LOGINDalam perusahaan Gama Buana.
"Selamat pagi pak" Sapa semua karyawan tampak sopan kala melihat sang atasan melewati mereka. Ardian Zello Kalandra, CEO sekaligus pewaris utama Gama Buana, siapa yang tidak takhluk dengannya. Apalagi kepulangannya saat ini ke tanah air sudah di gadang gadang akan memberikan ide ide yang lebih baik, sebelumnya dia memilih tinggal di luar negeri dan mengurus perusahaan cabang. "Pak Ardian ternyata ganteng banget ya" Puji para karyawan wanita yang terpukau akan pesona Ardian. Semua karyawan yang mengantri lift mendadak buyar dan memberikan jalan terlebih dahulu untuk Ardian. "Jangan berharap lebih, kita iku bagai remahan rempeyek yang udah melempem. Pak Ardian bagai bongkahan berlian" "Apalagi katanya pak Ardian udah nikah sama pacarnya" Bisik bisik para karyawan itu masih saja berlanjut meski Ardian sudah berlalu. "Eheemm.. Sepertinya pekerjaan kalian terlalu senggang. Baiklah saya akan kirim pekerjaan tambahan untuk kalian" Ujar Kevin, pria dengan tubuh tinggi sedikit kurus dengan kulit sawo matang dan rambut yang rapi. "Maaf pak" Semua berhamburan kembali ke tempat masing masing dengan ekspresi ketakutan. Di dalam kantor CEO. "Ini jadwal anda hari ini pak, demikian juga dokumen yang harus anda cek" Jelas Kevin memberikan dokumen juga ipad berisi jadwal di depan Ardian. Kevin merupakan asisten Ardian sejak di luar negeri, kini dia juga mengikuti Ardian kembali ke tanah air. "Hmmm" Ardian mulai memakai kacamatanya, yang berarti dia sudah bersiap untuk bekerja. "Ini beberapa vendor pilihan saya, juga ada catering dan souvenir yang bisa bapak pilih" Kevin memberikan segala laporannya. "Tak di perlukan lagi" "Bukannya anda hendak menggelar pesta pernikahan dengan nona Tamara pak?" "Jangan bahas dia lagi" "Baik pak" Kevin mengambil kembali laporan yang sudah dia susun rapi itu. Membuangnya asal di tong sampah. Kevin masih menerka nerka kiranya apa yang sudah Tamara lakukan sampai membuat Ardian demikian? "Kevin" Panggil Ardian kembali. "Iya pak," "Cari tahu gadis ini" Ardian menyodorkan foto Lea di dalam ponselnya. "Ini?" "Namanya Lea. Cari tahu semua soal dia" "Baik pak" Kevin mulai kembali berfikir keras. Siapa lagi yang membuat masalah dengan Ardian? Bahkan seorang gadis berani bermain main dengan sosok Ardian. Siang hari... Kevin sudah membawa semua data data soal Lea. "Namanya Lea mahena daniazara" "Saya sudah tahu. Berikan informasi lain" Sela Ardian tak menerima hanya laporan pengenalan saja. "Baik pak. Lea tercatat memiliki suami bernama Ardian Zello Kalandra, entah kenapa namanya sangat mirip dengan anda pak. Mungkin orang tuanya sangat terinspirasi dari anda" "Lanjutkan" "Seorang yatim sejak kecil, tinggal dengan ibunya di desa, namun tak lama ibunya juga meninggal. Dia Ke ibu kota dan bekerja di Gama Buana pusat. Ya, disini pak. Sebagai... Karyawan di bagian desain" Kevin menjeda ucapannya. "Hari ini dia masih cuti menikah, dia juga memiliki mantan kekasih bernama Arman, namun sudah putus kala hendak menikah" "Cukup!" Tahan Ardian. "Kembalilah bekerja, biar saya baca sendiri" "Baik Pak" Kevin memberikan laporan pada Ardian. Namun dia kembali dengan kebingungan yang menggebu gebu, siapa sebenarnya Lea? Juga siapa Ardian Zello? Apakah ada dua Ardian yang sama? Kevin sampai menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal karna berfikir yang baginya sangat membuat pusing. "Lea.. Kamu kerja disini? Menarik" Ardian memandang laporan yang berisi tentang sang istri. Memang pernikahannya dengan Lea belum di ketahui banyak orang, yang mereka tahu adalah Ardian pulang ke tanah air dan hendak menikah dengan sang kekasih yang sudah lama menjalin hubungan dengannya. ~~~**~~~ Sore hari.. Lea pulang dengan perasaan yang lega, cukup bermain dengan Gisel juga memanjakan perutnya dengan makanan. Sudahi ia yang harus mengatur keuangan dan berhemat demi bisa membantu Arman, kini dia bahkan bisa makan apa saja dengan uang pemberian Ardian. Baru saja dia melangkah kaki masuk ke rumah besar Gama. "Bagus ya. Main nggak tahu waktu!" Tegur Tamara melipat tangan di dada dengan tatapan yang tajam. "Ini masih sore bu" Jawab Lea masih sopan dengan sang ibu mertua tirinya itu. "Siapa yang kamu panggil ibu? Saya tidak sudi!" Bentak Tamara, sungguh sangat berbeda wajahnya saat di depan pak Gama. "Lalu harus panggil apa? Mommy? Kakak? Cici?" "Diam kamu!" Tamara semakin kesal dengan gadis tengil di depannya. Gadis yang menjadi menantu tirinya, juga gadis yang merebut status yang ia dambakan. "Ardian kerja, harusnya kamu urus rumah. Bukan malah kelayapan sampai sore" Imbuh Tamara kembali mencari bahan. "Disini bukannya ada asisten rumah tangga? Emang Ardian udah nggak sanggup bayar?" Tamara hendak melayangkan tangannya, namun pak Gama tiba tiba keluar dari dalam. "Ada apa? Kenapa gaduh?" Tegur pak Gama mendekati mereka. "Ini mas, aku cuma negur Lea. Biar dia tidak pulang sore sore, seharusnya dia menyambut Ardian pulang bekerja bukan? Aku hanya mengajari dia menjadi istri yang baik" Jelas Tamara panjang lebar dengan penuh dusta dan bibir manis. "Haiiisshh" Lea memutar bola matanya malas. "Mama kamu hanya berniat mengajari kamu Lea, mohon jangan tersinggung ya" Pak Gama tersenyum ke arah sang menantu. "Atas dasar apa dia berani negur dan memberi pelajaran pada istriku?" Suara Ardian tiba tiba memecah ketegangan. "Ardian, bukan begitu. Aku hanya mengajarkan Lea menjadi istri yang baik" Jelas Tamara. "Dia sudah baik di mataku, jadi tidak haus validasi harus baik di depan orang lain" "Tapi dia harus bisa urus kamu, urus rumah" Tamara masih mencoba membandingkan dirinya dengan Lea. Berharap Ardian akan berbalik ke dia. "Aku masih sanggup bayar asisten rumah tangga. Tak perlu merepotkan istriku untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Ayo Lea" Ardian menggandeng Lea masuk ke dalam kamar. Sesampai di kamar Ardian langsung melepas pakaian asal, menarik dasinya dan membuang asal ke lantai. "Lain kali jangan mengalah atau hanya diam!" Kesal Ardian. "Aku udah balas.. Tapi ibumu itu menyebalkan!"D "Dia bukan ibuku, dia istri papaku" 'Ya kan sama aja.. Dasar pria kampreeet!' umpat Lea dalam hati. "Iya iya.. Istri papamu tadi nyebelin" Lea mengalah saja daripada berdebat dengan Sang donatur utamanya. Ardian berlalu masuk ke dalam kamar mandi, segera membersihkan tubuhnya yang sudah letih bekerja seharian. Tak berselang lama Ardian keluar hanya dengan menggunakan handuk putih yang melilit di pinggangnya. Air yang bahkan belum sepenuhnya kering, rambut yang setengah basah, bahkan perut yang memiliki otot menonjol benar benar membuat Lea menelan ludahnya. 'Kamulah makhluk Tuhan paling seksi.. Paling seksi sekali' bacanya pake nada. "Tutup mulutmu" Tegur Ardian yang melihat Lea menganga. "Mataku ternoda" Balas Lea. Ardian berjalan santai ke arah lemari besarnya sambil memilih pakaian. "Bukannya kamu sudah melihat semuanya? Bahkan kamu suka sekali membelainya" "Diam! Jangan inget inget kesalahan terbesar ku!" Lea menunjuk Ardian dengan jari telunjuknya. Ardian menarik handuk yang ia pakai lalu melemparnya ke arah wajah Lea. "Ardiaan...!" Pekik Lea kesal. Sedangkan Ardian memakai pakaian dengan sangat santai. "Kenapa? Kamu menginginkan tubuhku lagi? Aku tidak keberatan" Senyum tengil Ardian. "Nggak! Burung gak tahan lama aja tarifnya mahal banget" Cibir Lea. Ardian langsung menatap tajam ke arah Lea, berjalan pelan namun pasti. Entah setiap langkah Ardian seperti sebuah ancaman bagi Lea. "Apakah kamu ingin mencobanya? Tahan lama atau tidak. Kamu rasakan sendiri" "Nggak nggak" Lea menggelengkan kepalanya. 'Duuh tenangin rahim kamu Lea.. Meski lo pengen banget dapat bibit pulen dan premium gini buat anak lo, tapi inget harganya nggak ngotak. Lo mau cari pesugihan dimana buat bayar cowok di depan lo!' batin Lea.Di perusahan Gama Buana. Kini Lea sedang harap-harap cemas, berkali-kali dia mengangkat tubuhnya, menunggu panggilan dari HRD. "Lo kenapa si Le? Pantat lo bisulan?" Heran Gisel karna melihat tingkah sahabatnya. "Gue lagi siap-siap angkat kaki Sel" "Iya iya.. Nyonya bos mau ongkang-ongkang kaki di rumah, duit ngalir" "Enak aja, gue kemarin udah bikin Ardian marah" Bisik Lea. "Lo cari masalah si Le, nggak tahu apa dia itu donatur utama lo, sumber duit Le" "Iya gue tahu, tapi gimana lagi." "Emang lo apain?" "Gue mau jitak dia" Lea berbisik kembali, satu kata saja sudah membuat Gisel menganga. "Trus gue suruh dia bikin nasi goreng cumi malam-malam, dia aja belum ganti baju. Tapi.. Gue malah tidur" Imbuh Lea. "Parah lo Le.. Parah" Gisel menggelengkan kepalanya. "Mana dia bilang kalo di kantor gue itu tetep karyawannya" "Udah, end lo. Buruan beresin barang-barang lo" Gisel justru membantu Lea mengemasi. "Gisel.. Kenapa lo malah bikin gue takut" Belum selesai apa yang me
"Sial..!" Kesal Tamara kala mendapat penolakan terang-terangan dari Ardian. Apalagi kala dia melewati kamar mereka terdengar suara lenguhan Lea yang membuat dirinya semakin terbakar. "Aku saja belum pernah merasakan tubuh Ardian, tapi kenapa justru gadis desa dan udik itu yang rasain" "Aku harus ambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku!" Ia mulai merencanakan kembali untuk membuat Lea berpisah dengan Ardian. "Jika Ardian peduli sama kamu karna anak itu, maka aku akan buat anak itu lenyap. Kita lihat, apa Ardian masih mau dengan wanita yang membunuh anaknya sendiri?" Tamara kembali melengkungkan senyum kejahatan. Tamara mulai mengupas sebuah nanas muda, tanpa mencucinya bahkan langsung membuatnya menjadi jus. "Kita lihat Lea. Apa kamu bisa bertahan! Hanya aku yang boleh jadi ibu anak-anak Ardian. Kamu sama sekali tidak pantas!" Tamara mengangkat gelas itu tinggi tinggi. Dengan keterampilannya memasak, Tamara berhasil membuat jus nanas muda itu menjadi minuman yang sam
Uhuuk uhuukk... Suara Ardian yang terbatuk. "Kamu sakit?" Cemas Lea memandang pria tampan di depannya kini. Wajahnya benar-benar lelah dengan bibir pucat. "Pasti karna semalam kamu hujan-hujanan" Imbuh Lea memeriksa suhu tubuh Ardian dengan menempelkan telapak tangan di dahi Ardian. "Boleh aku tidur sebentar?" "Tidurlah" Lea mengangguk. "Tidak jadi" Ardian menggelengkan kepalanya. "Kenapa? Bukannya kamu nggak enak badan?" "Pasti kamu nanti kabur lagi" Sindir Ardian. Lea membelalakkan matanya, tak menyangka dengan sisi unik Ardian. "Tergantung" "Ya udah, nggak usah tidur. Uhuuk uhuuuk" Kembali Ardian terbatuk. "Istirahat lah. Aku akan menjagamu disini" "Kamu... Anggap aku kayak tahanan!" Kesal Lea. Ardian hanya menghela nafas berat, dia sama sekali tak memiliki tenaga untuk berdebat dengan Lea. "Ngapain pake huufftt gitu? Kesel sama aku?" Cecar Lea. "Aku cuma nafas" "Nggak, jelas-jelas kamu tadi kesel sama aku" Ardian menggendong kembali Lea tanpa aba-aba, mele
Setelah di rasa lebih tenang, kini Lea kembali bisa duduk membuka ponselnya yang sejak semalam dia matikan. Banyak sekali panggilan dan chat dari Ardian. "Dia hanya khawatir sama anaknya, bukan sama gue" Gumam Lea kesal. "Sama aja Lea, dia juga khawatir sama elo sama bayi elo" Ujar Gisel menjadi penengah. "Dia itu mau ambil anak gue Sel" "Nggak akan bisa Lea, gue disini sama elo. Gue bisa call om gue yang pengacara, biar bantu hak asuh anak lo nanti kalo lahir" "Gisel.. Lo baik banget sama gue" Lea kembali memeluk sahabatnya itu. "Mendingan kalian selesain dulu deh, kasihan dia di depan semalaman" Lea mengangguk, perlahan dia berjalan keluar, memastikan Ardian masih ada di depan kontrakan Gisel. Benar saja Ardian berdiri dengan bersandar di mobil, menentang sinar matahari yang sudah mulai terik. Pandangannya masih fokus ke arah kontrakan Gisel. "Mas! Sejak semalam saya perhatiin disini? Mau ngintipin anak kost saya? Mau buat jahat?" Tuding ibu kost memarahi Ardian. "
"Kenapa dia keras kepala sekali?" Ardian benar-benar tidak bisa fokus untuk bekerja. Semua fikirannya terarah pada Lea dan calon anaknya. "Pak.. " Kevin datang dengan nafas tersengal-sengal. "Apa kau tidak bisa ketuk pintu!" "Maaf pak, tapi ini urgent" "Katakan! Jangan membuatku mengirimmu ke Afrika" "Bu Lea tidak ada di rumah sakit" "APA!" Ardian langsung saja berdiri. "Sial" Umpatnya menyambar ponsel juga jasnya dengan singkat. Ia berjalan cepat segera mencari keberadaan Lea dimana. Suasana malam yang gelap di temani dengan hujan yang mengguyur kota membuat Ardian semakin kelabakan. Fikirannya benar-benar kacau seakan di obrak-abrik oleh Lea. "Lea.. Kamu dimana?" Pandangan Ardian mengedar ke semua arah, samar-samar dalam guyuran hujan ia berharap melihat Lea. "Lea... " Gumamnya kembali memukul setir kemudi dengan kesal. Di saat inilah dia baru sadar jika dia tidak mengenal dekat Lea. Bahkan tempat-tempat yang biasa di datangi Lea saja dia tidak tahu, yang dia tahu hany
Di dalam ruang kesehatan perusahaan Lea terbaring lemas di temani Gisel di sampingnya yang terus memberikan aromaterapi berupa minyak kayu putih. "Lea.. Bangun, jangan buat gue panik" Gumam Gisel. Wajah cantik Lea kini sudah pucat, dengan bibir yang kering. Matanya masih terpejam dengan damai, tak terusik dengan suara berisik di sekitarnya. Braakk... Ardian membuka kasar pintu ruang kesehatan itu, tak memperdulikan Gisel disana. Dia langsung menepis Gisel, menggendong tubuh Lea dalam pelukannya. "Cepat ke rumah sakit" Ujarnya pada Kevin. "Ta.. Tapi" Gisel ingin menahan. Namun dia sadar jika dia di hadapkan oleh seorang CEO juga suami sah Lea. Tangan Gisel hanya menggantung, demikian dengan ucapannya juga. Kevin bergegas begitu cepat, mengarahkan jalan lajur belakang demi menghindari desas-desus di perusahaan nanti. Lea masih tampak lemas dengan memejamkan mata, dahinya sudah basah oleh air keringat padahal di dalam mobil sudah ada AC yang menyala. Ardian menyeka ke







