Levin mengawasi kepergian Claire dengan tatapan tajamnya, tidak menyangka kalau Claire akan semarah ini padanya. Yah, walaupun itu adalah hal yang wajar. Siapa yang tidak marah saat keperawanannya direnggut oleh pria yang tidak seharusnya? Saat sedang tidak sadar pula. Tapi itu bukan salah Levin sepenuhnya karena pria mana yang tahan jika digoda oleh tubuh telanjang seorang gadis tepat di depan matanya kan? Apalagi Claire sangat menggoda dengan lekuk tubuh yang begitu menggiurkan membuat gairah kelelakiannya bangkit seketika! Jadi Levin tidak bisa dipersalahkan sepenuhnya. Dirinya hanya mengambil apa yang Claire tawarkan meski gadis itu menawarkannya tanpa sadar! Benarkan? Tidak ada pria normal yang bisa menolak wanita cantik. Apalagi yang sedang telanjang bulat dan terbakar gairah di hadapannya, sambil mendesah pula, kecuali kalau pria itu gay! Dan Levin jelas tidak gay karena dirinya memiliki banyak bukti nyata. Bukti atas kepiawaiannya dalam memuaskan wanita. Bukti bahwa suda
Dua minggu kemudian di kampus… “Claire!” “Hei, Nick.” “Bagaimana skripsinya?” “Aman! Tinggal tunggu jadwal sidang,” balas Claire dengan senyum sumringah membuat Nick ikut tersenyum, seolah senyum gadis itu menular padanya. Nick mengacak-acak rambut Claire membuat gadis itu protes seketika. “Aduh! Kebiasaan deh! Suka banget bikin rambutku berantakan.” “Kamu sama sekali tidak berubah. Dari dulu paling kesal kalau rambutnya diacak-acak begini, tapi aku suka sih melihatmu kesal. Lucu dan menggemaskan, seperti anak kecil. Apalagi kakinya pendek, benar-benar mirip bocah!” ejek Nick membuat Claire semakin merajuk. Kesal karena dibilang pendek! “Sudah jangan merajuk, nanti aku belikan strawberry cheese cake ice cream sekotak besar,” bujuk Nick saat Claire tidak merespon ucapannya, tau pasti apa yang menjadi kelemahan sahabatnya karena sejak dulu Claire memang paling suka ice cream, terlebih strawberry cheese cake ice cream yang tidak mungkin bisa ditolaknya. “Dasar nyebelin!” sun
Rooftop kampus… “Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Claire ketus sambil melipat kedua tangannya di depan dada, wajahnya cemberut kesal. “Kenapa kamu menghindariku, Claire?” tanya Levin tanpa basa-basi. Ya, selama dua minggu ini Levin berusaha mendekati Claire, tapi wanita itu selalu bisa menghindar dengan luwes membuat Levin gemas! Padahal dirinya sudah bertekad ingin menaklukkan Claire, tapi bagaimana bisa berhasil kalau targetnya selalu menghindar kan? Jika begini terus, Levin bisa gagal sebelum bertindak! Jadi inilah yang Levin lakukan, sengaja menghadang Claire, tidak peduli meski wanita itu sedang bersama dengan Nick, pria yang tidak pernah jauh dari Claire. Setidaknya itulah yang Levin lihat setelah mengamati Claire selama beberapa minggu terakhir ini. “Aku tidak menghindar. Sejak awal kita memang tidak saling mengenal dan tidak perlu bertemu satu sama lain,” sarkas Claire. “Tapi setelah kejadian malam itu, otomatis kita sudah saling mengenal, bahkan kita sudah tidur
Pertanyaan Levin membuat Claire tersentak kaget, namun dengan cepat wanita itu menguasai dirinya dan menjawab ketus. Tidak ingin membuat Levin melihat kekacauan yang mendera hatinya hanya karena pertanyaan yang diajukan pria itu. “Jangan bicara sembarangan! Aku tidak akan hamil!” “Bagaimana kamu bisa begitu yakin? Kita melakukannya berulang kali, bahkan aku tidak pakai pengaman dan melepas benihku ke dalam rahim kamu, Claire!” Ucapan Levin membuat bulu kuduk Claire meremang. Rasa takut yang sempat dirasakannya beberapa waktu lalu kembali hadir. Padahal selama beberapa minggu terakhir Claire sudah berhasil mengenyahkannya, tapi ucapan Levin barusan membuat ketakutan Claire kembali muncul! Kurang ajar! Levin melepas cengkeramannya pada bahu Claire dan menyugar rambutnya dengan frustasi, berusaha menekan emosinya. Entah apa yang membuat Levin emosi seperti ini. Apakah benar hanya karena rasa bersalah? Atau karena Claire bersikap seolah yang mereka lewati malam itu tidaklah penting
Setelah rasa takutnya berangsur mereda, barulah Claire melangkah ke kantin, tempat dimana Nick menunggunya sambil makan dan bermain ponsel, mengabaikan sekitar. “Bagi donk!” serobot Claire tanpa rasa bersalah, mengambil alih sepiring batagor yang awalnya berada di hadapan Nick namun langsung disambar oleh Claire hingga beralih ke tangannya. Berganti pemilik dalam hitungan detik. “Kebiasaan deh! Main serobot aja. Kalau mau ya pesan sendiri donk. Lagian ini bukannya bagi, tapi ngerampok!” sungut Nick saat melihat batagornya sudah tandas tak bersisa dan beralih ke perut Claire, hanya tersisa bumbu kacangnya saja. “Ih, jadi cowok bawel banget sih? Pesan lagi aja, Nick. Sekalian aku juga mau 1 piring lagi,” pinta Claire membuat Nick terheran. “Yakin mau nambah? Biasanya kamu tidak suka dengan jajanan yang memakai bumbu kacang seperti siomay dan batagor, tapi kenapa sekarang jadi doyan?” selidik Nick, merasa heran dengan perubahan Claire yang mendadak. Bagaimana tidak heran kalau sa
Nick mendesah dalam hati. Jawaban Claire terdengar santai, namun di telinga Nick, ucapan itu terdengar seperti keluhan yang bernada sedih dan kesepian. Tidak heran kalau Nick hanya bisa menatap Claire dengan prihatin. Bersahabat sejak kecil membuat Nick tau pasti kalau hubungan Claire dengan daddy Alex cukup renggang, bahkan terlihat seperti orang asing yang tidak sengaja tinggal satu atap. Tidak terlihat seperti keluarga karena ada jarak yang memisahkan. Rumah besar yang mereka tinggali hanya ada Claire, daddy Alex, Susan yang adalah asisten rumah tangga yang sudah mengabdi sejak Claire baru lahir, dan security. Kepergian mommy Adele, mommy kandung Claire, karena kanker yang dideritanya membuat hubungan antara Claire dan daddy Alex merenggang tanpa sadar. Nick paham apa yang mendasari kerenggangan mereka, yaitu karena daddy Alex sengaja mencari kesibukan lain untuk bisa melupakan rasa sedihnya akibat kepergian sang istri tercinta, tapi sayangnya daddy Alex lupa bahwa Claire, y
“Sudahlah, karena Claire tidak ingin berurusan denganku lebih baik aku kembali menikmati hidup. Semenjak kejadian itu aku belum sempat menginjakkan kaki lagi ke klub malam untuk bersenang-senang. Bodohnya lagi saking cemasnya dengan Claire, aku berhenti mengencani wanita lain. Lebih baik nanti malam aku ke klub dan mencari wanita untuk memuaskan diri. Tidak perlu memikirkan Claire lagi. Lagipula Claire tidak membutuhkan pertanggungjawabanku dan berniat mengurus semuanya sendiri. Jadi, lebih baik malam ini aku bersenang-senang!” putus Levin. Keputusan yang didasari rasa kesal saat mengingat penolakan Claire. Pria itu baru saja membuat keputusan saat pintu kamarnya diketuk dan suara Johan terdengar dari luar kamar. “Tuan, apa saya boleh masuk?” “Masuk saja. Pintunya tidak dikunci.” Johan masuk dua detik kemudian, menatap Levin dengan pandangan menyelidik. “Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu?” “Bukankah seharusnya saya yang bertanya? Apa yang terjadi hingga anda segusar ini? A
Levin menggeleng panik saat mendengar saran Johan. “Mendatangi orangtuanya? Apa yang harus aku katakan? Bilang kalau aku telah memperkosa putrinya sampai hamil di luar nikah, begitukah? Mana ada orangtua yang mengizinkan putrinya menikah dengan pria yang tega memperkosanya?” “Yah, soal itu tinggal pintar-pintar anda saja dalam mengambil hati calon mertua. Yang pasti anda harus bertanggung jawab jika ada benih yang dihasilkan karena kejadian malam itu, jangan menjadi pria brengsek. Apa anda tega membiarkan anak anda dicap sebagai anak haram?” tanya Johan.Levin terdiam. Kehadiran Johan membuat kepalanya semakin berdenyut pusing. ‘Anak haram? Tentu saja tidak mau!’ batin Levin menjawab pertanyaan yang diajukan Johan dalam hati, enggan menyuarakannya atau pria di hadapannya akan membuat Levin semakin merasa bersalah dan melupakan tekadnya barusan. “Tapi Claire bukanlah wanita yang mudah dibujuk. Dia sangat keras kepala.”“Jika anda terus berusaha, saya yakin lama-lama nona Claire aka
Claire mengangguk. Tidak meragukan ucapan Susan sama sekali. Tidak setelah dirinya melihat sendiri apa yang daddy Alex lakukan untuknya. Kini, Claire menatap rumah di hadapannya dengan perasaan campur aduk. Terharu, bahagia, tidak percaya, dan entah apalagi. Rumah yang dibeli oleh daddy Alex meski tidak semewah rumahnya di Bali, tapi tetap terlihat nyaman untuk ditinggali dan cukup besar apalagi hanya akan ditinggali oleh Claire, Susan dan si kecil nantinya. Dengan halaman yang cukup luas dan tertata rapi, ditambah garasi dan teras dimana sudah tersedia dua buah kursi dan satu meja teh di antara kedua kursi tersebut. Tempat yang nyaman untuk berbincang santai sekaligus menikmati udara segar. Susan membuka pintu hingga Claire bisa beralih ke bagian dalam rumah. Matanya memandang sekeliling. Rumah dua lantai dengan 4 kamar tidur. Satu kamar utama, dua kamar tamu dan satu kamar untuk asisten rumah tangga, khusus untuk kamar ART ada di lantai bawah, sisanya di lantai atas
Claire menatap keluar jendela, dirinya sudah duduk nyaman di pesawat dengan Susan di sampingnya. Sebentar lagi mereka akan pergi menjauh dari negara kelahirannya. Claire menghela nafas pelan dan tatapannya jatuh pada perutnya yang masih rata. ‘Mulai hari ini kita jalani hidup baru bersama ya, Sayang. Mommy janji akan memberikan yang terbaik untukmu meski daddy kamu tidak mengetahui keberadaan kamu. Mommy janji akan menebus kesalahan mommy karena telah memisahkan kalian berdua seumur hidup mommy,’ batin Claire dengan pandangan menerawang sambil tangannya terus mengusap perutnya, hendak merasakan keberadaan si kecil. Beberapa jam kemudian…Setelah menempuh penerbangan panjang yang melelahkan, akhirnya Claire dan Susan mendarat di Melbourne dengan selamat, disambut oleh kesibukan bandara yang tak pernah padam. Mereka langsung menuju taxi stand, mengantri dengan sabar.Setelah masuk ke dalam taksi, Susan langsung menyodorkan selembar kertas yang bertuliskan alamat temp
Nick berdiri di hadapan Claire dengan nafas tersengal-sengal, terlihat jelas kalau pria itu berlari untuk mengejarnya.“Lho?! Kamu kok bisa ada disini? Bukannya kamu ada acara keluarga hari ini?” tanya Claire, kaget melihat keberadaan sahabatnya. Apalagi dirinya masih mengingat jelas kalau Nick sempat mengatakan kalau hari ini adalah ulang tahun sang grandpa, acara keluarga yang tidak mungkin tidak dihadirinya, tapi nyatanya, pria itu ada disini. Di bandara. Menemui Claire. Apa itu artinya Nick lebih memilih mengantar kepergiannya daripada menghadiri acara ulang tahun kakek kandungnya sendiri? Sepenting itukah Claire bagi Nick?“Bagaimanapun juga aku harus mengantar kamu, sahabat yang sudah aku kenal sejak balita sampai sekarang. Aku masih bisa datang ke ulang tahun grandpa setelah ini, tapi mengantar kamu, hanya bisa aku lakukan sekarang, Claire.”Jawaban Nick membuat hati Claire menghangat. Refleks, Nick meraih Claire ke dalam pelukannya, mengabaikan keberada
“Claire…”“Aku bukan wanita murahan yang bisa kamu pergunakan setiap kali kamu butuh dan menginginkan seks! Aku punya harga diri! Jangan pernah berpikir untuk kembali meniduriku karena aku tidak akan membiarkannya. Walaupun aku pernah berbuat kesalahan, tapi aku tidak ingin hidup dalam kesalahan itu terus menerus. Saat pertama kali kamu meniduriku, aku memang dibawah pengaruh obat dan aku tidak dapat menyalahkanmu sepenuhnya, tapi apa yang kita lakukan terakhir kali itu tidak benar. Apalagi kita melakukannya secara sadar. Jadi aku harap jangan mengulanginya lagi. Aku mohon hormati aku sebagai wanita, jangan pernah menganggapku sebagai wanita murahan yang bisa kamu gunakan untuk memuaskan nafsumu saja, Levin!” ucap Claire panjang lebar, suaranya terdengar bergetar akibat amarah. Levin meraih kedua tangan Claire, menggenggamnya erat. “Maafkan aku, Claire. Harus kuakui kalau aku sulit menahan diri jika berada di dekatmu, namun bukan berarti aku tidak menghormatimu. Aku ti
Daddy Alex hanya mengangguk kecil meski didalam pikirannya berkelebat dugaan lain. Tapi biarkan saja, biar waktu yang membuktikan apakah dugaannya benar atau salah.Sementara itu Claire sibuk dengan pikirannya sendiri. Bertanya-tanya bagaimana respon Levin saat mengetahui kalau dirinya sudah tidak ada di Bali. Ya, tadi saat menitip pesan pada satpam, Claire dengan tegas mengatakan jika ada yang menanyakan keberadaannya lebih baik ucapkan kalimat keramat ‘tidak tau’.‘Bilang saja kuliah di luar negeri. Tidak tau dimana.’Itulah kalimat yang Claire ajarkan dan dirinya memang tidak memberitahu satpam kalau hendak pergi ke Melbourne. Sesuai rencana, yang tau tentang keberadaannya hanya daddy Alex, Nick dan Susan. Tidak ada lagi yang lain. Bahkan orangtua Nick pun tidak tau dan Claire yakin kalau Nick pasti akan menutup bibirnya rapat-rapat. Tanpa sadar Claire mendesah, mengingat kembali bagaimana perhatian Levin kepadanya. Jujur, selama beberapa hari ini, Claire me
Daddy Alex tertawa pelan. Memahami apa yang Claire maksud.Ya, setelah mengiyakan permintaan Claire yang ingin menetap di Melbourne, awalnya daddy Alex tidak mengatakan apapun, bahkan mencoba menghormati keinginan Claire yang ingin belajar hidup mandiri, tanpa bantuan darinya. Namun sebagai orangtua, tidak bisa dipungkiri kalau rasa cemasnya semakin pekat saat memikirkan Claire yang harus berada sendirian di negara asing, saat sedang hamil pula. Kehamilan pertama dimana putrinya belum memiliki pengalaman. Maka dari itu, tanpa sepengetahuan Claire, daddy Alex meminta Susan untuk menemani putrinya.Awalnya Susan memang bertanya-tanya, tapi pada akhirnya daddy Alex mengatakan dengan jujur apa alasan yang mendasari kepergian Claire. Daddy Alex masih ingat bagaimana respon Susan waktu itu, wanita itu hanya bisa menebah dadanya dengan kaget. Tidak menyangka kalau nona mudanya sedang hamil!Meski awalnya merasa berat karena harus meninggalkan putrinya, suami Susan sudah me
Claire memijat kepalanya yang mendadak pusing. Kata cemburu membuatnya sakit kepala. Bukannya apa, bukankah katanya cemburu adalah tanda cinta? Apa itu artinya Levin benar-benar mencintainya? Benarkah itu? Hanya Levin yang bisa menjawabnya.Claire enggan menebak-nebak. “Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Rasanya aku lelah dan ingin istirahat.”“Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, aku akan mengajak daddy Alex pulang. Ini adalah pesta orangtuamu, kamu tidak boleh meninggalkannya begitu saja, Nick.”“Apa kamu pikir daddy Alex mau diajak pulang sekarang saat dia sedang asyik berbincang dengan teman-temannya sambil ditemani alkohol?” tanya Nick, menunjuk ke arah daddy Alex yang sedang terbahak bersama daddy Edward dan yang lainnya. Claire mendesah dalam hati, mengakui kebenaran dari ucapan Nick. “Kita pamit sekarang. Aku yakin orangtuaku tidak akan keberatan, lagipula ini sudah malam. Tidak ada acara apapun lagi, mereka hanya asyik berbincang. Berce
“Sepertinya ada kemungkinan hubungan keluarga kita menjadi jauh lebih erat,” kekeh daddy Edward yang melihat bagaimana cara putranya memeluk Claire. Sebagai seorang pria dewasa, daddy Edward memahami apa makna yang tersirat di dalam pelukan itu. Terlihat jelas kalau putranya memeluk Claire dengan penuh perasaan. Bukan sekedar pelukan antar sahabat ataupun saudara, tapi pelukan seorang pria kepada wanita yang dicintainya. Mommy Lisa tersenyum lebar saat mendengar ucapan suaminya, tidak menyangkal kebenaran yang ada. Tampak jelas kalau putranya memang memiliki perasaan khusus pada Claire meski belum berani mengakuinya secara terang-terangan. Mungkin takut mengacaukan kata persahabatan yang terjalin selama ini. “Sejak dulu aku sudah menyukai Claire dan berharap agar Claire bisa menjadi bagian dari keluarga kami. Semoga saja itu bisa terwujud.”Daddy Alex hanya mengangkat bahu, terlihat netral. “Kita lihat saja nanti. Andai Nick berani menghadapku untuk memi
Ucapan Levin membuat rasa bersalah kembali datang menghantui hati Claire. Jika diakumulasikan, entah sudah seberapa besar rasa bersalahnya, pasti tak terhitung! “Sulit bagiku untuk percaya kalau sikap brengsekmu tidak akan kembali kambuh. Dan lagi jangan berharap banyak pada hubungan ini. Aku takut mengecewakanmu.”‘Karena kamu pasti kecewa saat mengetahui kepergianku,’ tambah Claire dalam hati. “Aku memahami kekhawatiranmu, tapi aku akan terus membuktikannya melalui tindakan sampai kamu benar-benar percaya padaku sepenuhnya. Kamu hanya perlu memberiku waktu untuk membuktikannya, Claire.”Claire hanya mengangguk dalam diam, enggan berkomentar. “Kamu mau minum sedikit?” “Tidak, aku sedang tidak ingin minum malam ini.”‘Aku tidak akan menyentuh alkohol lagi agar bayi kita tetap sehat, Levin,’ batin Claire.Levin mengangkat bahu. Tidak mempermasalahkan penolakan Claire. Setibanya di rumah Claire, Levin menatap jam di dashboard mobilnya. Jam 9 le