. Nyimas sudah menunggu lama duduk di kursi dekat dengan pintu. beberapa kertas proposal basah setelah sekian lama dipegangnya. Selain sempit, ruang kecil itu hanya tersedia kipas yang berputas diatasnya. Tak berapa lama, seorang wanita dan pria masuk  ruangan tersebut.  Mereka saling melempar senyum untuk Nyimas yang tampak kesal menunggu.

“ Ma’afkan kami Nyimas, kami tadi sempat berdiskusi mengenai proposal dengan profesor. Beliau setuju untuk membiayai 75%. Sisanya kita bisa memakai uang kas anggota. ”

        Mereka mengambil duduk berseberangan dengan Nyimas. Raut wajah mereka telah berupa menjadi lebih serius dibanding pertama kali masuk.

“ Kak, bagaimana aku akan berbicara dengan mereka ? ”

Bukannya kamu lebih mengetahui politik dibanding kami ? ” Pria didepannya menyahut.

“ Kamu pasti bisa, besok kita akan berangkat pukul 8 malam. Biarkan kami yang mengurusi kelanjutan proposal. Kamu hanya memberi kesaksian untuk menguatkan tujuan kita.  ” Wanita itu berbicara yakin dengan menggempal tangan Nyimas

“ Oh ya, Mas Damar akan menjemputmu dirumah.  Teman-teman yang lain akan ikut juga. Tolong persiapkan dengan sebaik-baiknya. Ini kesempatan pertama kita yang pasti berpengaruh ke langkah selanjutnya. Mereka yang mendengarkanmu pasti sangat kritis. ” Lanjut wanita tersebut.

         Tak berapa lama, mereka berdua pamit untuk pulang. Nyimas masih tetap saja duduk di ruangan tersebut. Dibukanya kembali propasal. Dia mulai mengingat tentang pertama kali masuk kedalam pergerakan feminisme kampus. Tak pernah disangkanya sudah sejauh ini dia melangkah.

***

         Hari terakhir orientasi kampus, setiap mahasiswa baru diwajibkan untuk mengikuti satu kegiatan luar perkuliahan. Nyimas ditemani Hasta untuk memilih berbagai kegiatan yang ada. Sempat Hasta menawarkan komunitas menulis untuk Nyimas. Tapi Nyimas menolak.

“ Aku ingin cari sesuatu yang hanya di kampus ini.”

Bukannya kamu bisa mengasah bakat menulismu ? ”

“ Aku sudah bosan menulis. Itu bukan bakatku. ” Jawab Nyimas dengan berlalu

Tiba-tiba seorang wanita berjalan menyapa Hasta. Perawakannya kecil dengan raut muka egas. Wanita itu berbicara sebentar dengan Hasta tanpa melihat Nyimas yang berdiri dibelakangnya.  

“ Hasta aku akan pergi sendiri. ” Nyimas menyela pembicaraan keduanya.

“ Hei tunggu Nyimas, aku akan mengantarmu ke klub fotografi. Teman dekatku ketuanya. ” Hasta bergerak reflek mengejar Nyimas

“ Apa kamu mahasiswa baru ? ” Wanita itu berbalik melihat Nyimas

“ Aku ketua pergerakan wanita di kampus ini. Apa kamu tertarik ? kamu tak perlu mengisi formulir. Masuk saja keruangan yang berada dibawah lantai utama. Kami membutuhkan banyak anggota. Acara tahunan kami mengadakan pertemuan dengan instansi pemerintah untuk mengangkat isu wanita. Kamu pasti dari fakultas sospol ? kuharap kamu mau bergabung dengan kami. Ilmumu sangat diperlukan dalam pergerakan ini. Selain itu, banyak juga kakak tingkatmu masuk kedalam pergerakan ini. ” jelasnya

“ Perkenalkan namaku Ayu, dari Fakultas Farmasi. Ketua dua itu Mas Damar dari Fakultas Sastra Arab. ”

“ Laki-laki juga masuk ke pergerakan ini ?” Tanya Nyimas

“ Terkadang masa lalu yang buruk dengan wanita disayanginya bisa membuat laki-laki menjadi feminisme.  Kamu juga bisa membalas dendam dengan laki-laki yang pernah merendahkanmu. ” Bisik Ayu dengan tersenyum.

Hasta sedikit menguping dengan mendekati Nyimas.

“ Sampai jumpa Nyimas ”

       Ayu pergi meninggalkan mereka berdua sesekali menatap Hasta dan tersenyum dengannya. Sedangkan Nyimas bingung dari mana dia tahu nama dan fakultasnya.

“ Kamu memakai jas fakultas dan namamu tertulis disana. Jangan meras terkenal disini karena dia tahu namamu. ” Hasta tertawa melihat Nyimas

Nyimas segera melihat jas fakultas yang dipakainya dan memang namanya tertulis disana.

##

            Kopi yang dipesan Arka mulai mendingin. Diaduknya dengan cepat memutar berbalik arah jarum jam. Hasta dari tadi berbincang dengan Bu Sri asik menghiraukan Arka yang diam. Arka cukup menjadi pendengar sesekali mengingat apa yang diceritakan mereka berdua. Bagi Arka, nostalgia kali ini sedikit hambar, karena Pak Rawa tak lagi menjaga warung kopi lagi. Sudah setahun lalu warung kopi dipegang menantunya. Kabar terakhir dari menantunya Pak Rawa telah kembali ke Lampung tinggal bersama anak keduanya.

“ Oh ya, aku lupa. Kemana Nyimas ? Apa dia tidak ikut menjemput kau Arka ? ”

“ Dia sedang ada pertemuan di kampus. ” Jawab Hasta

            Arka tertunduk senyum mendengar kata Nyimas.

“ Bagaimana perkembangan perasaan kau dengan Nyimas ? ” Tandas Bu Sri

            Arka menatap Bu Sri. Matanya membulat dan mulutnya ternganga. Seolah hendak mengatakan sesuatu. Sedangkan Hasta disebelahnya menahan tawa.

“ Iya, gimana mas perasaanmu sama Nyimas ? sepertinya Nyimas kalah cantik dengan wanita di Jerman. ”

“ Sebentar, Bu Sri tahu kalau Mas Arka suka dengan Nyimas ? ” tanya Hasta dengan antusias.

“ Hei, sudah bertahun-tahun ku lihat gelagat si Arka ini memendam rasa dengan Nyimas. Sejak kau jadi pelanggan mie ayam ku, si Arka ini selalu curi pandang dengan Nyimas. Dia juga tak mau duduk disebelah Nyimas waktu makan mie Ayam. Selalu saja duduk didepan kau Hasta. Tahu kenapa ? Karena Arka terlalu pemalu berhadapan dengan Nyimas. ” Bu Sri menjawab dengan sedikt berdiri mendekati Hasta didepannya.

Sedangkan Arka hanya terdiam. Dia memang sangat pemalu jika menyangkut perasaan.

“ Benar Bu Sri ! Mas Arka ini sudah suka Nyimas dari ngaji iqro’ ! Dulu Mas Arka sengaja gak mau pindah kelompok nunggu Nyimas pindah juga. Tapi waktu Nyimas main kerumah, Mas Arka kayak kucing takut sama Anjing. Cuma dikamar. Paling-paling nguping dipintu. ” Balas Hasta dengan nada mengejek.

“ Aku tak suka siapa-siapa saat ini. ” Arka bicara dengan kaku

“ Mas Arka memang pemalu. Pantas saja sampai sekarang belum nikah. Atau jangan-jangan Mas Arka pulang mampir ke Surabaya karena kangen dengan Nyimas ? Mas Arka juga sudah siap-siap nostalgia mengajak kami ke warung kopi Pak Rawa . ”

“ Sudah kubilang aku tak suka siapa-siapa termasuk Nyimas. Aku juga belum menikah bukan karena aku malu, tapi aku belum menemukan hakikat menikah. Kita harus memahami dulu apa itu menikah, baru kita mencari wanita yang pantas kita nikahi. ” bela Arka dengan wajah meyakinkan.

“ Bohong, nanti ketemu Nyimas juga suka lagi. Nyimas semakin cantik lo. Mirip ibunya. Dia juga mulai memanjangkan rambutnya sejak Mas Arka pergi ke Jerman. Dia juga berubah sedikit pendiam dan feminim. ” ejek Hasta.

“ Tapi, kamu tahu mas. Kemarin Sore ayah Nyimas pulang. ” wajah Hasta berubah lesu

“ Aku nggak tahu kalau ayahnya menyimpan banyak rahasia. Termasuk ibuku. ”

“ Apa yang terjadi Hasta ? Apa kamu tahu informasi orang tua kandungmu dari ayahnya Nyimas ? ” tanya Arka

           Hasta menyeruput kopinya yang hanya tinggal ampas. Dibersihkannya sisa ampas kopi yang menempel dibibir dengan punggung tangan. Raut mukanya berubah.  Kali ini wajah Hasta tertunduk tak seperti beberapa menit yang lalu.  Bu Sri juga ikut terbisu dengan pernyataan Hasta barusan. Arka merasa bersalah mengungkit kembali ibu kandung Hasta. Dia membenarkan posisi duduknya dengan rapi menunggu Hasta berbicara.

           Namun Hasta hanya bermain dengan sendok kopinya. Diketuk cangkir kopi untuk membuatnya nyaman dengan situasi yang hening. Bu Sri yang terdiam menatap kasihan Hasta. Matanya sedikit berair. Tak berapa lama Bu Sri menangis. Punggungnya bergemetar. Wajahnya juga ikut bergetar kecil.

“ Ma’afkan aku Hasta, Aku tahu semua cerita ayah Nyimas. Tapi aku tak berani untuk membukanya. Aku takut jika kamu akan seperti Nyimas. ” Bu Sri menggenggam tangan Hasta dengan sesegukan.

            Arka benar-benar bingung. Dia tak menyangka kepulangannya kali ini harus berhadapan dengan rahasia besar tentang orang disekitarnya. Perkiraanya salah jika dia adalah orang yang pandai mengamati. Sebenarnya ada cerita rahasia yang sangat rapi. Sedangkan Hasta kebingungan menanggapi Bu Sri yang tiba-tiba berbicara seperti itu.

             Beberapa saat, suasana kembali hening. Pengunjung sudah tak ada. Menantu Pak Rawa dari tadi memperhatikan dikejauhan. Awalnya dia hendak memberitahu ketiga pengunjungnya bahwa warung kopi akan tutup. Tapi melihat bahwa ada akan cerita besar. Dia enggan dan tetap duduk mendengarkan sambil menata gelas yang sudah dicuci.

            Bu Sri sudah tak lagi menangis. Dia berusaha menetralkan wajahnya yang merah dan basah. Dicarinya tisu untuk membersihkan wajah.

“ Hasta ” Arka memecahkan suaranya yang serak

“ Apa Nyimas masih menulis dongeng ? ” tanya Arka yang berusaha mencairkan suasana.

##

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status