Setelah itu Ratna langsung menghubungi nomor putranya, cukup lama ia menunggu. Setelah hampir lima belas menit, akhirnya panggilan tersambung. Wisnu mengangkat telepon dari ibunya itu.
[Halo, Wisnu tolong kamu transfer uang untuk bayar belanjaan yang mama beli][Aku sedang sibuk, Ma. Katanya, Mama belanja sama Astri][Astri pulang ninggalin mama sama Lirna. Belanjaan belum dibayar, mama nggak bawa uang, mobil juga ada di rumah kamu][Astaga, Mama. Ya sudah pakai uang Lirna dulu kan bisa. Nanti aku yang ganti][Masalahnya uang Lirna nggak cukup, udah buruan kamu transfer][Memangnya berapa, Ma][Cuma dua juta lima ratus ribu rupiah kok][Nanti aku transfer, Ma][Ya sudah, mama tunggu]Setelah itu Ratna mengakhiri panggilannya, selang beberapa menit, uang yang Wisnu transfer masuk. Dengan segera Ratna membayar barang belanjaannya, setelah itu mereka bergegas untuk pulang. Namun, sebelumnya Ratna harus mengambil mobilnya yang ada di rumah Wisnu.Sementara itu, di rumah Astri tengah duduk santai di taman samping rumah. Tiba-tiba saja ponselnya berdering, satu pesan masuk, dengan segera Astri membukanya. Matanya terbelalak saat membaca isi pesan tersebut, orang suruhannya berhasil mencari tahu latar belakang istri mudanya Wisnu.@Astri[Kamu tidak salah kasih informasi kan? Kamu yakin jika itu benar-benar Lirna]@Beny[Benar, Bu. Dia adalah Lirna Larasati, istri kedua dari, bapak Wisnu Ardiansyah. Mantan kekasihnya dulu, yang setelah hubungan mereka berakhir, Lirna menjadi wanita penghib*r demi melampiaskan rasa kecewanya]@Astri[Ok, baik. Tolong kamu selidiki terus, kumpulkan bukti yang benar-benar kuat]@Beny[Baik, Bu]"Aku nggak nyangka kalau Lirna itu mantan wanita penghib*r. Dan sekarang juga masih seperti itu." Astri cukup terkejut setelah tahu siapa Lirna sebenarnya."Apa, mas Wisnu tidak tahu siapa Lirna sebenarnya," gumamnya."Aku pikir Lirna itu wanita baik-baik, tapi ternyata ... kasihan juga, mas Wisnu sama mama udah dibohongi," gumamnya lagi. Astri tetap merasa kasihan pada suami dan ibu mertuanya. Walaupun mereka berdua selalu berbuat jahat.Setelah itu, Astri meminta orang suruhannya untuk terus memantau Lirna. Wanita berjilbab itu ingin bukti yang lebih banyak, tentang siapa madunya itu. Astri pikir Lirna itu benar-benar wanita baik dan juga solehah, tapi semua itu hanya kedok semata. Astri harus bisa membongkar kedok Lirna.Usai mengirim pesan, Astri memutuskan untuk masuk ke dalam, setibanya di dalam wanita berjilbab itu beranjak naik ke lantai atas. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara ibu mertuanya dari arah depan. Karena penasaran, Astri beranjak menuju ke depan, ia memilih untuk melihatnya lewat jendela."Sial, perasaan waktu ke sini bannya baik-baik saja. Kenapa ini bisa kempes sih, mana semuanya lagi," umpat Ratna."Jangan-jangan ini kerjaan Astri, Ma." Lirna bersuara."Kamu benar, siapa lagi kalau bukan si muka buruk itu. Hem, lihat saja nanti kamu akan segera tersingkir," ungkap Ratna, dengan sangat angkuh.Astri tersenyum mendengar pembicaraan ibu mertuanya itu. "Sebelum kalian menyingkirkanku, aku yang akan lebih dulu menyingkirkan kalian."***Waktu berjalan begitu cepat dari biasanya, pukul lima sore Wisnu baru saja pulang, pria itu sengaja pulang lebih awal dari biasanya, lantaran ia akan pergi ke rumah ibunya untuk acara makan malam. Setibanya di rumah, Wisnu langsung masuk ke dalam kamar, Astri yang menyadari suaminya pulang, dengan segera bangkit dan ikut masuk ke dalam kamar.Setibanya di kamar, terdengar suara gemericik air, itu tandanya Wisnu sedang mandi. Sementara di atas ranjang terdapat baju, mungkin Wisnu yang telah menyiapkannya untuk dipakai nanti. Namun, mata Astri teralihkan pada ponsel milik suaminya itu, ingin rasanya ia mengecek pesan pada benda pipih itu."Nggak ada salahnya kan aku cek," gumamnya. Astri beranjak mengambil ponsel milik suaminya itu, lalu membuka aplikasi berwarna hijau."Untung nggak dikunci," ujar Astri. Mungkin karena selama ini Astri tidak pernah ikut campur urusan pribadi suaminya, sehingga Wisnu tidak perlu mengunci ponselnya.@Lirna[Mas gamisnya udah beli kan, nanti cepat ke rumah ya, biar kita ada waktu untuk berduaan sebelum pergi ke rumah, mama]@Wisnu[Iya, Sayang. Kamu tenang saja, aku dari kantor pulang cepat kok. Setelah aku mandi, nanti langsung meluncur ke rumah kamu]@Lirna[Ok, aku tunggu. Tapi ingat, jangan sampai istrimu yang jelek itu menggagalkan rencana kita. Seperti rencana kita dulu]@Wisnu[Kamu tidak pernah khawatir, Astri tidak akan ikut campur kok]Dada Astri bergemuruh saat membaca chat antara Wisnu dan Lirna. Bukan cemburu tetapi jijik dengan manusia tak berakhlaq seperti mereka. Bersenang-senang di atas penderitaan orang lain, Astri langsung mengambil paper bag yang tergeletak di samping tas kerja milik suaminya. Sudah dapat dipastikan, isi paper bag itu gamis untuk Lirna."Pasti ini isinya gamis," gumamnya. Lirna membuka paper bag tersebut, dan benar isinya gamis mewah yang harganya tidak murah.Astri mengambil gamis tersebut, lalu menggantinya dengan daster yang sudah lusuh. Bukan hanya lusuh, tetapi sudah memiliki lubang dibeberapa bagian. Setelah itu Astri menyimpan gamis tersebut di lemari, ia tidak rela uangnya terpakai untuk perempuan licik seperti Lirna.Selang beberapa menit, pintu kamar mandi terbuka. Wisnu keluar dengan hanya menggunakan handuk, pria itu menyipitkan matanya saat mendapati istrinya sudah berada di dalam kamar. Kemudian matanya beralih pada paper bag yang berada di atas meja, Wisnu bernapas lega lantaran paper bag itu masih terletak pada tempatnya."Kamu ngapain di sini?" tanya Wisnu."Enggak apa-apa, niatnya mau nyiapin kamu baju. Eh, kamu udah nyiapin sendiri," jawab Astri."Iya biar cepet, soalnya setelah ini aku langsung ke rumah, mama." Wisnu bergegas untuk memakai bajunya."Oh, padahal ini kan masih sore," sahut Astri."Ya nggak apa-apa, kan bisa istirahat dulu di rumah mama," balas Wisnu, sementara itu Astri hanya mengangguk.Selesai berpakaian, Wisnu langsung bersiap untuk pergi. Setelah berpamitan, Wisnu beranjak keluar dari kamar, tentunya dengan membawa paper bag tersebut. Dalam hati Astri tertawa, ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Lirna setelah tahu jika gamis mewah yang biasa Wisnu belikan, kini berubah menjadi daster lusuh dan juga berlubang."Selamat bersenang-senang." Astri tersenyum seraya memegang kartu ATM milik suaminya yang ia ambil secara diam-diam dari dalam dompet. Bukan itu saja, Astri juga mentransfer uang yang ada di M-banking milik suaminya juga.Saat Astri hendak menyimpulkan ATM tersebut, tiba-tiba matanya beralih pada tas kerja milik Wisnu. Entah kenapa Astri merasa ada yang janggal, agar tidak penasaran ia membuka tas tersebut. Ada beberapa berkas yang mungkin sengaja Wisnu bawa pulang, tetapi tiba-tiba mata Astri melihat sebuah amplop."Amplop apa ini, kok dari rumah sakit." Astri mengambil amplop tersebut, tanpa ragu-ragu ia membuka dan membacanya."Surat kehamilan, apa mungkin ini milik Lirna. Tapi kok di sini yang tercantum bukan mama Lirna .... " Astri menggantung ucapannya, saat membaca nama seorang perempuan pada surat tersebut bukan nama Lirna, tapi orang lain.Tidak terasa bulan demi bulan terus berjalan, dan tahun pun telah berganti. Selama ini rumah tangga Astri dan Steven semakin hari semakin romantis dan juga harmonis. Masalah memang selalu ada, akan tetapi keduanya selalu menghadapinya dengan otak dan kepala yang dingin. Dan sekarang usia Naira menginjak lima tahun, Naira tumbuh menjadi gadis yang cantik seperti ibunya. Kecantikan serta lemah lembutnya menurun dari ibunya, tapi di balik itu, Naira memiliki sifat yang menurun dari ayahnya, yaitu manja, dan gampang ngambek. Tatapan matanya pun sama seperti mata Steven, tapi wajah, hidung serta bibir sama seperti Astri. Hari adalah hari senin, dan seperti biasanya Astri akan memulai kesibukannya usai shalat subuh. "Sayang jam tangan aku di mana!" teriak Steven dari dalam kamar. Pria itu tengah mencari jam tangannya yang selalu ia pakai. "Iya sebentar." Astri ikut berteriak. Saat ini Astri tengah sibuk menyiapkan bekal untuk Naira. Setelah selesai, Astri bergegas naik ke lantai atas di
Hari demi hari telah berganti, minggu demi minggu telah berlalu, bahkan bulan pun terus berjalan. Tidak terasa kini usia kandungan Astri sudah sembilan bulan, mereka tinggal menanti kelahiran malaikat kecil yang telah dinanti-nanti. Yang akan menjadi pelengkap kebahagiaan mereka. Kini Steven sudah standby di rumah, karena mereka tidak tahu kapan Astri akan melahirkan, entah itu siang, pagi ataupun malam. Meski sudah ada perkiraan dari dokter, tetap saja mereka tidak tahu, bisa lebih cepat atau mungkin sebaliknya. Pagi ini Astri tengah duduk di depan televisi, tak lupa di pangkuannya terdapat satu toples cemilan. Wanita berjilbab itu tengah asyik menonton televisi sembari memakan cemilan. Selang berapa menit Steven datang, pria itu menjatuhkan bobotnya di sebelah sang istri. "Sayang lihat tuh, tangan sama kaki, paha, muka udah bulat macam bola saja, tapi ngemil nggak mau berhenti." Steven menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Biarin, soalnya enak, Mas," sahut Astri. Tiba-tiba
Seminggu telah berlalu, sejak kejadian di mana Vina datang untuk menuntut balas, sejak saat itu Steven semakin memperketat penjagaan di rumahnya. Ia tidak ingin sampai kejadian buruk menimpa istrinya itu, terlebih saat ini Astri tengah mengandung. "Mas keluar yuk, aku bosen di rumah terus. Hari ini kamu libur kan, Mas?" tanya Astri. Pagi ini mereka tengah duduk santai di ruang tengah. "Memangnya mau pergi ke mana, hem." Steven balik bertanya. "Nyari baju hamil, Mas. Baju yang ada di lemari udah nggak muat," sahut Astri. "Ya udah mandi dulu sana," titah Steven. "Ish aku kan udah mandi," sahut Astri. "Iya mandi kemarin, udah buruan sana," kata Steven. "Mandiin ya," sahut Astri. Seketika ia bangkit dan beranjak dari ruang tengah sebelum suaminya itu benar-benar menyetujui ucapannya itu. Setibanya di kamar, Astri bergegas masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan diri. Dua puluh menit kemudian, Astri keluar dengan memakai handuk kimono. Wanita hamil itu berjalan menuju lemari
Semua rahasia yang Irvan sembunyikan kini telah terbongkar, awalnya Irvan ingin tetap merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Namun ibunya terus mendesak, alhasil saudara kembar Wisnu mau mengaku juga. Ratna sempat syok mendengar hal itu, tetapi ia berusaha untuk menerima kenyataan itu. "Andai saja Wisnu masih ada di sini, mungkin kebahagiaan mama akan lebih lengkap. Tapi Wisnu sudah lebih dulu meninggalkan kita." Ratna mulai terisak, dengan cepat Irvan memenangkannya. Ia tidak ingin ibunya kembar depresi karena kepergian putranya yang selama ini bersamanya. "Sudah, Ma. Wisnu sekarang sudah tenang, walaupun Wisnu tidak bersama kita. Irvan yakin, Wisnu akan bahagia, jika melihat kita juga bahagia." Irvan mendekap erat tubuh ibunya, hal tersebut yang puluhan tahun Irvan rindukan. "Irvan, tolong jaga tinggalkan mama lagi, sudah cukup mama kehilangan Wisnu," pinta Ratna. "Mama tidak perlu khawatir, mulai sekarang Irvan yang akan menjaga, Mama." Irvan semakin mempererat dekapannya itu.
Satu bulan sudah sejak kejadian Astri diculik, sejak saat ini Steven lebih ketat lagi untuk menjaga istrinya itu. Terlebih Astri saat ini tengah mengandung, bahkan Steven rela mengeluarkan uang banyak untuk membayar bodyguard demi melindungi sang istri. Setelah kejadian itu juga, Ferdy membebaskan adiknya itu dari urusan kantor. Ferdy tidak ingin kejadian buruk itu kembali menimpa sang adik. Astri memang sangat beruntung memiliki kakak seperti Ferdy, dan ia juga beruntung memiliki suami seperti Steven. "Mas sarapannya sudah siap," ucap Astri seraya berjalan menghampiri suaminya yang sedang bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. "Iya sebentar lagi aku turun," sahut Steven. Setelah itu Astri memutuskan untuk turun terlebih dahulu. Selang beberapa menit, Steven turun, pria berkulit putih itu melangkahkan kakinya menghampiri sang istri yang telah menunggunya di meja makan. Melihat suaminya datang, Astri langsung menarik kursi untuk duduk suaminya itu. "Mau sarapan pakai apa, Mas?"
Astri mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka matanya, setelah kelopak matanya terbuka sempurna. Astri terkejut saat melihat ke sekelilingnya yang terlihat menyeramkan. "Ya Allah aku ada di mana," gumamnya. Mata Astri terus menyapu setiap sudut ruangan tersebut. Gelap dan juga pengap. "Mas tolong aku," batin Astri. Berharap semoga ada yang segera menolongnya. Tiba-tiba saja pintu terbuka, seorang wanita berjalan masuk ke dalam. Wanita itu tersenyum, lalu berjalan mendekat. "Siapa kamu, tolong lepaskan aku," ujar Astri yang memohon agar wanita itu mau melepaskan dirinya. Wanita itu menyunggingkan senyumnya. "Jangan harap, sebelum kamu mendapatkan balasan yang setimpal dariku. Gara-gara kamu ayah dari anakku tiada."Astri diam mendengar hal itu. "Maksud kamu apa, aku tidak mengerti.""Apa kamu lupa dengan mantan suamimu yang tiada karena ulahmu itu," ujar wanita tersebut. Detik itu juga Astri diam. Mantan suami itu artinya mas Wisnu. "Maksud kamu, Mas Wisnu," sahut Astri."Dia a