Sandra keluar dari mobil SUV yang dikendarai James, supir pribadi keluarga Alinskie yang sudah mengabdi selama puluhan tahun. Ia masuk ke gedung pencakar langit yang megah dan berbentuk seperti piramida, terletak di tengah kota terbesar di negara bagian Amerika Serikat Illinois, Chicago.
Dengan kartu VIP, Sandra mendapat akses lift pribadi yang langsung menuju lantai kantor suaminya.
Asisten Moses, Felysia, menyapa dari balik meja marmer hitam. “Selamat siang, Nyonya Alinskie. Ada keperluan apa?”
“Aku sudah janji dengan suamiku, Felysia.” Sandra tersenyum padanya.
Asisten muda yang cantik itu keluar dari balik mejanya, “Oh... Tapi Tuan Moses belum kembali, Nyonya. Dia bilang pergi makan siang.”
Felysia adalah asisten Moses selama beberapa tahun terakhir, Sandra bingung siapa yang merekrut Felysia sebagai asisten suaminya. Seragam asisten memang sangat bagus di perusahaan mereka, Sandra sendiri yang memilih desainnya. Berwarna abu gelap, dengan kerah blazer, terusan itu jatuh diatas lutut.
Tapi Felysia memakainya dengan ketat dan potongannya sepaha. Dia juga memoles wajahnya dengan tebal. Sandra kurang suka dengan tampilan asisten Moses yang seperti mau kontes kecantikan, ia berharap asisten seorang CEO bisa lebih profesional tapi sepertinya suaminya tidak keberatan.
“Tidak apa-apa aku bisa tunggu di dalam.” Sandra melangkah ke ruang kerja Moses yang hanya dibatasi dengan kaca transparan.
“Mau minum apa, Nyonya?” tanya Felysia sambil memperhatikan kukunya yang panjang dan berwarna.
Sandra menahan amarahnya, lebih baik dia memberitahu Moses sebelum menegur Felysia. Mana ada asisten seorang CEO perusahaan besar bersikap seperti Felysia.
“Air putih saja, Felysia. Makasih.” Sandra duduk diatas sofa putih yang empuk, sementara Felysia mempersiapkan permintaannya.
Kantor suaminya sangat rapi dan wangi. Meja besar berada di ujung ruangan, dengan kursi CEO berwarna hitam, kaca sepanjang tembok itu memperlihatkan pemandangan menakjubkan dari lantai 62. Ada sebuah mini bar, lengkap dengan kulkas kecil dan koleksi anggur kesukaan Moses. Seluruh ruangan bernada maskulin, kombinasi putih, hitam dan abu.
“Ini, Nyonya. Kalau butuh sesuatu panggil saya saja. Mungkin Moses tidak lama lagi akan kembali… Eh maksud saya Tuan Moses.”
Sandra tidak melewatkan cara Felysia menyebut nama suaminya tanpa embel-embel. “Makasih, Felysia.”
Asisten itu keluar dengan santai dan Sandra kembali melihat dokumen penting di tangannya. Ia mengambilnya keluar dari amplop dan dengan rapi diletakkan diatas meja, lalu kembali duduk lurus dengan kedua tangan terlipat di pangkuan.
Tidak lama kemudian, Moses masuk ke kantor dengan langkah ringan dan wajah yang gembira. Ia juga sedikit bersiul sebelum melihat Sandra duduk disana.
“Maaf, Sandra. Aku tadi pergi makan siang.”
“Siang, Moses. It’s fine. Aku juga tidak buru-buru.” Sandra berusaha terlihat tenang.
‘Hmm... Sepertinya mood Moses sedang bagus hari ini.’
Moses duduk di sofa seberang meja, “So… Apa sesuatu yang mau kamu minta, Sandra?” Lalu dia tertawa kecil. “Kenapa jadi formal banget ya?”
Sandra mencoba tersenyum, “Karena ini penting, Moses. Mengenai Jessica, kapan kamu berencana untuk menikahinya?”
Wajah Moses berubah serius ketika mendengar pertanyaan istrinya. “Aku belum menentukan tanggal pasti. Tapi Jessica telah setuju... Mungkin paling cepat dalam bulan ini. Menurutmu?”
Sandra tidak memberikan jawaban. Tentu saja Jessica dengan cepat menyetujui ajakan Moses untuk menikah. Suaminya begitu percaya diri bahwa Jessica pasti menerimanya, walaupun dia baru menjanda selama 6 bulan.
Moses beranjak dari sofa dan membuka kulkas di bar mini dan mengambil sekaleng bir. Sandra memperhatikan badan suaminya yang tegap dan tinggi itu.
“Jessica sekarang tinggal di rumah kontrakan. Itu pun dibayar dari sisa uang warisan suaminya. Jadi aku ingin segera memberinya rumah yang nyaman," ucap Moses sambil membuka kaleng bir.
Sandra hanya tau kalau suami Jessica, Leo Thomas adalah seorang warga negara Australia yang menaruh hati pada Jessica sejak dia masih berpacaran dengan Moses. Tidak lama setelah Sandra dan Moses menikah, Jessica juga pergi ke luar negeri untuk menikah dengan Leo.
Selama ini Sandra bisa tenang karena suaminya hanya mencintai satu wanita, dia berselingkuh di luar pun hanya sekedar main-main saja. Tapi Sandra tidak menyangka takdir bisa mempermainkan hidup. Hanya 5 tahun menikah dan suami Jessica tiba-tiba meninggal. Sandra merasa kasihan pada wanita itu, apalagi dia memiliki seorang anak kecil.
Sandra mencoba untuk tersenyum tapi mulutnya sangat kaku, “Tenang saja, aku akan pindah keluar setelah kita bercerai. Rumah Papa masih kubiarkan kosong selama ini... Aku tidak tega untuk menjualnya."
Dia tumbuh besar di mansion mewah itu, banyak kenangan manis disana termasuk ketika Sandra pertama kali bertemu dengan suaminya.
Papa Sandra, Joe Alinskie, sudah meninggal empat tahun yang lalu karena penyakit leukimia. Kemudian disusul oleh mamanya. Pritta Alinskie memang memiliki tubuh yang lemah, ditambah lagi dengan kepergian suaminya, membuat kesehatan Pritta menurun. Sekarang, Sandra tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini.
Bahkan suaminya sebentar lagi akan mencampakkannya. Tapi dia sudah menangis sepanjang malam, dia tidak akan menangis di depan Moses. Matanya yang merah dan sembab sudah dia poles sedemikian rupa. Tidak ada yang mengetahui di balik wajah Sandra yang datar tanpa ekspresi, dia menyembunyikan luka teramat dalam.
"Tidak perlu. Kamu salah paham. Aku tidak mungkin mengusirmu keluar dari rumah yang sudah lima tahun kita tempati. Ehmm... Sebenarnya Jessica tidak mau tinggal di rumah itu... Kamu mengerti kan? Dia ingin membeli rumah baru."
"Oh begitu..." Sandra mengangguk.
Tentu saja, mana ada wanita yang mau tinggal di rumah yang dulunya ditinggali oleh mantan istri suaminya!
"Jadi setelah kita bercerai pun kamu tidak perlu pindah, okay?"
Sandra hanya memberinya senyuman kecil. Padahal dia tidak mungkin akan tinggal di rumah itu lagi. Sandra bukan wanita miskin atau wanita yang menunggu uang bulanan dari suaminya. Dia adalah pemilik perusahaan skincare yang sedang naik daun dan berkembang pesat walaupun baru dirintis dua tahun yang lalu.
"Aku tau kamu tidak pernah menyentuh uang bulanan yang aku kasih selama ini. Tapi aku harus bilang duluan, aku akan tetap menafkahimu. Bagaimanapun juga, kamu adalah mantan istriku..."
Sandra sedikit terkejut karena Moses tau dia tidak pernah menggunakan uang yang selalu suaminya transfer ke rekening pribadinya setiap bulan. Oh tentu saja, rekening itu dibuka oleh Moses sendiri saat mereka sudah menikah. Dia hanya tidak menyangka Moses memperhatikannya.
Sandra tidak membantah lagi. Dia tau kapan harus menjaga gengsi suaminya. "Terserah kamu saja, Moses. Tapi kamu tidak perlu mengirim jumlah yang begitu banyak, apalagi nanti kamu akan punya keluarga sendiri."
Tenggorokan Sandra tersendat saat dia memikirkan Moses dengan Jessica dan anak perempuannya, tinggal di rumah yang baru. Membina sebuah keluarga yang tidak pernah Sandra rasakan selama 5 tahun pernikahan mereka.
“Aku tau kamu istri terbaik di dunia! Semua temanku mengeluh punya istri yang boros dan tidak segan untuk meminta uang, tapi kamu memang berbeda... Sekarang, apa yang kamu mau? Aku tidak akan mengecewakanmu.”
“Begini... Tentang sesuatu yang kumaksud itu mungkin akan terdengar aneh di telingamu... Tapi ini syarat yang ingin aku ajukan jika kamu mau bercerai.”
“Ini tidak sepertimu, Sandra. Katakan saja,” ketusnya sambil berdiri di samping sofa, membelakangi langit biru cerah dari balik jendela kaca dan menyesap bir dingin.
Sandra membuka matanya dan menatap Moses dengan wajah tenang, tak berekspresi.
“Aku mau seorang anak darimu, Moses.”
Sandra membuka matanya dan menatap Moses dengan wajah tenang, tak berekspresi. “Aku mau seorang anak darimu, Moses.” Cairan itu hampir tersembur keluar dari mulutnya, dan Moses terbatuk. Dia memukul dada bidangnya beberapa kali. “Kamu baik-baik saja?” tanya Sandra khawatir. “Apa? Aku tidak salah dengar?” Moses memastikan lagi. “Apakah syaratku berlebihan?” Dia meletakkan kaleng bir itu di atas meja, seakan tidak tertarik lagi untuk meminumnya. “T-tidak sama sekali... Dulu kita memang berjanji akan menunggu dua tahun sampai kuliahmu selesai kan?” Moses tertawa kecil, mengingat janji yang mereka buat saat mereka menikah.
“Sandra, kamu sungguh polos atau berpura-pura lugu? Maksudku di atas ranjang.” Moses menatap wajah istrinya yang panik. Sangat jarang sekali Sandra menunjukkan emosinya secara terang-terangan. Biasanya Moses harus menerka-nerka apa yang ada di pikiran istrinya karena dia selalu memasang wajah datar. Namun kali ini, Moses tau kalau istrinya benar-benar terkejut oleh perkataannya. 'Damn! Aku sendiri terkejut dengan perkataanku. Tapi tidak mungkin aku setuju dengan inseminasi buatan! Aku seorang pria yang sehat dan dalam kondisi prima untuk membuat seorang anak!' jerit Moses dalam hati. Dokumen yang dikoyak Moses berisi beberapa poin tentang inseminasi buatan dan bagaimana mereka akan membagi hak asuh anak dengan damai. Tangan Moses masih melingkar di pinggang Sandra. Dia tidak menyangka pinggang istrinya sangat ramping dan kecil. Sandra tidak setinggi Jessica, kepalanya hanya mencapai dada Moses namun dia dapat merasakan bagaimana tubuh Sandra
Moses berlari keluar dari lift menuju kamar nomor 6 setelah mendapat informasi dari resepsionis rumah sakit swasta ternama yang ada di kota Chicago. Dia membuka pintu geser berwarna putih itu dan mendengar sedikit percakapan serius dua orang yang tidak menyadari kehadirannya.Yang dia dapat dengar dengan jelas adalah suara istrinya berkata, “Tidak perlu memohon padaku karena permintaan Oma akan terkabulkan sebentar lagi. Aku dan Moses akan bercerai."Oma Agatha yang duluan sadar akan kedatangan cucu kesayangannya berkata lirih, “Moses…”Disusul dengan Sandra yang menoleh ke arah pintu. Moses memberi istrinya tatapan tajam saat Sandra menarik tangannya dari genggaman oma, seakan wanita dingin itu tidak mau dipegang dan didekati oleh siapa pun.Selama lima tahun merek
Samuel Parker, pemain serial drama sekaligus penyanyi solo yang sedang hits di Korea Selatan dan namanya juga mulai dilirik oleh fans global. Demi mengepakkan sayap bisnis di kawasan Asia, Sandra rela membayar mahal jasa Samuel Parker setelah berunding lama dengan tim kreatif perusahaannya.Dia berwajah manis yang menawan dan memiliki aura superstar yang tidak main-main. Dia juga sangat ramah ketika para fans-nya di Chicago menyambut Samuel yang baru saja tiba di O’hare International Airport.Attitude-nya bagus. Dia mencintai para fans yang mendukungnya dan juga sebaliknya. Yang lebih ekstrem adalah saat salah satu penggemarnya menerobos naik ke atas panggung, Samuel malah mengajaknya menyanyi bersama sebelum orang itu ditarik turun oleh petugas keamanan.Itu yang dibisikkan oleh Bambi, asisten pribadi Sandra saat mereka meli
Keesokan harinya, Moses mengajak Jessica dan anak perempuannya, Kylie untuk menjenguk Oma Agatha di rumah sakit. Anak berumur empat tahun itu terlihat duduk di atas kasur sambil memainkan boneka beruangnya. Moses berdiri di samping kasur. “Dokter bilang oma besok sudah bisa keluar dari rumah sakit. Jadi mulai besok oma harus tinggal bareng aku sama Sandra.” Agatha mengelus rambut Kylie. “Aku sudah terbiasa tinggal sendirian. Lagipula aku tidak akrab dengan Sandra… Lebih baik tidak usah, Moses.” Jessica meletakkan sepiring buah apel di atas meja, dia ambil satu dan menyuapi anaknya. “Kalau tinggal bareng Moses, oma ada yang jagain. Jadi Moses juga lebih tenang.” “Ada yang temenin aku di rumah juga kok. Moses aja yang tidak bisa percaya sama asisten rumah tanggaku.”
“Nona Sandra, kita sudah sampai. Nona Sandra….” James mencoba untuk membangunkan nonanya. Panggilan itu sudah melekat sejak dia mengabdi pada keluarga Alinskie.Sandra perlahan membuka kedua matanya setelah dibangunkan James. Dia melihat mansion elegan bergaya neo-klasik dari kaca jendela mobil, lalu dia turun dengan perasaan berat dan lelah.Sesi pengambilan foto telah berakhir dengan sukses. Sandra biasanya selalu pulang tepat waktu tapi sejak kedatangan Samuel, Sandra selalu pulang kemalaman.Pria itu bersikeras Sandra harus menemaninya melihat pertunjukan teater di Chicago Theatre, setelah itu dia bilang lapar jadi Sandra menemaninya pergi makan dulu sebelum akhirnya bisa sampai di rumah tiga puluh menit sebelum jam 12 malam.Dia masuk ke aula mansion besar yang gelap
Tangan kanan memegang botol whiskey dan dua gelas kaca berada di tangan kiri Moses. Dia tidak repot-repot mengetuk sebelum membuka pintu kamar istrinya.Mereka tidur di kamar yang berbeda sejak awal pernikahan. Moses tidak pernah mengunjungi kamar istrinya meskipun kamarnya juga berada di lantai yang sama.Dia tertegun sejenak saat melihat wanita yang duduk di depan meja rias sedang mengeringkan rambut hitamnya yang panjang. Sepertinya suara mesin pengering rambut itu membuat Sandra tidak mengetahui kedatangan suaminya.Moses berdehem, membuat Sandra terlonjak kaget dan mematikan asal bunyi angin berderu itu.“Maaf aku datang secepat ini karena nanti malam ada pesta lajang untuk salah satu temanku, Rafael.”“Oh. Rafael akhirnya mel
“Moses!!”Sandra tidak menyangka akan sakit seperti ini. Dia merasa sangat penuh. Moses terlihat menahan dirinya sendiri dan tidak bergerak di atasnya. Kedua tangan berada di samping kepala Sandra untuk menahan dirinya sendiri agar tidak menimpa tubuh Sandra.Air matanya meleleh turun. Dia sudah membuang jauh-jauh harapannya sewaktu dia masih muda dan lugu, yaitu berharap saat pertamanya akan dilakukan bersama pria yang mencintainya juga.Tapi ini bukan bercinta. Ini hanya kegiatan reproduksi!“Masih sakit?”Sandra menggelengkan kepalanya lalu sadar Moses tidak melihat wajahnya, melainkan ke area tubuh mereka yang bersatu.Panas menjalar naik sampai pipi Sandra memerah. Dia menolehkan