Share

Roh Suci

“Dimana aku?” Putri kecil itu terjaga di sebuah kamar indah yang dikelilingi oleh banyak perawat. Dia menyapukan pandangannya beberapa kali, kemudian hendak beranjak dari pembaringan, tapi dihentikan oleh Ayahnya sendiri, Putra Mahkota kerajaan Indra Pura. “Ayah ...”

“Akhirnya kau sudah sadar,” ucap Pangeran itu, “kau membuat aku khawatir, Putriku. Kenapa kau pergi ke lokasi larangan, bukankah para prajurit telah memperingatkan dirimu?”

“Ayah, jadi itu bukan mimpi?” Gadis itu kembali berusaha untuk beranjak dari pembaringan, tapi sekujur tubuhnya terasa begitu sakit.

“Tuan Putri pingsan selama 7 hari, kau memiliki mental yang cukup kuat, mengingat para pelayanmu kehilangan-“

Putra Mahkota mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar dokter yang berbicara itu, menghentikan ucapannya.

“Ada apa dengan para pelayan?” tanya Putri tersebut.

“Lebih baik kau istirahat Putriku!” Putra Mahkota malah mengalihkan pembicaraannya, tidak ingin putrinya tahu jika semua pelayan telah mati, bahkan sebelum sempat diberi pertolongan.

Sementara itu, tiga prajurit menjadi gila dan terpaksa diberi racun, dan sisanya masih tidak sadarkan diri sampai saat ini.

Putri itu dapat dikatakan memiliki mental dan jiwa yang kuat, karena berhasil sadar dalam waktu 7 hari dihitung mulai dari pertama kali dia jatuh pingsan.

“Ayah, apakah  bocah itu...?” yang dimaksud oleh Putri kecil itu adalah Rawai Tingkis, tapi Putra Mahkota hanya tersenyum penuh arti.

“Istirahatlah kau akan akan baik-baik saja, jangan memaksa pikiranmu!”

Di tempat lain.

“Semuanya sudah selesai, apa kita yakin akan melakukan percobaan Kelas S, Ki Nirto?”

“Penelitian ini akan ditutup, pendanaan akan dihentikan, bahkan nyawa kita semua dalam ancaman, percobaan Kelas S harus dilakukan,” timpal Ki Nirto.

Tidak selang beberapa lama kemudian, Putra Mahkota akhirnya datang untuk melihat percobaan Kelas S yang dimaksud oleh Ki Nerto.

“Kami sudah siap,” ucap Ki Nerto.

“Baiklah, kalau begitu kita akan melakukannya,”

“Bawa mereka!” Ki Nerto memberi perintah kepada belasan orang untuk membawa semua anak-anak yang telah dilatih selama 2 tahun, termasuk pula Rawai Tingkis.

Ada lima anak-anak yang akan mengikuti percobaan kali ini, tapi Ronggo tidak masuk ke dalam daftarnya. Dia akan diikut sertakan pada percobaan ke dua.

Potensi Ronggo adalah yang paling besar dibandingkan semua anak-anak yang lain, mereka tidak ingin mengorbankan pemuda itu di percobaan pertama.

Sebaliknya, jika percobaan pertama ini gagal, Ki Nerto dan para ilmuan yang lain telah mendapatkan pengalaman, dan pada percobaan ke dua nanti, mereka bisa meminimalkan tingkat kegagalan pada percobaan pertama itu.

Rawai Tingkis dan anak-anak yang lain di masukan ke dalam kandang kurungan. Tepatnya ada lima kurungan yang ukurannya sangat sempit. Tangan dan kaki di rantai, dengan mulut ditutup oleh benda.

Mereka kemudian di bawah ke kuil kuno di dalam hutan larangan.

Sesampainya di sana, Ki Nirto menyarankan agar semua orang mengenakan pakaian pelindung yang telah dibuat khusus oleh dirinya dan para ilmuan yang lain.

“Pakaian ini akan melindungi kalian,” ucap Ki Nirto.

Benar saja, ketika aura yang kuat itu muncul dari dalam mulut kuil, semua orang mampu bertahan tanpa jatuh pingsan atau mati seperti para pelayan sebelumnya.

Ki Nirto memimpin perjalanan,mulai melewati pintu gerbang kuil kono. Mereka menemukan lorong yang gelap dan panjang, sampai kemudian Ki Nirto meminta untuk menyalakan obor sebagai penerangan.

Tempat ini benar-benar mengerikan, bagi Putra Mahkota terlihat seperti mulut seekor monster, dan lorong ini seperti rongga tenggorokan.

Beberapa saat kemudian, mereka menemukan pintu besar berwarna hitam yang terbuat dari logam bercampur batu. Tepat di tengah pintu ada sebuah pola yang merupakan kunci untuk membukanya.

Ki Nirto mengeluarkan sebuah kunci, mirip seperti piring yang dibagian pinggirnya berbentuk gerigi.

Diletakan kunci itu tepat di tengah-tengah pola pintu, lalu Ki Nerto memutarnya secara perlahan.

Kleg.

Terdengar suara gembok terbuka di dalam pintu tersebut. Perlahan-lahan, pintu mulai terangkat dengan sendirinya.

Ki Nerto berjalan perlahan, di ikuti dengan semua orang di belakangnya.

Rawai Tingkis yang berada di dalam kurungan hanya  bisa membuka mata lebar-lebar, dengan jantung berdetak kencang dan keringat bercucuran.

Selama dia berlatih mental, baru kali ini Rawai Tingkis merasakan ketakutan yang teramat sangat. Ketakutan ini seperti 10 kali perasaan orang biasa melihat hantu.

Langkah kaki Ki Nerto kemudian terhenti, lalu dia meminta seorang ilmuan lain untuk menyalakan tungku perapian yang ada di hadapannya.

Ketika obor menyentuh tungku tersebut, api mulai menjalar membentuk lagi sebuah pola yang aneh, tapi di sini semua orang akhirnya tahu jika mereka berada di bibir jurang yang dalam. Tidak! Ini bukan jurang, ini adalah sumur raksasa, dimana pada bagian tengah sumur itu berdiri sebuah pilar raksasa.

“Aghhhhh!” suara rangunan memekakan telinga muncul saat ini, bersamaan dengan sosok tubuh yang diselimuti oleh cahaya merah dan hijau tua.

Ya, mahluk itu memiliki ukuran yang sangat besar, mungkin 5 kali dari ukuran seekor gajah. Matanya memancarkan cahaya yang merah, dengan kuku panjang seperti pedang.

Dia berdiri seperti manusia, tapi dia bukan manusia, tepatnya dia seperti seekor singa, tapi dengan tubuh yang berpuluh kali lipat besarnya.

Pada bagian tangan dan kaki, di gelangi rantai besar, yang menjadi belenggu bagi mahluk tersebut.

“Manusia, aku mencium darah kotor kalian ...” suaranya menggelegar seperti guntur, “beraninya kalian mengusik tidur siangku!”

“Apakah ini ...yang kau maksud dengan ...Roh Suci?” tanya Putra Mahkota, dengan suara serak dan gagap.

Roh Suci dianggap sebagai harta karun berharga di berbagai belahan dunia tapi di Kerajaan Indra Pura Roh Suci dianggap sebagai mitos belaka.

Keberadaan mahluk ini di dunia manusia diperkirakan sudah ribuan tahun lamanya. Mereka tersebar ke segala wilayah, mendiami pulau-pulu kecil, sungai, danau bahkan lautan sekalipun.

Beberapa manusia menganggap mereka sebagai dewa, tempat meminta pertolongan, beberapa yang lain menganggap mereka sebagai tangan-tangan langit, yang disetarakan sebagai dewa atau malaikat.

Namun tidak jarang pula yang menganggap mahluk ini sebagai ancaman, monster yang memiliki potensi untuk menghancurkan peradaban manusia.

Karena itu, 700 tahun yang lalu, semua manusia bersatu untuk mengalahkan mahluk yang kini dikenal sebagai roh suci ini.

Tidak terkira berapa banyak manusia yang dikorbankan, mungkin jutaan atau bahkan mencapi belasan juta. Semua orang-orang hebat berkumpul untuk satu tujuan, menghabiskan semua Roh Suci dari dunia manusia.

Kebanyakan Roh Suci yang lemah berhasil dibunuh, tapi beberapa dari mereka yang memiliki kemampuan bertahan hidup di kurung di pulau-pulau terpencil yang jauh dari jangkauan manusia, termasuk pula Pulau Tengkorak.

Kemudian orang-orang terdahulu mewariskan pengetahuan mereka untuk menciptakan senjata guna melawan Roh Suci ini.

“Aku datang ke sini untuk mengakhiri penderitaanmu,” ucap Ki Nirto.

“Kau pikir bisa membunuhku?” tanya Roh Suci itu, “Ratusan tahun terkurung di sini tanpa makan dan minuman, tapi aku masih bisa bertahan, tidak ada logam yang bisa membunuhku!”

Tapi kemudian, Ki Nirto mengeluarkan sebuah belati yang dibalut dengan menggunakan kain putih. Ada tujuh benang yang mengikat gagang belati tersebut, dan pada mata belati itu dibuat dengan menggunakan tujuh logam yang berbeda-beda.

Bukan hanya itu saja, belati itu dibuat dengan menggunakan 3 bahan yang lainnya, yang semuanya berjumlah tujuh.

“Belati ini bisa melukai kulitmu yang keras,” ucap Ki Ludru, “tapi aku tahu kau tidak akan mati karena belati ini, sumber kehidupanmu adalah kekuatanmu sendiri, karena itu aku akan mengambilnya.”

“Tidak ada manusia yang bisa memakai kekuatan Roh Suci, kau pikir mahluk lemah sepertimu bisa melakukannya?”

“Manusia memiliki tubuh yang lemah dibandingkan dengan kalian, tapi manusia memiliki kekuatan yang tidak terbayangkan, dan kekuatan itu berada di sini?” Ki Nirto kemudian mengarahkan telunjuk pada keningnya sendiri, “manusia punya akal dan pikiran.”

Setelah berkata demikian, Ki Nerto meminta bawahannya untuk mengeluarkan anak-anak dari dalam kerangkeng.

Dia juga meminta agar para prajurit menarik rantai yang membelenggu Roh Suci, sehingga tubuh mahluk itu menjadi lebih dekat.

“Buat dia berlutut!” ucap Ki Nerto.

Dengan segenap kekuatan, dan bantuan belati di tangan Ki Nerto, roh suci itu berhasil dilemahkan, dan kini berlutut di hadapan ilmuan tersebut.

Dari catatan buku yang dibaca olehnya, Ki Nerto tahu jika setiap Roh Suci memiliki 7 titik rapuh di tubuhnya, dan ini adalah titik kelemahan mahluk tersebut.

Sekarang, Ki Nerto melihat 7 titik tersebut, dan langsung menemukannya.

2 buah pada bawah pusar, pada pusar, jantung, leher, kening dan kepala.

Ki Nerto dengan berani kemudian menusuk 5 titik di tubuh roh suci tersebut, membuatnya meraung begitu keras sampai-sampai langit-langit kuil kuno ini bergetar hebat karenanya.

Cawan perunggu telah disiapkan olehnya untuk menampung darah berwarna emas yang keluar dari luka-luka tersebut.

Setelah itu, dia meminta kepada bawahannya untuk membawa ke lima anak-anak maju satu persatu ke hadapannya.

Satu anak dipaksa maju ke depan, dan tentu saja anak ini melakukan pemberontakan, menggelepar seperti cacing kepanasan, tapi 7 prajurit yang dibawa ke sini memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dari anak tersebut.

Dengan belati yang sama, Ki Nirto dengan kejam melukai kepala anak tersebut. Darah roh suci yang berasal dari kepalanya kemudian di tuangkan pada luka tersebut.

“Ahhkkk...” Jeritan tertahan terdengar dari mulut tersumpal bocah malang, kemudian tidak beberapa lama, bocah itu menggelapar, menggeliat dan mengalami kejang yang hebat.

Tidak selang beberapa lama, tubuhnya mulai memerah, keluar begitu banyak darah dari semua lubang di  kepalanya. Mengerikan, dia menangis tapi yang keluar adalah darah.

Hanya beberapa detik setelah kejadian itu, anak tersebut akhirnya meninggal dunia.

“Kau membunuh banyak anak tak bersalah ...” suara Roh Suci terdengar lemah saat ini, “padahal kau tahu hasilnya. Kekuatanku, tidak akan mampu dikendalikan oleh manusia.”

Namun pada dasarnya, kematian anak ini bukan semata-mata karena darah roh suci, melainkan pula karena tusukan belati yang dipakai oleh Ki Nerto.

Namun Ki Nerto tidak peduli, dia akan melanjutkan percobaan ini, sampai berhasil. Tidak peduli jika harus menggunakan seribu anak dalam percobannya.

4 anak terbaik yang dipaksa mengikuti prosedur ini pada akhirnya mati, hingga pada giliran terakhir Rawai Tingkis dipaksa untuk maju ke depan.

Dia mendapatkan darah yang berasal dari bawah pusar roh suci, karena itulah bagian bawah pusar bocah itu harus ditusuk oleh belati tersebut.

Rawai Tingkis merasakan sakit yang luar biasa saat ini, tapi sakit ditusuk belati belum seberapa dibandingkan darah yang dituangkan ke dalam lukanya.

Sakit yang tiada terkira, tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Ini adalah rasa sakit yang tidak pernah dirasakan oleh Rawai Tingkis sebelumnya.

Tubuh bocah kecil itu mengejang beberapa lama, bola matanya berputar-putar, dan meskipun mulutnya di sumpali oleh sebuah benda, teriakan Rawai Tingkis masih bisa terdengar oleh telinga.

Namun ...

“Bagaimana?” tanya Putra Mahkota.

“Dia salah satu anak terbaik yang kita miliki ...Tapi...” ucapan Ki Nerto terhenti.

Putra Mahkota sudah paham apa yang dimaksud oleh Ki Nerto, jadi dia dengan wajah kesal langsung meninggalkan tempat ini.

Ya, Rawai Tingkis juga telah dinyatakan mati karena percobaan mereka.

“Buang mayat mereka ke jurang!” ucap Ki Nerto, kemudian dia menatap Roh Suci sekali lagi, “aku akan membawa darahnya ke ruang penelitian, tersisa beberapa anak lagi, aku akan memperbaiki kesalahan ini.”

Kemudian mereka semua pergi meninggalkan kuil kuno, dan menutup kembali pintu penjara mahluk yang dinamakan roh suci.

Tubuh ke lima anak tak bernyawa itu kemudian di buang ke jurang.

Namun yang tidak diketahui oleh semua ilmuan, Roh Suci yang terpenjara di dalam kuil tersebut, perlahan-lahan mulai kehilangan kesadarannya.

“Kekuatanku melemah,” ucap mahluk tersebut, “apakah salah satu dari anak manusia itu berhasil menerima kekuatanku? Tidak mungkin, dia tidak mungkin mampu... Tapi ...sepertinya, aku akan mati ...”

Jasad rupanya hanyut dibawa derasnya aliran sungai. Tubuh itu sesekali menghantam bebatuan, sesekali masuk ke dalam pusaran, dan akhirnya hanyut ditelan oleh derasnya air terjun.

Sampai kemudian, tubuh bocah itu menepi tidak jauh dari pemandian.

“Emak ...emak!” berteriak gadis kecil yang usianya mungkin 7 atau 8 tahun, “ada mayat, ada mayat!”

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Talis Saikmat
penasaran, lagi asik baca?,,,diminta koin...
goodnovel comment avatar
sugiharto inu
semoga konsisten alur cerita nya
goodnovel comment avatar
Wahyu Mr
agak kurang cocok ilmuan dengan kerajaaan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status