Mempelai pria menghilang di hari pernikahan, itu bukan harapanku. Di hari itu aku terpaksa menerima jika harus menikah dengan pengantin pengganti yang tidak lain adalah sahabatku sendiri yang paginya baru menikahi sang kekasih.
Lihat lebih banyak“Loh, Mas. Bukannya yang tadi pagi nikah ya? Nikah lagi?”
“Aduh, Pak Penghulu. Udah nggak usah banyak tanya, langsung saja nikahkan saya sama dia. Saya nggak ada banyak waktu nih.” Awan melirik Jingga yang duduk di sampingnya tanpa ekspresi, sorot matanya kosong seolah tidak memiliki gairah hidup.Matanya sudah sembab karena air mata yang terus keluar tanpa henti.“Hebat. Satu hari nikah dua kali, untung nggak kayak minum obat sampai tiga kali.” Penghulu itu geleng-geleng kepala.“Tidak apa nikah dibawah tangan dulu, soal surat-surat menyusul, akan kami urus,” bisik Pak Dandi, ayahnya Jingga.“Yah ….” Jingga merengek pada sang ayah dengan air mata yang kembali berderai.“Sudah cukup kamu bikin Ayah malu, Jingga. Sekarang kamu harus terima apapun keputusan Ayah, ini untuk kebaikan kamu juga, untuk nama baik keluarga kita.”Pernikahan yang sudah direncanakan dengan matang itu akhirnya terjadi dengan mempelai pria yang tidak seharusnya menjabat tangan ayahnya Jingga. Dalam satu hari Awan menikahi dua wanita, itu jelas bukan keinginannya.Biasanya akad nikah itu dibarengi dengan tangis haru bukan tangis pilu seperti ini. Jingga pasrah karena merasa hidupnya juga sudah tidak berarti lagi setelah ditinggalkan begitu saja oleh calon suaminya di hari pernikahan mereka.Tidak ada yang bisa tahu seperti apa perihnya luka hati Jingga, sesaknya rongga dada wanita itu saat menghadapi kenyataan pahit yang menyiksa.“Ji, gue balik dulu ya. Welly pasti nungguin gue.” Awan menatap Jingga yang masih diam seribu bahasa.Karena tidak ada sahutan, Awan berjongkok di hadapan wanita itu mencubit pipi Jingga hingga memerah.“Aish! Sakit, Wawan!” sungut Jingga sambil mengelus pipinya.“Awan! Seenak jidat lo ganti nama gue. Gue balik ya, jangan pergi kemana-mana. Nggak usah mikirin si bangs*t itu, ntar gue cari dia sampe dapet terus kita keroyok.” Ia mencoba menghibur Jingga dengan cara tidak biasa.Awan tidak bisa berlama-lama disana, ia tidak tega meninggalkan Jingga tapi disisi lain ia juga harus kembali pada Welly yang sempat ditinggalkannya di rumah. Awan dan Welly baru saja melaksanakan akad tadi pagi dengan acara sederhana tanpa resepsi mewah seperti yang ada di kediaman Jingga saat ini.“Ji, gue lihat calon suami lo di sini.” Rindu menghubungi Jingga membuat wanita itu merasa bahagia bercampur nelangsa.Bahagia karena mendengar soal calon suaminya yang sulit dihubungi dari pagi tapi ia juga nelangsa kala mengingat dirinya sekarang sudah menjadi istri orang.“Gue kesana sekarang.” Masih dengan memakai gaun pengantinnya Jingga pergi diam-diam agar tidak ada yang menahannya.Jingga terpaku saat berada di lokasi yang dikirimkan oleh Rindu, ia baru menyadari saat ini dirinya berpijak di depan gerbang pemakaman. Dengan kakinya yang gemetar Jingga menyeret langkah menuju orang-orang berpakaian putih yang mengelilingi pusara yang tanahnya masih basah.“Syaqila ….” Tangis pilu seorang wanita terdengar di telinga Jingga saat ia sudah berada di belakang orang-orang itu.“Anak kita sudah tenang disana, sayang. Ikhlaskan.”Hati Jingga mencelos mendengar suara itu. Suara yang amat dikenalinya namun sayang ia belum bisa melihat wajah lelaki itu untuk memastikan jika ia tidak salah orang. Tubuhnya masih terpaku bahkan saat orang-orang sudah meninggalkan pusara itu, mereka bahkan menatap heran pada pengantin yang tidak seharusnya ada di sana.“Dipta, ayo bawa istrimu pulang.”“Mas Dipta ….” Jingga bergumama dengan bibir bergetar, matanya memanas dengan buliran bening yang berjatuhan.Tubuhnya tersungkur saat tungkainya semakin lemas tak mampu menahan bobot tubuhnya sendiri.Hati Jingga remuk redam, tidak hanya hatinya yang hancur, hidupnya juga sama hancurnya karena ia tahu lelaki yang dua tahun bersamanya ternyata memiliki istri dan juga anak. Ia merasa menjadi wanita paling bodoh karena tidak mengetahui hal sebesar itu. Antara Jingga yang memang terlalu bodoh atau Dipta yang pintar menyembunyikan fakta tentang kehidupannya.Dipta berdiri. Tubuhnya menegang saat berbalik dan mendapati Jingga yang tidak jauh dari tempatnya.“Jingga ….” Lelaki itu bergumam tanpa suara.“Siapa dia? Datang ke pemakaman memakai baju pengantin.”“Gue tahu lo kecewa sama Mama. Lo beneran nggak mau nemuin Mama?” tanya Bisma.“Daripada gue marah-marah ke Mama mending nggak dulu.” Bian masih merasakan kekecewaan yang mendalam.“Sekarang Mama nggak pura-pura lagi, gue sendiri yang nemuin dokternya. Mama bener-bener kena stroke.”Bukan Bian yang kaget tapi Aini yang membuka mulutnya dengan lebar saking kagetnya mendengar kabar soal ibu mertuanya. Kemarin mereka menganggap Bu Liana itu pura-pura tapi nyatanya memang terkena serangan jantung hingga membuatnya terkena stroke.Bukan hanya tidak bisa berjalan, Bu Liana juga tidak bisa bicara sama sekali.“Mas, kita lihat Mama ya,” pinta Aini, ia masih memiliki hati.“Sayang ....”“Mas, aku nggak mau kamu terus menjauhi Mama. Mungkin dengan kejadian ini Mama menyadari apa yang pernah diperbuatnya itu sebuah kesalahan. Aku nggak mau kamu jadi anak durhaka, Mas.” Aini menatap sang suami dengan mata berkaca-kaca.Aini sudah menganggap Bu Liana sebagai ibunya meski perlakuan Bu Liana jauh da
“Mama kok bisa di sini?” Aini langsung berdiri menghampiri ibu mertuanya yang ada di ambang pintu, duduk di kursi roda.“Mama sudah keluar dari rumah sakit dan mau melihat Lyla,” ujar Bu Liana tapi pandangan matanya menghunus pada Nella yang tidak kalah tajam menatap Bu Liana.“Bukannya dokter bilang kalau Mama-”“Mama nggak tenang kalau ada di rumah sakit takutnya kamu didatangi orang bermuka dua ini,” potong Bu Liana tanpa mengalihkan pandangan dari Nella.Nella menyeringai, ia tahu Bu Liana kini mulai melakukan permainannya. Nella tidak akan langsung masuk tapi mengambil ancang-ancang.“Mbak Ai, kalau begitu aku permisi dulu ya. Lain kali aku main lagi,” pamit Nella.“Loh, kenapa?”“Bawaannya panas di sini. Ada yang terbakar tapi bukan api,” ucap Nella dengan senyum penuh arti, ia beralih pada Lyla yang sibuk dengan mainannya, “Lyla, Tante pulang dulu ya. Nanti main lagi ke sini.”“Tante, Lyla masih mau main
"Mas, ayo kita lihat Mama.""Kamu di sini aja, biar Mas yang kesana." Bian menahan Aini untuk tidak ikut."Tapi, Mas-""Nurut ya. Besok baru kamu boleh nengokin Mama. Aku juga sekalian ke pasar habis dari rumah sakit jadi kami mending nggak usah ikut.""Ya udah, semoga Mama nggak kenapa-kenapa."Aini merasa khawatir pada ibu mertuanya. Meskipun Bu Liana sering berbuat jahat tapi Aini tidak sampai hati jika harus senang atas berita yang didengarnya. Ia tetap menghormati Bu Liana sebagai ibu mertua."Mas berangkat ya." Bian langsung pergi setelah taksi online yang dipesannya datang.Alamat rumah sakit sudah dikirimkan oleh art Bu Liana. Bian mengubah tujuan langsung ke rumah sakit, terpaksa ia harus memesan mobil itu sampai nanti pulang lagi karena tidak ingin ribet apalagi harus menunggu lagi. Bian pun tidak akan lama di rumah sakit, hanya melihat kondisi ibunya setelah itu pulang."Nyonya di dalam, dari tadi men
POV Author“Aish! Kenapa juga aku harus memohon kayak gini, macam nggak ada cowok lain.” Nella melemparkan ponselnya sembarang arah lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Ia baru saja membaca ulang pesan yang kemarin malam dikirim pada Bian.Menjatuhkan harga diri, pikir Nella.Nella bukan wanita yang haus akan cinta, ia memang marah dan kecewa saat tahu ternyata ibu mertuanya itu menipunya metah-mentah. Mengatakan jika Bian tidak pernah menikah padahal nyatanya sudah menikah bahkan memiliki anak dari Aini.Tidak hanya marah pada Bu Liana tapi pada Bian dan juga Aini karena merasa dibohongi, ia merasa seperti orang bodoh karena hanya ia sendiri yang tidak tahu soal fakta besar ini.Setelah tahu fakta, Nella menurunkan orang kepercayaannya untuk mencari tahu soal apa yang terjadi sebenarnya, apakah memang kesengajaan. Nella tidak mau salah membenci orang.Tidak bisa dipungkiri jika ia merasa nyaman bersama dengan Bian tapi bicara
“Tadi pas aku lewat denger suara orang nangis, aku kira Lyla yang nyariin Mbak Ai ternyata aku salah,” jawab Mas Bian sambil tertawa.Aku pikir dia akan membongkar semuanya.“Salahnya apa?”“Ternyata Mbak Ai yang nangis.”Ya ampun, kenapa Mas Bian malah mengatakan itu.“Terus kamu nyelonong saja begitu? Ih, nggak sopan banget sih. Mbak Ai pasti marah.”“Tadi saja aku langsung diusir, aku hanya khawatir Lyla kenapa-napa.”“Syukurlah kalau Lyla nggak apa-apa. Tapi kamu itu bikin malu, Mas. Main masuk ke kamar orang saja.”Sekarang bisa bernapas lega saat mendengar suara langkah kaki mereka menjauh. Salahku memang karena lupa mengunci pintu kamar, besok malam aku harus mengunci pintu agar Mas Bian tidak main masuk ke dalam kamar dan kepergok seperti tadi, untung saja Bu Nella percaya kalau tidak akan semakin bahaya.Aku bangun lebih pagi berniat membersihkan halaman belakang setelah selesai memasukkan semu
“Sayang.”aku berjengit mendengar suara Mas Bian. Menoleh menatapnya menyembulkan kepala di celah pintu kamar mandi.“Kenapa, Mas?”“Kalau mau pesan makan sekalian kopi ya.”“Ya ampun, kamu cuman mau bilang itu doang keluar kamar mandi?” Aku geleng-geleng kepala dengan tingkah Mas Bian.“Iya.” Dia menjawab sambil tersenyum lebar lalu masuk lagi ke dalam kamar mandi.Dia tidak menyadari raut wajahku jadi tidak khawatir. Biarkan nanti Mas Bian membaca sendiri pesan dari Bu Nella. Aku jadi penasaran bagaimana reaksi Mas Bian nanti. Apa dia akan mengikuti keinginan Bu Nella atau tetap dengan pendiriannya untuk tidak ikut campur lagi dengan urusan ibu mertua.Tapi mendengar sampai membawa-bawa hukum, ngeri juga sebenarnya. Tapi jika memang Bu Nella dan keluarganya merasa tertipu itu hal wajar, aku saja marah saat Mas Bian diberitahu kalau aku sudah meningga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen