Share

Sasakala
Sasakala
Author: Sabda Bazna

Bab 1

Ketika Hitamnya Pena Telah Memudar oleh air

Disaat itulah kertas menyerap dengan cepat sisa tinta

Agar sang pemilik memori tak lupa

Dengan ceritanya dikemudian hari

            Sejak 30 menit lalu gadis berkaos merah yang duduk disana hanya menatap jarum jam  berjalan maju. Seolah membenci waktu yang semakin berjalan. Sedangkan wanita yang lebih tua juga duduk di kursi bawah jam dinding. Menggunakan baju terusan berwarna putih yang tampak lusuh. Wajahnya lelah dan kotor. Lebam biru dengan luka yang terbuka kecil menambah cerita buruk bagi perempuan tua itu.

“ Kapan Ayah akan pulang ?” gadis itu membuka mulutnya dengan suara serak.

“ Jangan kamu tunggu Ayahmu. Dia tak akan kembali. ”

         Angin dingin masuk menambah suasana beku diruang makan. Lampu tak ada yang dinyalakan karena pemiliknya masih membayangkan kejadian sore tadi. Pintu masih terbuka setengah. Beberapa tetes darah masih setengah kering memberi jejak kesedihan pemilik rumahnya. Nyimas, sang gadis mulai berdiri karena lelah duduk. Dia berjalan menutup pintu dan meninggalkan wanita tua yang tertunduk perih.  Jalannya berat dengan langkah terseret.

  Ketika memegang ganggang pintu, Nyimas terpaku. Tak pernah ia bayangkan jika hidup semenyeram ini. Ia melihat keluar jendela. Hari mulai senja dengan garis kuning kemerahan di ujung barat rumahnya. Burung-burung berciut memanggil temannya untuk pulang. Ditutupnya pintu pelan dan membiarkan jendela masih terbuka. Bukan kebiasaan dia sebenarnya membiarkan jendela masih terbuka ketika menjelang malam. Hanya saja Nyimas berfikir mungkin hangatnya matahari tenggelam bisa mencairkan suasana dirumah. Walau dalam hitungan menit. Hingga malam benar-benar menghitamkan pandangannya tentang arti rumah.

       Ayu, perempuan itu masih tertunduk, tak merasakan sakit apapun walau tubuhnya remuk. Dia tak menggerakan tubuhnya dari tadi. Matanya terpejam melihat kembali bayangan kejadian yang tak mungkin akan Nyimas lupakan. Sesal tak berakhir bahagia. Apa yang dilakukan Ayu memberikan luka lebih besar kepada Nyimas jika dibandingkan luka ditubuhnya.

       Nyimas kembali duduk dikursi. Tapi kali ini dia menduduki kursi disebelah wanita tua itu. Nafasnya tak teratur dapat terdengar. Hari semakin gelap, mereka berdua tak ada yang beranjak untuk menyalakan lampu, setidaknya untuk teras. Agar tetangga tidak berfikir bahwa penghuni rumah lari dari kenyataan memilukan tadi. Sunyi. Masing-masing tetap berlari pada pemikiran sendiri.

       Tak berapa lama, seseorang mengetuk pintu. Nyimas hanya terdiam. Ayu beranjak hendak membukakan pintu. Belum berjalan 5 langkah, pintu terbuka sendiri. Sepertinya seseorang masuk sendiri tanpa diizinkan. Dia menyalakan lampu ruang tamu dan mencari pemilik rumah. Ayu masih berjalan hingga dia bisa melihat siapa yang masuk kedalam rumahnya. Seorang pemuda terdiam saat melihat wanita tua menghapirinya. Terlihat sayu dan lelah terhadap takdir yang tak bisa disalahkan. Dia berjalan lambat menuju pemuda yang terpaku dan menggenggam tanganya.

“ Hampirilah Nyimas, dia di ruang makan. Aku ingin berganti pakaian. Kurasa kamu bisa membuatnya berbicara. Maafkan aku Hasta. ” Ayu mengelus tangan pemuda tersebut.

           Hasta berjalan ke ruang makan. Bersamaan Ayu yanv memasuki kamar tidurnya berada disebelah kiri ruang tamu. Tampak Nyimas masih terduduk dengan ruangan yang gelap. Saklar lampu dinyalakan Hasta. Nyimas menoleh kearahnya dan tersenyum tipis. Dia berpindah tempak duduk ke kursi makan.

“ Duduklah Hasta ”

“ Lebih baik kamu mandi terlebih dahulu. ” Hasta mengambil kursi makan disebelah Nyimas.

            Nyimas menunduk. Dipermainkannya jari-jari yang berada dibawah meja.

“ Aku tak berhak membenci mereka. Tapi mereka juga tak berhak untuk melarangku membenci mereka berdua. Aku belajar untuk mendengar cerita yang indah. Tapi mereka menampilkan cerita sedih untukku. ” Nyimas menatap kosong Hasta.

“ Apapun yang kamu lakukan jangan sampai menyakiti diri sendiri.” Hasta bangkit kearah dapur.

“ Aku lapar. Hasta, kamu tahukan makanan kesukaanku ? ”

            Didapur hasta hanya terdiam. Suara adukan teh buatannya terdengar cepat berputar. Tak lama, Hasta menyalakan kompor. Diruang makan, Nyimas tak lagi tampak bersedih. Dia tetap memainkan jarinya dibawah meja.  Matanya menajam pada dindingnya yang mulai kusam. Dalam pikirannya sedang merencanakan suatu yang besar. Untuk membayar benci. Ataupun menukar dendamnya dengan suatu yang lebih baik.

##

            Berjalan setengah jam Hasta memasak di dapur. Hasta kembali membawa sepiring nasi putih dan telur dadar untuk Nyimas yang masih duduk diruang tamu. Diambilnya kursi sebelah kanan Nyimas.

“ Hei, kamu masih ingat dengan Mas Arka ? ” Hasta menoleh sambil menyodorkan piring.

“ Iya, dia pria yang berkepribadian unik. ” Nyimas berceloteh dengan mulut penuh

“ Mas Arka akan pulang ke Indonesia besok. Tapi dia hanya mampir di Surabaya satu hari. Setelahnya dia akan ke Palembang untuk pekerjaan. ”

“ Oh ya, apa dia akan mampir ke rumahnya ? ” Tanya Nyimas

“ Kupikir tidak, aku akan menemuinya di warung kopi dekat SMA dulu. ”

Hasta bangkit dari tempat duduk dengan membawa cangkir teh yang telah kosong. Dia kembali ke dapur. Nyimas mulai berhenti makan. Tapi dia hanya diam saja.

“ Hasta, mungkin aku tak bisa datang ke warung kopi. Aku ada pertemuan di kampus. ”

“ Tak apa ” Jawab singkat Hasta

            Nyimas kembali menimbang rencana yang hendak ia lancarkan. Entah apa yang ada dalam pertimbangannya. Mata mulai kosong kembali, fikirannya pun rancau. Tak lagi nafsu dengan makanan yang ada didepannya. Hasta masih sibuk didapur mengerjakan apapun tak penting, sebenarnya dia juga sedang menimbang sesuatu untuk Nyimas.

         Sedangkan di ruang tidur, Ayu tak benar hendak berganti pakaian. Dia hanya duduk di bibir kasur tipis. Dielusnya wajah yang penuh luka. Tak ada yang terasa sakit, tapi wajahnya tergores banyak dan itu sudah menggambarkan apa yang sudah ia lewati. Dia bangkit ke cermin. Menatap dirinya yang semakin tua. Darah baju bagian lengan atas masih amis tercium. Belum sepenuhnya kering walau kejadian sudah 2 jam yang lalu.

“ Nyimas, kamu ingatkan dengan burung elang ? dia akan membiarkan sang putri hidup sendiri. Agar dia membekukan hatinya sendiri dan menjadi wanita yang kuat. ” wanita tua itu berbicara sendiri di depan cermin. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dilla Doni
GK kebaca alur nya... dan juga gak paham ttg cerita burung elang dan membiarkan sang putri hidup sndri ini mksdnya apa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status