Share

Kematian

Penulis: Pancur Lidi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-29 09:15:04

Dusun Air Tenam dihebohkan oleh kemunculan jasad bocah kecil yang ditemukan di pinggiran sungai, tidak jauh dari pemandian para warga di sana.

Mereka lantas membawa tubuh Rawai Tingkis menuju ke rumah seorang tabib di desa tersebut.

“Biarkan aku memeriksanya, kalian semua harap menunggu di luar ruangan!” ucap tabib itu.

Selang beberapa saat, Sang Tabib keluar dari kamarnya, dengan peluh yang membasahi sekujur tubuh, tapi kemudian dia tersenyum lega, “anak itu belum mati, meski sangat lemah, aku bisa merasakan denyut jantungnya.”

Dia bernama Tabib Rabiah, seorang wanita yang mengabdikan dirinya di desa Air Tenam sebagai tukang medis.

Bisa dibilang, dia merupakan tabib terbaik, karena hampir semua pasiennya sembuh setelah ditangani oleh wanita tersebut.

Tidak diketahui asal muasal Tabib Rabiah, dia bukanlah warga pribumi, dia datang ke desa ini 10 tahun yang lalu, dan sampai saat ini tidak ada satupun orang yang mengetahui identitas asli Tabib Rabiah.

“Aku sudah memberinya beberapa obat, sekarang yang menentukan hidup dan mati bocah itu, adalah tekadnya sendiri.”

Tabib Rabiah kemudian keluar dari rumahnya, duduk di pinggir teras pada bangku kayu, seraya menyulut sebatang rokok.

Kepulan asap menyelimuti wajahnya yang penuh dengan kerutan.

Namun tatapan Tabib Rabiah seolah sedang menerawang jauh ke depan. Tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkan oleh dirinya, bahkan warga sekitar tidak pernah melihat ekspresi itu selama dia mengobati pasiennya.

“Nenek Tabib..,” gadis kecil yang pertama kali menemukan Rawai Tingkis menghampiri Tabib Rabiah. “Apa dia baik-baik saja?”

“Gadis kecil, sebaiknya kau pulang!” timpal Tabib Rabiah, “jika dia masih hidup, aku akan mengabarimu segera!”

Gadis kecil polos hanya mengangguk, lalu bersama orang tuannya pergi meninggalkan rumah Tabib Rabiah. Setelah beberapa waktu kemudian, semua warga akhirnya pergi meninggalkan kediaman wanita tersebut.

Beberapa yang lain terdengar membicarakan mengenai Rawai Tingkis, beberapa yang lain langsung pergi tanpa peduli lagi dengan bocah tersebut.

Setelah semuanya pergi, Tabib Rabiah kembali masuk ke dalam rumahnya, dia menutup semua pintu dan jendela. Dengan perlahan Tabib Rabiah mengeluarkan sebilah pedang yang dia sembunyikan di bawah lantai rumah.

“Aku mencium bahaya dari bocah ini,” ucap Tabib Rabiah, “Aku akan mengakhiri nyawanya, sebelum hal buruk terjadi.”

Tabib Rabiah kemudian dengan cepat menebaskan pedang ke arah leher bocah tersebut, tapi tepat satu jari sebelum tebasan pedang mengenai kulit Rawai Tingkis, tiba-tiba bocah itu bergumam kecil.

“Aku ...aku tidak akan mati, aku akan bertahan ...”

Mendengar hal itu, Tabib Rabiah mulai bimbang. Dia bingung untuk menentukan dua pilihan yang berbeda, yaitu menolong Rawai Tingkis atau membunuhnya.

Secara perlahan Rawai Tingkis akhirnya membuka ke dua belah matanya, tapi saat melihat wajah Tabib Rabiah, Rawai Tingkis tersenyum tipis, “apa kau yang telah menyelamatkanku, terima kasih ...terima kasih ...Nenek.”

Tabib Rabiah mulai merasa iba dengan bocah tersebut, pedang yang hampir melukai bocah itu secara perlahan mulai ditarik dan disarungkan kembali.

Hanya setelah itu, Rawai Tingkis kembali menutup ke dua matanya, tapi bukan berarti dia pingsan, dia hanya tertidur.

Tabib Rabiah melempar pedangnya ke samping, menghempaskan tubuh ke lantai, sambil mengurut keningnya yang terasa sakit.

Satu batang rokok kembali disulut olehnya, tapi rokok yang senantiasa menemaninya sendirian di rumah ini, tidak terasa nikmat lagi.

“Apa aku harus membiarkan bocah ini hidup?” gumam dirinya, “Kenapa aku harus menghadapi situasi seperti ini? Setan mana yang mengganggu pikiranku, sampai aku merasa iba dengan dirinya.”

***

Tiga hari kemudian, terlihat Rawai Tingkis sedang menyantap hidangan makanan yang dibawa oleh Tabib Rabiah.

Seperti orang yang belum makan selama berminggu-minggu, Rawai Tingkis menyantap semua makanan tersebut. Dia bahkan menelan tulang ikan sampai habis.

“Terima kasih, Nenek ...masakanmu sungguh lezat,” puji Rawai Tingkis.

“Jika kau sudah sehat, segeralah pergi dari rumahku!” ucap Tabib Rabiah.

Mendengar hal itu, Rawai Tingkis untuk sejenak terdiam, Tabib Rabiah mengira bocah itu akan tersinggung tapi rupanya tidak, Rawai Tingkis malah tersenyum, “Nenek, aku tidak punya tempat untuk kembali.”

“Itu bukan urusanku.”

“Aku juga tidak punya sanak keluarga, tidak punya kampung halaman, jadi izinkan aku tinggal di sini.”

“Tidak akan!” timpal Tabib Rabiah. “Aku tidak ingin siapapun di rumahku, aku ingin hidup sendiri dan menjalani hari-hariku dengan tenang.”

“Baiklah,” timpal Rawai Tingkis, dia segera berdiri dari tempat tidurnya, kemudian berjalan keluar dari rumah Tabib Rabiah.

Sang Tabib mengira Rawai Tingkis benar-benar meninggalkan rumahnya, dan ada rasa sesal di hatinya, tapi kemudian amarahnya kembali meledak, “Siapa suruh kau mendirikan gubuk reot itu di samping rumahku, bocah sialan?!”

“Aku tidak akan tinggal di rumahmu, tapi aku akan tinggal di sini ...” Rawai Tingkis menunjuk pada gubuk reot yang baru saja dia buat dengan ranting dan atap dedaunan yang dia temukan di sekitar rumah Tabib Rabiah. Gubuk itu bahkan terlihat lebih buruk dari kandang ayam.

Wush.

Terpaan angin baru saja merobohkan gubuk buatan Rawai Tingkis..

“Ah, aku akan membuatnya lagi-“

“Hentikan Bocah kurang ajar!” teriak Tabib Rabiah. “Kau tidak boleh mendirikan gubuk di pinggir rumahku, di halaman depan, halaman belakang, intinya kau tidak boleh mendirikan apapun di sekitar pekarangan rumahku.”

“Terima kasih Nenek, akhirnya kau mengizinkan aku tinggal di rumahmu,” Rawai Tingkis membungkuk memberi hormat, seraya tersenyum polos.

“Aku tidak bilang seperti itu-, Aduh ...mau aku apakan dirimu ini?”

Pada akhirnya, Tabib Rabiah menyerah pula.

“Bocah, siapa yang melakukan percobaan terhadap tubuhmu?” tanya Tabib Rabiah. “Kau punya tanda Roh Suci, aku yakin ada ilmuan gila yang telah melakukan percobaan terhadap dirimu.”

“Nenek tahu mengenai hal ini?” tanya Rawai Tingkis.

“Melukai tubuh kemudian memasukan darah Roh Suci ke dalamnya, adalah metode kuno sekali, dan dianggap paling gila. Ilmuan bodoh mana yang masih menggunakan metode seperti itu untuk mengambil kekuatan Roh Suci?”

Melihat wajah Rawai Tingkis yang menjadi suram, Tabib Rabiah akhirnya mengalihkan pembicaraannya, “lupakan masalah itu, walau bagaimanapun sebuah keajaiban ada manusia yang selamat setelah mengalami metode tersebut. Sekarang, jika kau ingin tinggal di sini, maka kau harus bekerja keras. Kau harus mencari uang untuku.”

“Hemmm ...aku tidak pernah mencari uang, tapi aku dapat diandalkan,” timpal Rawai Tingkis.

Tabib Rabiah menghela nafas panjang, bocah kecil dihadapannya begitu geras kepala, tapi pada akhirnya dia terpaksa harus merawat bocah tersebut.

Meski sebenarnya masih ada rasa takut di hati Tabib Rabiah akan kekuatan Rawai Tingkis yang kini masih tertidur atau mungkin masih beradaptasi dengan tubuh bocah tersebut.

“Roh Suci seperti apa yang bocah ini miliki?” gumam Tabib Rabiah. “Ini akan merepotkan jika dia memiliki roh suci level tinggi.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ismik Cengal
lanjut....biar tau alur cerita dulu...
goodnovel comment avatar
Q Geden
cerita yg mirip lanting...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Satria Roh Suci   END

    Di saat bersamaan, Rawai Tingkis menyernag Kelelawar Hitam dengan seluruh energi mistik yang dimilikinya.Kecepatannya masih tetap sama, tapi daya hancurnya menjadi sedikit berkurang, dan ini karena tubuhnya terlalu dibebani oleh teknik baru yang dimilikinya saat ini.Lima orang Manusia Murni mencoba melakukan sesuatu atas perintah Ki Langit Hitam untuk mengakhiri nyawa Kelelawar Hitam, tapi mereka bahkan tidak dapat mendekati pria jahat itu.Sekarang mereka tahu kekuatan Rawai Tingkis jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka semua.Kesombongan mereka selama ini, akhirnya dijatuhkan oleh kenyataan yang memalukan.Bukan hanya lima orang itu, Putri Intan Kumala sendiri juga tidak mampu berhadapan langsung dengan Kelelawar Hitam.“Apa sekarang kalian menyadarinya?” tanya Ki Sundur Langit. “Rawai Tingkis mungkin tidak membutuhkan pengakuan dari orang lain, tapi aku yakin, sekarang kalian mengakui kekuatannya!”Kelimanya langsung terdiam, tidak lagi menjawab ataupun berbuat sesuatu unt

  • Satria Roh Suci   Menuju Akhir

    Kedatangan Camar Putih membuat perubahan pada jalannya pertempuran antara Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam.Kedatangannya sama seperti kedatangan Ki Sundur Langit dan Ki Langit Hitam untuk membantu para Manusia Murni dalam mengalahkan Beruang Salju.Dua Satria Roh Suci kini menghadapi serangan demi serangan dari pihak Rawai Tingkis.Berkat kedatangan Camar Putih pula, Kelelawar Hitam untuk pertama kalinya setelah menggunakan Ulat Dari Neraka, terkena tebasan Rawai Tingkis.“Aku akan melindungimu!” ucap Camar Putih.“Baiklah, aku mengerti!” Rawai Tingkis melaju cepat ke arah Kelelawar Hitam, sementara Camar Putih bertugas menahan semua serangan bola mistik yang dilempar musuhnya.“Aku tidak akan membiarkan dirimu menguasai Benua ini,” ucap Camar Putih, sembari melepaskan beberapa serangan berbentuk sayap putih yang berputar seperti gasing.Boom.Setiap bola mistik diledakan sebelum menyentuh tubuh Rawai Tingkis dengan sayap-sayap putih tersebut.“Camar Putih, kau selalu menghalangi re

  • Satria Roh Suci   Begitu Sengit

    Ki Langit Hitam dan Ki Sundur Langit, memasang kuda-kuda sebelum kemudian mulai menyerang Beruang Salju.Dua larik cahaya keluar dari telapak tangan dua pria tua tersebut, melesat cepat ke arah Beruang Salju.Mendapati serangan itu, Beruang Salju terpaksa menangkis serangan lawan dengan teknik pertahanan dinding es miliknya.Boom.Ledakan kecil terjadi di atas istana es, menggetarkan bagian puncak dari bangunan es tersebut.Saat Beruang Salju berniat melakukan perlawanan, dua petinggi Padepokan Surya telah berada di depannya, dan melancarkan serangan pisik.Suah.Beruang Salju melesat ke samping, menghindari pukulan Ki Langit Hitam, di saat yang sama, Ki Sundur Langit menyapukan tendangan cepat ke arah wajah Petinggi Penjaga Dunia tersebut.Boom.Tubuh Beruang Salju melesat cepat, meninggalkan Istana Es, dan jatuh terhempas di permukaan tanah yang gersang.Dia bangkit, lalu melepaskan dua bole energi ke arah lawannya. Sayangnya, dua serangan itu dapat dihindari oleh Ki Sundur Langit d

  • Satria Roh Suci   Para Tetua Muncul

    Serangan besar yang dilakukan oleh Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam, telah menyebabkan banyak kerusakan di sekitar mereka berdua.Namun dua orang itu, masih menolak untuk menyerah, meskipun salah satunya mengalami luka yang cukup serius, yaitu Kelelawar Hitam.Kelelawar Hitam memiliki energi mistik yang berlimpah, membuat dia percaya dapat mengalahkan Rawai Tingkis dalam segala kondisi yang dialaminya saat ini.Andaipun hanya memiliki satu tangan dan satu mata saja, Kelelawar Hitam masih percaya dapat menumbangkan Rawai Tingkis.Di sisi lain, Rawai Tingkis memiliki pertahanan pisik yang lebih baik, berkat pengobatan yang dilakukan oleh Naga Kecil.Namun demikian, energi mistik yang dimiliki pemuda itu berada jauh di bawah Kelelawar Hitam.Dua Roh Suci yang ada pada tubuh Rawai Tingkis, terbilang berusia muda, apa lagi Naga Kecil yang baru saja lahir beberapa waktu yang lalu. Energi mistik ke dua Roh Suci ini masih digolongkan kelas menengah, dan tidak dapat disandingkan oleh Energi M

  • Satria Roh Suci   Kedatangan Lima Manusia Murni

    Tidak pernah dirasakan oleh Kelelawar Hitam sensasi dan juga pengalaman seperti ini saat menghadapi musuh-musuhnya, kecuali hari ini.Dia tidak pernah takut, tapi hari ini dia melihat siapa yang kuat, dan siapa yang menjadi penguasa dari kalangan Roh Suci.Namun perasaan itu segera ditepisnya, dia tidak ingin jatuh dalam perangkap Rawai Tingkis.Kelelawar Hitam mengira, ini hanyalah permainan ilusi saja, mungkin ada kekuatan lain yang dimiliki oleh Rawai Tingkis, untuk mengendalikan pikirannya.Namun sayangnya, dia memang melihat sisi lain dari Rawai Tingkis.Sementara itu, Beruang Salju merasakan gejolak kekuatan Rawai Tingkis, dan tidak bisa tinggal diam saat ini.“Ini akan gawat, aku harus membantunya,” ucap Beruang Salju.Pria itu menaikan satu telunjuknya ke langit, lalu energi dingin menggumpal di ujung telunjuknya.Tidak selang beberapa lama, sesuatu yang sangat menakjubkan muncul di langit.Putri Intan Kumala menatap ke langit, dan untuk sesaat wajahnya menjadi tegang, meskipu

  • Satria Roh Suci   Di Dalam Hutan

    Beruang Salju masih berusaha untuk menumbangkan Putri Intan Kumala, meskipun tadinya dia penuh dengan kepercayaan diri dapat mengalahkan Kumala, tapi kenyataanya dia butuh waktu lama untuk menjatuhkan gadis tersebut. Beruang Salju telah menggunakan segagala cara untuk menjatuhkan boneka gurita raksasa yang dikendalikan oleh Putri Intan Kumala, tapi sialnya dia tidak mampu melakukan itu. Setiap kali dia brhasil memotong satu bagian tangan gurita itu, maka ditempat yang sama, tangan lain akan tumbuh. Menghadapi persoalan semacam ini, membuat kepala Beruang Salju serasa akan pecah. Sejauh ini, dia telah menemukan banyak ide, dan menerapkannya, bahkan ide paling licik sekalipun telah dia gunakan. “Jika aku tahu sebelumnya kekuatan gadis ini, aku tidak akan memilih padang tandus sebagai lokasi pertemuan,” ucap Beruang Salju. Baru kini dia menyadari kesalahannya, dan keunggulan Putri Intan Kuamala. Dengan semua batu yang ada di padang tandus, menjadikan Putri Intan Kumala memiliki pa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status