“Salah aku apa, Mas? Kenapa kamu kayak gini.” Rahel sudah berkaca-kaca karena sikap suaminya tidak pernah berubah.“Kamu nanya salah kamu apa?” Pertanyaan Dipta itu seolah menyindir.“Mas, aku ‘kan udah minta maaf loh. Itu udah berlalu, nggak usah dibahas lagi.”Dipta tersenyum kecut. “Aku udah maafin kamu tapi bukan berarti kita masih bisa sama-sama.”Tidak ingin akhirnya menjadi keributan Dipta langsung keluar dari kamar itu. Ini sudah malam dan tidak pantas mereka ribut di hari berkabung seperti ini.“Aku nggak mau pisah, pokoknya nggak akan aku biarin Mas Dipta pergi!” Rahel menggeleng, tangan wanita itu terangkat menjambak rambutnya frustasi. “Argh! Si*lan!” jeritnya.Teriakan Rahel membuat Samudra tersentak dan menangis karena kaget.“Ma-ma.”Rahel juga ikut kaget, “iya, sayang. Maafin Mama.” Ia naik ke atas ranjang dan menenangkan Samudra.Rahel tidak pernah curiga bahkan tidak berpikir jika Dipta selingkuh karena di matanya lelaki itu adalah sosok setia. Bagi Rahel, Dipta adal
Awan memegangi pipinya dengan shock.“Mas, Mas Awan!”“Aku nggak mau, aku nggak mau.”Welly menepuk pundak suaminya itu. “Mas, kamu kenapa sih? Nggak mau apa?”Awan terhenyak. “Kamu nggak marah?”Wanita itu mengernyit heran. “Marah kenapa?”“Soal yang tadi aku bilang, kamu aja sampe nampar aku. Masa iya nggak marah.”“Nampar kamu? Kapan aku nampar kamu? Nggak beranilah aku nampar suami aku sendiri. Ayo lanjutin makannya, habis itu istirahat lagi kamu pasti masih capek makanya agak oleng.”Awan menyapukan pandangannya ke sisi kiri dan kanannya, ternyata ia masih ada di meja makan. Berarti tadi hanya lamunan Awan saja tidak benar-benar terjadi. Akhirnya ia bernafas lega, takut sekali tadi karena Welly mengatakan ingin pisah tapi ternyata itu bukan nyata.Ia malah jadi ragu untuk bicara karena lamunan yang dibuatnya tadi. Awan ingin segera menyelesaikan ini karena tugasnya sebenarnya hanya menggantikan Dipta untuk menjaga nama baik keluarga Jingga. Berarti tidak akan bertanggung jawab pa
“Udah sebulan lebih ternyata.” Awan memperhatikan kalender di ponselnya.Memang waktu tidak terasa sampai Awan pun lupa statusnya yang memiliki dua istri. Ia hanya menjalankan tugasnya sebagai suami Welly tapi melupakan Jingga yang juga istrinya.“Mas, nanti pulangnya kalo bisa cepet ya.”Alis Awan berkerut. “Kenapa? Kamu nggak enak badan? Mau dianter ke dokter?”“Nggak kok. Ini 'kan malam minggu, kita jalan-jalan aku juga mau kasih hadiah buat kamu.”“Hadiah apa?”“Nggak seru kalau aku kasih tahu sekarang, Mas!”“Ya udah, aku nggak usah kerja aja biar kamu kasih tahu sekarang.” Awan memainkan alisnya.Welly tergelak melayangkan pukulan kecil di pundak suaminya. “Nggak boleh. Kamu harus kerja, jangan nakal.”“Aku nakal cuman ke kamu doang, sayang.” Awan menjawil gemas dagu istrinya itu.Kentara sekali mereka seperti pasangan pengantin baru pada umumnya. Meski hidup jauh dari kata mewah namun mereka begitu bahagia menjalaninya. Awan memang memilih untuk bersama dengan Welly menjalani k
FlashbackTangan Jingga ditarik membuat tubuh wanita itu menghantam dada kekar di depannya. Jingga menelan ludah dengan susah payah kala aroma maskulin itu menggelitik hidungnya. Ia begitu merindukan aromanya yang selalu menenangkan.“Lihat-lihat kalau jalan dong, Mas!” Protesnya, ia menarik Jingga agar tidak tersenggol pejalan kaki yang lain.“M-mas ….”Satu kata itu lolos dari mulut Jingga, ia bahkan tidak protes saat tangannya ditarik menuju taman yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri tadi.“Kamu baik-baik aja 'kan?”Jingga menggeleng dengan matanya yang sudah berembun. “Semenjak kejadian itu aku nggak pernah baik-baik aja, Mas.”Tidak bisa disangkal jika Jingga sampai detik ini masih mencintai Dipta meski lelaki itu sudah menorehkan luka yang cukup dalam. Sedalam apapun luka jika cintanya lebih besar maka luka itu akan sembuh dengan sendirinya.“Maaf.” Tangan Dipta terangkat mengusap pipi pujaan hatinya yang kini sudah basah dialiri air mata.“Kamu jahat!” Jingga menghujani d
“Istri anda baik-baik saja.”Awan bernafas lega. Ia tidak tahu seperti apa jadinya jika Jingga mengalami hal buruk. Menyadari semua kesalahannya. Awan terbawa emosi saat tahu Jingga akan kembali pada Dipta yang sudah jelas-jelas membuat hidup Jingga hancur dan mempermalukan kelurganya. Awan hanya tidak ingin Jingga tersakiti lagi tapi malah ia sendiri yang menyakiti Jingga.Kemarahan memang menghancurkan segalanya.“Boleh saya masuk, Dok?”“Silahkan.”Dengan sedikit ragu Awan masuk ke dalam ruangan itu. Jingga terbaring dengan mata terpejam, wajahnya sudah tidak sepucat tadi. “Jingga, maafin gue,” gumam Awan dengan lirih.“Mas Dipta.”Awam tersentak mendengar Jingga malah menyebut nama Dipta.“Sebesar itu rasa cina lo ke si bangs*t itu, Ji? Dia udah nipu lo selama ini dan lo malah dengan tol*lnya malah balikan sama dia.” Awan mengepalkan tangannya. Ia benar-benar tidak bisa terima jika Jingga kembali pada Dipta, mungkin jika Jingga bersama lelaki lain Awan akan melepaskannya.Kelopa
Setelah kondisinya tenang, Jingga menceritakan semuanya pada Dipta.Emosi. Sudah jelas apalagi ia tahu Awan menikahi Jingga hanya untuk menutupi masalah kemarin saja, hanya ingin menjaga nama baik keluarga Jingga.“Kamu mau ninggalin aku setelah tahu aku nggak perawan lagi?”Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari Jingga.Dipta menggeleng, menepis semua pemikiran kekasih hatinya itu. “Nggak, sayang. Mana mungkin Mas berpikir begitu.”“Aku takut kamu ninggalin aku, Mas.”Jelas saja Dipta tidak akan meninggalkan Jingga, ia sangat mencintai wanita itu. Seperti apapun kondisi Jingga akan diterimanya seperti Jingga yang juga menerima Dipta yang akan menyandang status duda beranak dua.“Mas akan bicara sama Ayah kamu nanti soal pernikahan kita. Setelah sidang perceraian Mas selesai dan kamu juga harus cerai dari Awan.”Mata Jingga langsung berembun. “Aku nggak mau ketemu Awan.”“Kita temuin dia sama-sama.” Dipta mengerti ketakutan Jingga apalagi pengalaman pertama didapatkan Jingga karena
Awan berbalik, terbelalak melihat Welly yang matanya sudah memerah dan berembun.“Sayang, aku bisa jelasin.”“Aku udah denger kok. Kamu … nikah sama Jingga? Nggak perlu jelasin apa-apa.” Suara Welly bergetar.Bu Neva tampak senang melihat anak dan menantunya dalam masalah.“Welly-”“Ma, aku pamit.” Welly berlalu sambil mengusap kasar air matanya.Rasa sesak memenuhi rongga dada membuat rasa sakit itu semakin kentara.Awan mengikutinya dari belakang.“Sayang. Dengerin dulu penjelasan aku.” Awan mencoba meraih tangan Welly.“Kita bicara di rumah, Mas!” Meski sedang emosi, Welly sadar di mana sekarang ia berada. Tidak akan mungkin membuat keributan di rumah mertuanya.Saat berangkat tadi, Welly terus berceloteh sedangkan kali ini wanita itu diam seribu bahasa. Sibuk mengusap pipinya yang terus basah. Istri mana yang tidak akan sakit hati saat tahu suaminya diam-diam menikah lagi. Apapun alasannya jelas tidak akan mungkin menghilangkan rasa sakit yang sudah digoreskan.Awan menceritakan s
“Ibu nggak berhak mengatur hidup aku terus, Bu. Aku juga punya catatan kebahagiaan aku sendiri.”“Berani ya sekarang!” Bu Rima melotot.“Tolong jangan lagi merecoki hidup aku. Kalau memang Ibu mau punya menantu kaya, ibu carikan aja buat Vika. Ibu bisa atur Vika sesuka Ibu.” Welly beranjak menuju kamarnya.Ia sudah sangat lelah selama ini selalu disetir oleh ibu tirinya itu. Welly yang memang orangnya penurut tidak pernah membantah tapi sekarang ia juga ingin memiliki kebebasan untuk memilih jalannya sendiri. Mungkin jika Bu Rima tidak tahu Awan orang kaya sudah pasti hubungannya akan ditentang.Mengikuti keinginan orang lain tidak lantas membuat bahagia. Welly sadar itu karena dari dulu ia terlalu fokus untuk membuat orang lain senang tanpa memikirkan perasaannya tapi kini ia lebih fokus pada dirinya sendiri apalagi sedang berbadan dua. Harus selalu memiliki suasana hati yang bagus.“Welly. Jangan merasa nggak enak hati, kalau terus ngikutin apa maunya ibu, nggak akan ada habisnya.”