Nick menginjak pedal gas semakin dalam, kemacetan memang sudah menjadi makanan sehari-hari meski malam telah cukup larut. Mengingat Bali adalah salah satu tempat wisata yang cukup ramai dikunjungi turis, ditambah lagi dengan café atau bar yang terus bertambah membuat Bali kian padat.
Kepadatan tidak bisa lagi dihindarkan karena malam adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk bersenang-senang di café ataupun bar yang ada, asyik bercengkerama dengan teman ataupun kenalan baru dengan niat nakal.Ya, kehidupan Bali yang terbilang bebas membuat banyak wanita nakal berseliweran di tempat yang berhubungan dengan dunia malam, siap untuk menggoda dan menggaet bule-bule kesepian yang berdompet tebal.Bule yang siap mengeluarkan banyak uang hanya untuk memuaskan hasrat mereka.Bule yang siap mengeluarkan uang hanya untuk kesenangan satu malam saja.Wajar jika kepadatan itu membuat Nick kesulitan untuk mempercepat laju kendaraannya ke batas maksimal. Menyadari betapa laJawaban Claire sempat membuat Levin terpaku sejenak. Berkelahi? Sejak kapan putranya yang cerdas dan penurut berubah jadi berandalan? Bukankah selama ini Revel selalu menjadi anak baik dan penurut? Apa yang menyebabkan putranya jadi seliar ini? Apakah sifat buruk Levin perlahan menurun pada putranya? Semoga tidak! Namun Levin tidak bisa berlama-lama tenggelam dalam rasa kagetnya karena Claire sudah melesat pergi hendak meninggalkannya. “Aku akan antar kamu, Claire!” Sepanjang perjalanan hanya ada hening. Claire terlihat gelisah. Jari jemarinya saling bertaut erat. Claire pun tidak berhenti menggigiti bibirnya, kebiasaan yang selalu wanita itu lakukan saat rasa gelisah melanda hatinya.Pelan tapi pasti, salah satu tangan Levin menggenggam tangan Claire, hendak menenangkan wanitanya dalam diam. Meski rasa penasaran sedang menggerogoti hatinya, tapi Levin tau kalau ini bukanlah saat yang tepat untuk bertanya pada Claire, jadi lebih baik bersabar. Toh, sebentar lagi m
Dua minggu kemudian…Claire membereskan barang-barang di mejanya. Waktu berlalu dengan cepat dan sekarang adalah hari terakhir Claire bekerja di perusahaan ini. Jujur, hatinya terasa berat saat harus meninggalkan ruangan ini. Ruangan yang didapatkannya dengan susah payah sejak Claire berhasil membuktikan kemampuannya dan menjadi SFE. Ruangan yang menjadi saksi bahwa sesulit apapun masalah dan gunjingan yang harus dihadapinya, tapi Claire berhasil melewatinya dan keluar sebagai pemenang. Tidak bisa dipungkiri kalau sebenarnya Claire menyukai perusahaan ini. Perusahaan yang bersedia memberinya kesempatan. Perusahaan yang membantunya disaat Claire hampir kehilangan harapan karena gagal dalam beberapa kali interview di perusahaan sebelumnya. Perusahaan yang membantu Claire saat dirinya membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan Revel yang saat itu masih ada di dalam kandungannya. Tapi hari ini, Claire terpaksa harus melepaskannya.
Keesokan harinya…Revel menatap heran keberadaan Levin di ruang tamu rumahnya. Sedangkan Claire menatap keadaan Levin sambil berdecak, kesal karena pria itu memberi contoh yang buruk pada Revel. Bagaimana mungkin Levin mabuk-mabukan dan menjadikan rumahnya sebagai tempat peristirahatan hingga putra mereka bisa melihat kelakuan daddynya? Sungguh ceroboh! “Uncle Levin?”Tidak ada jawaban. Hanya ada dengkuran lirih yang terdengar karena Levin masih asyik dengan dunia mimpi. Tidak menyadari kalau Revel dan Claire ada di dekatnya. “Uncle!” panggil Revel lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Bahkan bocah cilik itu sengaja menggoyangkan bahu Levin agar dapat menarik perhatian sang daddy! Usahanya membuahkan hasil karena Levin mulai membuka mata meski terlihat ogah-ogahan karena matanya masih terasa berat didera kantuk. “Bangun, Uncle! Ini sudah siang!” Revel terus memanggil dengan gigih hingga Levin terpaksa membuka mata, namun baru satu detik, pria i
Nick mendengarkan seluruh penjelasan Levin tanpa sekalipun menginterupsi. Memposisikan diri sebagai pendengar yang baik. Apalagi ada banyak hal yang menjadi tanda tanya baginya. Tangannya terkepal erat. Akhirnya setelah bertahun-tahun berlalu, kini semuanya menjadi jelas! Bukan hanya sekedar dugaan atau kecurigaan!Tapi ada saksi mata atas kelicikan yang dilakukan Mia terhadap Claire! Saksi mata yang menjadi bukti nyata kalau Mia memang menyusun rencana untuk menjebak Claire! Dasar wanita licik! “Kenapa kamu tidak pernah mengatakan apapun? Kenapa selama ini kamu bersikap seolah tidak mengetahui apa-apa?” selidik Nick.“Entahlah, awalnya aku berencana ingin menyelidiki apa motif Mia tanpa sepengetahuan Claire, tapi rencanaku berubah karena tanpa sadar aku terlalu fokus memikirkan cara agar dapat menaklukkan hati Claire. Namun meski begitu, aku tetap mengawasi Mia, maka dari itu saat jebakan kedua di hari pesta ulang tahun Sasha, aku berhasil menggagalkan rencana bu
Hari berlalu begitu lambat bagi Levin. Padahal belum ada satu hari dirinya berjauhan dari Revel dan Claire, tapi rasa rindunya sudah tak tertahankan! Oh Tuhan, andai mereka sudah tinggal serumah, pasti Levin tidak perlu menderita seperti ini karena bisa melihat mereka sepuasnya dan setiap waktu! Levin mondar mandir gelisah. Rasa gelisahnya membuat pria itu enggan terlelap. Jujur, matanya mengantuk, tapi tidak bisa tidur. Otaknya terasa penuh memikirkan banyak hal. Entah dorongan darimana, Levin malah menghubungi nomor Nick yang langsung diangkat pada dering kedua! Sejujurnya, Levin tidak menyangka kalau Nick akan mengangkat panggilan teleponnya secepat ini mengingat malam telah cukup larut. Satu hal yang tidak Levin ketahui adalah Nick juga tidak bisa terlelap dan lebih memilih menghabiskan waktu diluar sambil menikmati alkohol di hadapannya. Hal yang jarang pria itu lakukan tapi khusus malam ini, Nick membutuhkan alkohol untuk mengusir rasa suntuk di hatinya meski seperti
Pembicaraan kedua pria itu terputus saat mendengar suara Claire di belakang mereka.“Apa yang sedang kalian berdua bicarakan?” selidik Claire, terdengar curiga.“Nothing special. Hanya berbincang ala kadarnya.”Claire hanya mengangguk sebelum memanggil nama Revel hingga putranya itu berlari ke arahnya setelah sebelumnya mengucapkan kata ‘bye’ pada gadis kecil yang telah menemaninya bermain. “Jangan lari. Pelan-pelan saja, Sayang.”Tapi Revel terus berlari hingga beberapa langkah sebelum kaki kecilnya mencapai tujuan, bocah itu tersandung batu kecil yang tidak dilihatnya hingga jatuh tersungkur! Levin, yang melihat hal itu bergegas bangkit dan berlari menghampiri putranya. Tangan kekarnya tanpa ragu menggendong tubuh mungil Revel agar masuk ke dalam pelukannya. Setelah kembali ke kursi taman, Levin segera memastikan keadaan Revel. Ingin memastikan apakah ada luka di tubuh mungil putranya atau tidak.Wajah Revel tampak memerah karena menahan tangis dan ju