Share

Wisnu di Poli Kandungan

Pukul enam sore Wisnu tiba di rumah Lirna, wanita berhidung mancung itu menyambut kedatangan sang suami. Dengan tersenyum Lirna mengajak suaminya masuk ke dalam, setibanya di ruang tengah, Wisnu memilih untuk menjatuhkan bobotnya di sofa.

"Ini bajunya." Wisnu menyerahkan paper bag yang ia bawa. Dengan semangat Lirna menerima paper bag tersebut.

"Aku buka ya, Mas." Lirna tersenyum, lalu membuka dan mengambil isi paper bag tersebut.

Mata Lirna terbelalak setelah melihat isi paper bag yang Wisnu kasih untuknya. Sebuah daster lusuh yang sudah berlubang, sudah tak layak pakai lagi. Lirna tidak habis pikir, bisa-bisanya Wisnu memberinya baju compang-camping seperti itu. Biasanya sang suami selalu membeli baju bermerek.

"Mas apa-apaan ini, kenapa baju lusuh seperti ini yang kamu berikan." Lirna melempar daster tersebut tepat di pangkuan Wisnu. Detik itu juga Wisnu mengambil daster yang Lirna lempar.

"Apa?! Kok jadi seperti ini sih. Tadi waktu aku beli gamis yang kamu minta." Wisnu bangkit seraya memperhatikan daster lusuh tersebut.

"Mana aku tahu, jangan-jangan Astri sudah menukarnya. Dia iri gara-gara kamu beliin baju mahal untukku," ungkap Lirna. Ia juga menuduh jika itu semua perbuatan Lirna.

Wisnu terdiam sejenak. "Enggak mungkin, Astri tidak mungkin .... "

"Apanya yang nggak mungkin sih, Mas. Nggak mungkin kan, ini bajunya berubah sendiri, pasti ada tangan yang sudah menukarnya." Lirna memotong ucapan suaminya.

"Apa benar Astri yang menukarnya, tapi kapan dan untuk apa," batin Wisnu.

"Mas bawa uang kan, kita beli lagi aja. Aku nggak mau pakai baju lusuh nanti," pinta Lirna.

"Sebentar." Wisnu mengambil dompetnya untuk mengecek apakah uangnya cukup atau tidak.

"Loh, kok ATM-nya nggak ada," gumamnya. Wisnu membolak-balik dompetnya mencari benda pipih dan tipis itu.

"Kenapa, Mas?" tanya Lirna.

"ATM-nya nggak ada," jawab Wisnu.

"Apa?! Kok bisa sih. Fix ini pasti ulah Astri, Mas." Lirna terus menuduh jika semua itu adalah ulah Astri.

Wisnu mengusap wajahnya dengan kasar, benar-benar membingungkan. Mungkinkah jika semua itu ulah Astri, tetapi jika iya, apa untungnya. Setelah itu ia mengecek M-banking miliknya, sontak matanya membulat setelah ada riwayat transfer ke rekening milik Astri. Wisnu mengernyitkan keningnya, sejak kapan Astri buka rekening.

"Sejak kapan Astri buka rekening," batin Wisnu. Karena setahunya Astri tidak pernah membuka rekening. Lantaran setiap kebutuhan Wisnu yang selalu memenuhi, dan untuk barang belanjaan yang dibeli akhir-akhir ini. Menggunakan ATM milik Wisnu.

"Kenapa, Mas?" tanya Lirna.

"Enggak apa-apa." Wisnu menggelengkan kepalanya. Tetapi otaknya masih bekerja keras, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.

***

Hari telah berganti, semalam Wisnu pulang pukul sebelas malam, awalnya Lirna melarang lelakinya itu untuk pulang. Namun Wisnu memaksa, pria itu tidak ingin Astri menaruh curiga terhadapnya, lantaran saat ini posisinya sudah tidak aman lagi. Terlebih saat Astri menunjukkan foto dirinya beserta Lirna saat pernikahan Vika.

Pukul enam pagi Astri sedang mengambil baju kotor miliknya dan juga sang suami, sementara itu Wisnu sedang bersiap untuk pergi ke kantor. Awalnya Wisnu ingin menanyakan tentang gamis yang ditukar itu, tetapi hal tersebut justru akan membuat Astri merasa curiga. Alhasil Wisnu memilih untuk diam.

"Ini ATM kamu, Mas. Semalam aku yang ambil, maaf nggak bilang." Astri menyerahkan ATM tersebut pada suaminya.

"Untuk apa kamu mengambil ATM ini, terus uang aku yang .... "

"Semalam aku pesan kue untuk acara ulang tahun pernikahan kita, aku juga beli baju untuk kita." Astri memotong ucapan suaminya, detik itu juga Wisnu terdiam.

"Ulang tahun pernikahan, Astri benar tiga tahun sudah usia pernikahan kita. Dan selama ini aku tidak pernah memberinya apa-apa," batin Wisnu.

"Ya sudah, lain kali kamu bilang," ujar Wisnu. Entah kenapa hatinya terasa sakit saat tahu, jika Astri telah memesan kue dan membeli baju untuk di hari ulang tahun pernikahan mereka.

"Iya, Maaf." Astri mengangguk.

"Ya sudah aku ke kantor sekarang," pamitnya.

"Nggak sarapan dulu, Mas. Oya, nanti malam bisa pulang lebih awal kan, biar kita bisa .... "

"Iya nanti aku usahakan soalnya hari ini aku benar-benar sibuk. Ya sudah aku pergi sekarang." Wisnu memotong ucapan istrinya, setelah itu pria berjas hitam itu beranjak meninggalkan Astri yang masih terdiam.

"Sepertinya memang kamu sudah tidak menginginkan pernikahan ini, Mas. Ok, setelah aku membongkar rahasia pernikahan keduamu itu. Aku akan mengurus perceraian kita, sudah tidak ada yang perlu dipertahankan lagi," batin Astri. Setelah itu ia memutuskan untuk membawa pakaian kotor ke bawah, tetapi tiba-tiba perutnya terasa mual.

Astri berlari masuk ke dalam kamar mandi, wanita berjilbab itu memuntahkan isi perutnya, tetapi hanya cairan bening yang keluar. Astri membasuh mulutnya dengan air, sudah ada tiga hari Astri seperti itu. Perut mual saat pagi hari, serta kepala sedikit pusing. Astri teringat jika dirinya sudah telat datang bulan.

"Ya Allah, apa mungkin aku hamil." Astri meraba perutnya yang datar itu.

"Lebih baik aku cek." Astri beranjak dari kamar mandi, untuk mengambil alat tes kehamilan. Setelah itu ia bergegas untuk mengeceknya, apapun hasilnya nanti, Astri akan menerimanya.

"Ya Allah, apapun hasilnya. Aku akan menerimanya dengan senang hati." Astri mulai melihat hasil dari benda pipih dan kecil itu. Satu menit, dua menit, tiga menit. Dua garis merah muncul, Astri sampai menjatuhkan benda kecil itu.

"Aku hamil, nggak mungkin. Ini pasti salah, tapi .... " Astri mengambil alat tersebut dan kembali memeriksanya, dan hasilnya positif.

Astri sangat bersyukur lantaran doa-doanya telah terkabul. Namun, ada rasa sedih lantaran rumah tangga yang selama ini ia bina harus kandas. Astri menghembuskan napasnya, keputusannya untuk bercerai dari Wisnu sudah mantap. Dan mungkin ia akan merahasiakan kehamilannya itu, sampai mereka resmi bercerai.

"Lebih baik sekarang aku ke rumah sakit, biar lebih jelas aku hamil atau tidak." Astri segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit.

Tidak butuh waktu lama, kini Astri sudah sampai di rumah sakit, dengan diantar oleh mang Dadang. Setelah mobil terparkir Astri bergegas untuk turun, tiba-tiba matanya teralih pada sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari mobilnya. Dan Astri sangat mengenal mobil itu, lantaran kendaraan besi itu milik Wisnu suaminya.

"Ini kan mobil milik, mas Wisnu. Untuk apa, mas Wisnu ke rumah sakit, apa mungkin sakit. Tapi tidak mungkin." Dengan hati bertanya-tanya, Astri masuk ke dalam.

Usai mendaftar, Astri memilih untuk menunggu di ruang tunggu, tetapi tiba-tiba ia melihat sosok yang sangat ia kenal. Astri mengernyitkan keningnya, saat melihat Wisnu---suaminya berada di poli kandungan.

"Itu kan, mas Wisnu. Kenapa dia ada di ... lalu perempuan muda itu siapa." Hati Astri terus bertanya-tanya, terlebih saat melihat suaminya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status