Kresna terdiam, tidak ada sedikitpun keinginan hatinya untuk menarik tangan sang suami dan berkata, "aku enggak mau bercerai." Justru, Kresna merasa aneh dengan perasaannya sekarang. Seperti tidak masalah jika harus berpisah dengan Rendra. Toh, Kresna tidak pernah merasa cemburu pada laki-laki itu, yang artinya Kresna enggak cinta, kan? Bagi Kresna, Rendra adalah suami yang harus dihormati, dilayani, tapi untuk mencintainya Kresna rasa tidak. Bukan karena Rendra tidak baik, hanya saja Kresna juga bimbang tentang perasaannya saat ini. "Assalamu'alaikum." Suara manis, membuat Kresna yang menunduk beralih menatap ke depan. Dilihatnya seorang perempuan perempuan melangkah masuk. Tessa tampak melukis senyum, perempuan berbaju cerah itu juga mengangkat kresek putih yang entah apa isinya. Warna kuning apa dia membawa .... "Tada!" seru Tessa, "aku bawa kesukaan Kakak yang kuning-kuning, ayo tebak apa?" Madu Kresna itu berjalan perlahan mendekati. "Apa, celana dalam renda?" jawab Kresna
"On!" tegas Tessa mulai jengah dengan perjalanan yang entah kenapa tidak ada hentinya. "Iya, Mbak." Tessa menepuk bahu Oni yang sedang menyetir. "Sebenarnya, kamu tahu club di kota ini atau enggak, sih? Perasaan kita kok malah muter-muter?" Oni tidak menyahut. Ada rasa khawatir mengingat permintaan majikannya untuk ke club. Oni merasa itu bukan hal yang tak baik. "Kalau boleh tahu, kenapa Mbak ingin ke club?" "Mau minum, menenangkan diri sendiri," sungut Tessa sekenanya, karena kini yang ada di pikiran Tessa nyaris hanya seputar ingatan tentang bagaimana Kresna berbicara tadi. Sangat menyakitkan karena seperti sebuah hinaan. Sekali lagi, Tessa tidak percaya, Kresna bisa bicara begitu. "Kalau Mbak ingin menenangkan diri, sebaiknya Mbak pergi ke tempat yang tenang. Mungkin taman atau tempat-tempat yang sejuk," usul Oni dengan nada santai. Tidak ada satu kata pun yang terucap dari mulut Tessa. Seolah enggan untuk menjawab. Tidak ada tempat yang menenangkan bagi Tessa, dari dulu ha
"Mas?" Tessa menatap heran melihat sang suami yang sudah berada di rumah. Laki-laki itu tampak menunduk, sambil memegangi kepala. Rendra mendongkak. "Tessa?" "Mas kenapa?" Tessa menghampiri lalu duduk di samping Rendra. "Kamu dari mana?" tanya Rendra. "Aku ... aku jalan-jalan sebentar sama Oni," jawab Tessa jujur. "Mas kenapa?" Tessa bertanya sambil mengelus bahu Rendra. Tanpa mengatakan apa-apa, Rendra menyodorkan sebuah kertas berisi tulisan tangan. Tessa yang merasa bingung mengalihkan tangan untuk meraih surat itu lalu membacanya. Isi tulisan itu: Untuk Mas Rendra,Aku sangat menyesal sudah berbohong selama ini. Aku sudah berusaha untuk mencintaimu, Mas. Tapi, ternyata aku enggak bisa. Aku masih mencintai Alando. Aku melakukan kesalahan karena berpura-pura selama ini. Sekarang, aku paham, kenapa aku tidak cemburu dengan pernikahan poligami ini. Aku minta maaf, dan aku meminta untuk bercerai. Pernikahan ini tidak sehat, karena kalau terus dilanjutkan aku takut menyakiti pe
Kresna terkejut saat mendapati suaminya sudah ada di depan gerbang rumah. Sudah satu minggu sejak perceraian mereka dan kini kembali Rendra datang setelah dia mengatakan tidak ingin bertemu Kresna lagi. "Ada apa Mas ke sini?" "Apa maksud kamu, Sayang? Tentu saja Mas mau jemput kamu." Penuturan Rendra membuat dua alis Kresna nyaris menyatu. Perlahan Kresna menutup gerbang. "Kenapa? Bukannya ...." Kresna diam, saat menyadari kejanggalan di mobil suaminya. "Hm, kenapa, Kresna, Sayang?" Untuk beberapa detik, Kresna berusaha mencerna apa yang saat ini dilihatnya. "Kenapa diam, kita pulang, yuk!" Pulang? Kresna semakin merasa aneh, kenapa Rendra mengajak pulang? Padahal mereka sudah sepakat perihal rumah. Kresna mengambil rumah yang diberikan Rendra, namun tidak menempati rumah tersebut karena Kresna memilih untuk menjualnya. "Ayo!" Kresna yang menaruh curiga justru semakin penasaran dan mengiyakan keinginan suaminya. Namun, sebelum turun Kresna mengirim pesan singkat pada Tessa,
Tepatnya dua jam sebelum Tessa terbangun tadi, di suatu tempat, tempat yang sepi, di sebuah gubuk seorang lelaki tengah bersama dengan perempuan yang ia cintai.Mata lelaki itu langsung membola. Meski tubuhnya kini sudah terasa kaku dan tidak mampu untuk bergerak, tapi Rendra masih bisa melihat jelas siapa sosok wanita yang ada di depannya kini. Bau anyir yang menyeruak tercium sempurna oleh dirinya. Tubuh Rendra sudah babak belur, belum lagi dirinya yang masih dipegang dua laki-laki berotot di sisi kiri dan kanan. Rendra sudah tidak sanggup, sendi-sendi rasanya sudah mati rasa."Ku mohon ..., jangan ...." Dengan lemah Rendra memohon pada laki-laki di hadapannya. Nyeri di sekujur tubuh tidak ia hiraukan saat dengan paksa dua laki-laki di sampingnya melempar tubuh Rendra."Ena ...." Dengan napas terengah-engah, lelaki itu berusaha meraih tangan wanita yang sangat ia cintai.Kresna berada di hadapan Rendra, tak sa
Ah, sungguh Tessa tidak bisa menahan sesak di dada. Air mata jatuh seiring perih yang semakin menjalar di hatinya. Tessa khawatir suaminya berkhianat, Tessa ingin pernikahan normal, tidak harus berbagi seperti ini. Kresna yang sering menguatkan Tessa kini sudah menyerah. Tessa tidak tahu harus membuat apa, di saat pikiran-pikiran negatif membayangi dirinya seperti sekarang.Perempuan berbaju tidur itu memilih untuk bangkit dari ranjang, kemudian melangkah menuju box bayi. Tampak putra kecilnya yang sedang tidur lelap.Hatinya seketika terenyuh. Demi Askilah dirinya mempertahankan pernikahan ini. Namun, hatinya tidak bisa dibohongi, perih seringkali menghampiri. Tidak kuat dirinya harus terus berpura-pura menerima. Ya, berpura-pura, Tessa merasa berpura-pura ikhlas, padahal sebenarnya ... siapa yang rela berbagi suami?Wajah yang indah dengan bentuk yang mirip dengan Rendra, membuat hati Tessa semakin merepih, teringat dirinya pada Rendra.
"Oni? Oni enggak ada di sini, Sayang." Rendra hendak meraih tekuk leher Tessa. Namun, dengan sigap perempuan itu menepisnya."Maaf, Mas, aku enggak bisa." Bayang-bayang tentang Rendra yang selingkuh dengan Kresna malah menghampiri pikiran Tessa, membuatnya enggan melayani sang suami."Lho, kenapa, Sayang?""Enggak, Mas, enggak apa-apa. Aku mau mandi, gerah," jelas Tessa lalu beranjak dari tempat tidur.Sang suami dibuat menyatukan dua alis oleh tingkah Kresna. Sungguh, dia tidak mengerti ada apa dengan Tessa. Dengan perasaan acuh tak acuh, laki-laki itu memilih duduk sambil mengamati kamar bernuansa warna putih biru.Sementara itu, Tessa menatap dirinya di cermin, betapa mimpi yang buruk. Semalam Tessa memeluk siapa? Apa benar yang terjadi semalam adalah mimpi?Sungguh seperti nyata. Apalagi ingatan tentang Rendra yang berselingkuh. Laki-laki itu berbohong tengah dalam bahaya. Iya, bahaya kalau sampai Tess
Ah, sungguh Tessa tidak bisa menahan sesak di dada. Air mata jatuh seiring perih yang semakin menjalar di hatinya. Tessa khawatir suaminya berkhianat, Tessa ingin pernikahan normal, tidak harus berbagi seperti ini. Kresna yang sering menguatkan Tessa kini sudah menyerah. Tessa tidak tahu harus membuat apa, di saat pikiran-pikiran negatif membayangi dirinya seperti sekarang.Perempuan berbaju tidur itu memilih untuk bangkit dari ranjang, kemudian melangkah menuju box bayi. Tampak putra kecilnya yang sedang tidur lelap.Hatinya seketika terenyuh. Demi Askilah dirinya mempertahankan pernikahan ini. Namun, hatinya tidak bisa dibohongi, perih seringkali menghampiri. Tidak kuat dirinya harus terus berpura-pura menerima. Ya, berpura-pura, Tessa merasa berpura-pura ikhlas, padahal sebenarnya ... siapa yang rela berbagi suami?Wajah yang indah dengan bentuk yang mirip dengan Rendra, membuat hati Tessa semakin merepih, teringat dirinya pada Rendra.