"Selingkuh?" tanyaku tak percaya.Ternyata wanita itu memang sudah bakat menjadi pelakor sejak dulu, jika saja ayah tahu hal ini tentu ia akan jijik pada istrinya itu.Aku merenung sejenak saking sibuknya dengan aktivitas sendiri sampai tak tahu masalah sefatal ini yang menimpa saudara sendiri."Berarti Tante Dina bunuh diri gara-gara?" tanyaku sambil menganga.Om Burhan mengangguk. "Iya, gara-gara ga kuat lihat suaminya ini berselingkuh dengan wanita lain."Setitik air mata jatuh dari dari matanya, ia memandang jauh ke arah jendela yang terbuka."Om emang ga punya hati, Ra, istri sebaik Tante Dina malah disia-siakan sampai ia tak tahan lalu ...." Om Burhan sesenggukan.Dapat kulihat ada penyesalan besar di matanya, karena aku tahu betul Tante Dina istrinya itu sangat baik dan ramah, tak jauh beda dengan bunda.Aku jadi heran kenapa wanita-wanita yang baik seperti mereka harus menerima pengkhianatan dari suaminya?"Terus, hubungan kalian sampai sejauh mana? apa pernah menikah?" tanyak
"Kenapa hubungan Om sama Tante Miranda bisa putus?" tanyaku antusias."Selang beberapa bulan Tante Dina meninggal Om jadi terpuruk hingga usaha Om jadi bangkrut, gara-gara itu Miranda ninggalin Om, ternyata selama ini Om hanya dijadikan sapi perah saja, Ra." Ia menundukkan wajah.Aku mencebik, wajar saja Tante Miranda menjadikannya sapi perah, toh ia juga menjadikan perempuan itu pelampiasan nafsu."Dan karena ini juga Om jadi ... depresi?" tanyaku agak hati-hati.Ia menghela napas lalu merenung sejenak."Pertama Om terpuruk karena merasa bersalah sama Tante Dina, yang kedua Om juga putus asa karena bisnis yang selama ini diperjuangkan mati-matian hancur begitu saja.""Dan yang ketiga yang membuat Om tambah hancur adalah Miranda memutuskan hubungan kita lalu membina hubungan dengan lelaki lain.""Waktu itu Om mengira Miranda akan memberi kekuatan atas keterpurukan yang Om hadapi, nyatanya dia malah pergi.""Dan hal itu yang membuat Om merasa tertekan dan merasa semakin bersalah sama T
Keesokan paginya aku sarapan dengan semangat, bahkan beberapa kali bunda menangkap wajahku sedang senyum-senyum sendirian."Kenapa sih?" tanya Bunda menyelidik."Ga papa." Aku mengulum senyum."Lagi ... jatuh cinta yaaa."Aku mengeringkan mata, di usia dua puluh tiga tahun ini aku memang tak pernah mengenal cinta, bahkan berteman dengan lelaki pun sangat terbatas."Sama siapa, Arvin?" Bunda menautkan sebelah alis."What? Arvin? ngaco, dia itu bestie aku, Bun, jangan ngarang deh.""Ya ga apa-apa, Bunda lihat dia lelaki baik dan sopan, ganteng lagi, masa sih kamu ga suka, bukannya selama ini sering jalan bareng?"Setelah melihat ayah selingkuh aku jadi takut menjalin hubungan dengan lelaki, jangankan menikah berpacaran pun rasanya ogah, terlebih katanya pacaran itu suatu perbuatan haram karena mendekati zina."Kalau kalian saling suka mending langsung nikah aja, jangan pacaran-pacaran, dosa!" tegas bunda lagi.Aku menegak susu lalu bicara. "Siapa yang pacaran sih? siapa juga yang jatuh
(POV MAS DAMAR)Aku masih tercenung menatap layar ponsel, membaca berulang-ulang pesan dari Zara, juga mengamati betul poto-poto yang mirip dengan Miranda dan adikku Burhan.Dahulu saat masih menjalani hubungan diam-diam bersama Miranda aku memang sempat mendengar kabar selentingan kalau istriku itu pernah memiliki hubungan dengan Burhan.Namun, karena terlanjur cinta buta padanya membuatku tutup telinga dan mengabaikan selentingan itu.Terlebih aku tak bisa bertanya pada Burhan karena waktu itu ia tertimpa musibah yaitu istrinya meninggal, tak lama ia depresi sulit diajak komunikasi, maka aku semakin tak bisa bertanya banyak hal padanya.[Kamu dapat dari mana Poto ini, Ra]Kubalas pesan Zara dengan tangan bergetar, tak terbayang jika kabar ini benar.[Dari akun efbe Tante Miranda, Yah, ini] Zara mengirimkan balasan beserta screenshot profil efbe Miranda.[Mungkin itu orang lain, Ra, Mamamu 'kan ga punya akun efbe] balasku lagi.Karena yang kutahu Miranda hanya memiliki akun Instagra
"Jangan bohong, Mir. Kamu ikut andil 'kan dalam kasus bunuh dirinya Dina juga depresinya Burhan?" tanyaku dengan tatapan menohok.Miranda geleng-geleng kepala, sorot matanya semakin panik, bahkan ia melengos menatap ke arah lain dengan dada kembang kempis."Kamu ini apa-apaan sih? kenal juga baru sama adikmu itu." Miranda makin ngotot.Aku menyeringai sambil geleng-geleng kepala. "Ini buktinya Miranda, aku cuma minta kamu jujur.""Itu Poto editan, kamu tuh jangan bod*h deh, Mas, zaman sekarang jangan kan Poto Vidio aja bisa diedit pake wajah orang lain," kilah Miranda makin ngotot."Aku tuh paling ga suka dibohongi, Mir. Mau ngaku di hadapanku atau aku cari bukti yang lain dan kamu bakal malu?" Miranda balik badan menatapku penuh amarah."Emang kamu dapat dari mana Poto itu, Mas?! pasti ada seseorang 'kan yang ngirim ke kamu?" tanya Miranda ngegas."Aku dapat Poto ini dari akun efbe lama kamu, masih inget ga?" tanyaku sambil menatapnya tajam.Miranda tercengang, beberapa detik kemudi
Aku terkejut saat mendengar keributan di luar, kuputuskan untuk melangkah menuruni anak tangga, benar ternyata Tante Miranda sudah ada di bawah dan marah-marah.Aku terkejut sekaligus merasa senang ternyata poto-poto itu sudah mengguncangkan hidupnya, kalau begini jiwaku semakin tertantang, aku akan menjadi bensin dan menyiram ke dalam kobaran api amarah Tante Miranda."Aku punya bukti lebih kuat, Mas, kalau istrimu ini benar pernah jadi selingkuhan Burhan. Maaf, Mir, aku udah berusaha nutupin aib kamu, tapi kalau kamu mengusik Zara maka aku ga akan diam aja," ujar bunda membuatku tercengang."Bukti? karangan apa lagi sih yang mau kamu buat, Mbak?" Tante Miranda terlihat panik.Kepanikan di wajahnya itu membuatku semakin bahagia, bibirku tak berhenti mengembangkan senyum, akhirnya kebusukan wanita itu terbongkar."Naima, aku mau lihat bukti itu," ucap ayah sambil menatap bunda serius.Aku semakin senang saat melihat antusias ayah begitu besar ingin mengetahui kebusukan istri barunya.
Ayah menatap gundiknya dengan tatapan tajam, sedangkan Tante Miranda terlihat tercengang dengan wajah yang pucat, air matanya sudah menitik ke luar membasahi pipinya.Hatiku bersorak ria, akhirnya kekalahan yang kutunggu-tunggu tiba juga."Miranda!" teriak Ayah yang membuat tubuh kami semua terguncang.Tubuh Tante Miranda terlihat bergetar dan berkeringat, rasakan gundik, sebentar lagi kesenanganmu akan berakhir, gumamku dalam hati."M-mas ... itu semua ga bener," ujarnya sambil terisak."Aku ga nyangka bisa menikahi wanita ular sepertimu, Miranda! Kamu tahu Dina itu adik iparku! Dan tanpa rasa bersalah kamu mendekati aku!" teriak ayah membuat tangisan si gundik makin keras."Dan tanpa rasa malu kamu bilang ini semua ga bener? hatimu terbuat dari batu, Miranda!" tegas ayah lagi.Ayah meletakkan benda itu di meja, lalu ia mengusap wajah lelahnya itu dan menatap keluar dengan pandangan kosong.Karena ponsel milik Tante Dina nganggur, aku langsung meraihnya karena penasaran tentang isi c
(POV DAMAR)Makian yang keluar dari mulut Zara seolah belati yang menancap ke dalam dada. Dari semua yang ia katakan memang tak salah, aku b*doh telah menyia-nyiakan Naima dan menikahi Miranda."Yah, aku ga mau punya ibu tiri kaya dia! Aku minta Ayah ceraikan wanita ini!" tegas Zara membuat kepalaku terasa berputar.Apa kata orang-orang jika untuk kedua kalinya aku bercerai? aku memang muak dan marah pada Miranda, tapi haruskah kami berpisah?Tapi, rasanya aku malas memperbaiki semua ini karena rasa kecewa sudah terlanjur meraja di hati."Kamu ga boleh gitu, Ra, biarkan ayahmu memilih, dan pilihannya itu menentukan kualitas dirinya." Naima tersenyum sinis.Aku lantas berdiri hendak pergi."Ayah mau ke mana? selesaikan semua ini di sini!" titah Zara dengan tegas."Ayah mau menenangkan diri, Ra," ucapku lalu pergi."Mas! Mau ke mana, Mas?!" teriak Miranda membuntutiku.Aku sudah malas melihat wajahnya, gegas masuk ke dalam mobil lalu melakukannya meski istriku itu terus menggedor-gedor