Share

Bab 3. Satu Syarat Sandra

Sandra keluar dari mobil SUV yang dikendarai James, supir pribadi keluarga Alinskie yang sudah mengabdi selama puluhan tahun. Ia masuk ke gedung pencakar langit yang megah dan berbentuk seperti piramida, terletak di tengah kota terbesar di negara bagian Amerika Serikat Illinois, Chicago.

Dengan kartu VIP, Sandra mendapat akses lift pribadi yang langsung menuju lantai kantor suaminya.

Asisten Moses, Felysia, menyapa dari balik meja marmer hitam. “Selamat siang, Nyonya Alinskie. Ada keperluan apa?”

“Aku sudah janji dengan suamiku, Felysia.” Sandra tersenyum padanya.

Asisten muda yang cantik itu keluar dari balik mejanya, “Oh... Tapi Tuan Moses belum kembali, Nyonya. Dia bilang pergi makan siang.”

Felysia adalah asisten Moses selama beberapa tahun terakhir, Sandra bingung siapa yang merekrut Felysia sebagai asisten suaminya. Seragam asisten memang sangat bagus di perusahaan mereka, Sandra sendiri yang memilih desainnya. Berwarna abu gelap, dengan kerah blazer, terusan itu jatuh diatas lutut.

Tapi Felysia memakainya dengan ketat dan potongannya sepaha. Dia juga memoles wajahnya dengan tebal. Sandra kurang suka dengan tampilan asisten Moses yang seperti mau kontes kecantikan, ia berharap asisten seorang CEO bisa lebih profesional tapi sepertinya suaminya tidak keberatan.

“Tidak apa-apa aku bisa tunggu di dalam.” Sandra melangkah ke ruang kerja Moses yang hanya dibatasi dengan kaca transparan.

“Mau minum apa, Nyonya?” tanya Felysia sambil memperhatikan kukunya yang panjang dan berwarna.

Sandra menahan amarahnya, lebih baik dia memberitahu Moses sebelum menegur Felysia. Mana ada asisten seorang CEO perusahaan besar bersikap seperti Felysia.

“Air putih saja, Felysia. Makasih.” Sandra duduk diatas sofa putih yang empuk, sementara Felysia mempersiapkan permintaannya.

Kantor suaminya sangat rapi dan wangi. Meja besar berada di ujung ruangan, dengan kursi CEO berwarna hitam, kaca sepanjang tembok itu memperlihatkan pemandangan menakjubkan dari lantai 62. Ada sebuah mini bar, lengkap dengan kulkas kecil dan koleksi anggur kesukaan Moses. Seluruh ruangan bernada maskulin, kombinasi putih, hitam dan abu.

“Ini, Nyonya. Kalau butuh sesuatu panggil saya saja. Mungkin Moses tidak lama lagi akan kembali… Eh maksud saya Tuan Moses.”

Sandra tidak melewatkan cara Felysia menyebut nama suaminya tanpa embel-embel. “Makasih, Felysia.”

Asisten itu keluar dengan santai dan Sandra kembali melihat dokumen penting di tangannya. Ia mengambilnya keluar dari amplop dan dengan rapi diletakkan diatas meja, lalu kembali duduk lurus dengan kedua tangan terlipat di pangkuan.

Tidak lama kemudian, Moses masuk ke kantor dengan langkah ringan dan wajah yang gembira. Ia juga sedikit bersiul sebelum melihat Sandra duduk disana.

“Maaf, Sandra. Aku tadi pergi makan siang.”

“Siang, Moses. It’s fine. Aku juga tidak buru-buru.” Sandra berusaha terlihat tenang.

Hmm... Sepertinya mood Moses sedang bagus hari ini.

Moses duduk di sofa seberang meja, “So… Apa sesuatu yang mau kamu minta, Sandra?” Lalu dia tertawa kecil. “Kenapa jadi formal banget ya?”

Sandra mencoba tersenyum, “Karena ini penting, Moses. Mengenai Jessica, kapan kamu berencana untuk menikahinya?”

Wajah Moses berubah serius ketika mendengar pertanyaan istrinya. “Aku belum menentukan tanggal pasti. Tapi Jessica telah setuju... Mungkin paling cepat dalam bulan ini. Menurutmu?”

Sandra tidak memberikan jawaban. Tentu saja Jessica dengan cepat menyetujui ajakan Moses untuk menikah. Suaminya begitu percaya diri bahwa Jessica pasti menerimanya, walaupun dia baru menjanda selama 6 bulan.

Moses beranjak dari sofa dan membuka kulkas di bar mini dan mengambil sekaleng bir. Sandra memperhatikan badan suaminya yang tegap dan tinggi itu.

“Jessica sekarang tinggal di rumah kontrakan. Itu pun dibayar dari sisa uang warisan suaminya. Jadi aku ingin segera memberinya rumah yang nyaman," ucap Moses sambil membuka kaleng bir.

Sandra hanya tau kalau suami Jessica, Leo Thomas adalah seorang warga negara Australia yang menaruh hati pada Jessica sejak dia masih berpacaran dengan Moses. Tidak lama setelah Sandra dan Moses menikah, Jessica juga pergi ke luar negeri untuk menikah dengan Leo.

Selama ini Sandra bisa tenang karena suaminya hanya mencintai satu wanita, dia berselingkuh di luar pun hanya sekedar main-main saja. Tapi Sandra tidak menyangka takdir bisa mempermainkan hidup. Hanya 5 tahun menikah dan suami Jessica tiba-tiba meninggal. Sandra merasa kasihan pada wanita itu, apalagi dia memiliki seorang anak kecil.

Sandra mencoba untuk tersenyum tapi mulutnya sangat kaku, “Tenang saja, aku akan pindah keluar setelah kita bercerai. Rumah Papa masih kubiarkan kosong selama ini... Aku tidak tega untuk menjualnya."

Dia tumbuh besar di mansion mewah itu, banyak kenangan manis disana termasuk ketika Sandra pertama kali bertemu dengan suaminya.

Papa Sandra, Joe Alinskie, sudah meninggal empat tahun yang lalu karena penyakit leukimia. Kemudian disusul oleh mamanya. Pritta Alinskie memang memiliki tubuh yang lemah, ditambah lagi dengan kepergian suaminya, membuat kesehatan Pritta menurun. Sekarang, Sandra tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini.

Bahkan suaminya sebentar lagi akan mencampakkannya. Tapi dia sudah menangis sepanjang malam, dia tidak akan menangis di depan Moses. Matanya yang merah dan sembab sudah dia poles sedemikian rupa. Tidak ada yang mengetahui di balik wajah Sandra yang datar tanpa ekspresi, dia menyembunyikan luka teramat dalam.

"Tidak perlu. Kamu salah paham. Aku tidak mungkin mengusirmu keluar dari rumah yang sudah lima tahun kita tempati. Ehmm... Sebenarnya Jessica tidak mau tinggal di rumah itu... Kamu mengerti kan? Dia ingin membeli rumah baru."

"Oh begitu..." Sandra mengangguk.

Tentu saja, mana ada wanita yang mau tinggal di rumah yang dulunya ditinggali oleh mantan istri suaminya!

"Jadi setelah kita bercerai pun kamu tidak perlu pindah, okay?"

Sandra hanya memberinya senyuman kecil. Padahal dia tidak mungkin akan tinggal di rumah itu lagi. Sandra bukan wanita miskin atau wanita yang menunggu uang bulanan dari suaminya. Dia adalah pemilik perusahaan skincare yang sedang naik daun dan berkembang pesat walaupun baru dirintis dua tahun yang lalu.

"Aku tau kamu tidak pernah menyentuh uang bulanan yang aku kasih selama ini. Tapi aku harus bilang duluan, aku akan tetap menafkahimu. Bagaimanapun juga, kamu adalah mantan istriku..."

Sandra sedikit terkejut karena Moses tau dia tidak pernah menggunakan uang yang selalu suaminya transfer ke rekening pribadinya setiap bulan. Oh tentu saja, rekening itu dibuka oleh Moses sendiri saat mereka sudah menikah. Dia hanya tidak menyangka Moses memperhatikannya.

Sandra tidak membantah lagi. Dia tau kapan harus menjaga gengsi suaminya. "Terserah kamu saja, Moses. Tapi kamu tidak perlu mengirim jumlah yang begitu banyak, apalagi nanti kamu akan punya keluarga sendiri."

Tenggorokan Sandra tersendat saat dia memikirkan Moses dengan Jessica dan anak perempuannya, tinggal di rumah yang baru. Membina sebuah keluarga yang tidak pernah Sandra rasakan selama 5 tahun pernikahan mereka.

“Aku tau kamu istri terbaik di dunia! Semua temanku mengeluh punya istri yang boros dan tidak segan untuk meminta uang, tapi kamu memang berbeda... Sekarang, apa yang kamu mau? Aku tidak akan mengecewakanmu.”

“Begini... Tentang sesuatu yang kumaksud itu mungkin akan terdengar aneh di telingamu... Tapi ini syarat yang ingin aku ajukan jika kamu mau bercerai.”

“Ini tidak sepertimu, Sandra. Katakan saja,” ketusnya sambil berdiri di samping sofa, membelakangi langit biru cerah dari balik jendela kaca dan menyesap bir dingin.

Sandra membuka matanya dan menatap Moses dengan wajah tenang, tak berekspresi.

“Aku mau seorang anak darimu, Moses.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status