Sandra membuka matanya dan menatap Moses dengan wajah tenang, tak berekspresi.
“Aku mau seorang anak darimu, Moses.”
Cairan itu hampir tersembur keluar dari mulutnya, dan Moses terbatuk. Dia memukul dada bidangnya beberapa kali.
“Kamu baik-baik saja?” tanya Sandra khawatir.
“Apa? Aku tidak salah dengar?” Moses memastikan lagi.
“Apakah syaratku berlebihan?”
Dia meletakkan kaleng bir itu di atas meja, seakan tidak tertarik lagi untuk meminumnya.
“T-tidak sama sekali... Dulu kita memang berjanji akan menunggu dua tahun sampai kuliahmu selesai kan?” Moses tertawa kecil, mengingat janji yang mereka buat saat mereka menikah.
“Sandra, kamu sungguh polos atau berpura-pura lugu? Maksudku di atas ranjang.” Moses menatap wajah istrinya yang panik. Sangat jarang sekali Sandra menunjukkan emosinya secara terang-terangan. Biasanya Moses harus menerka-nerka apa yang ada di pikiran istrinya karena dia selalu memasang wajah datar. Namun kali ini, Moses tau kalau istrinya benar-benar terkejut oleh perkataannya. 'Damn! Aku sendiri terkejut dengan perkataanku. Tapi tidak mungkin aku setuju dengan inseminasi buatan! Aku seorang pria yang sehat dan dalam kondisi prima untuk membuat seorang anak!' jerit Moses dalam hati. Dokumen yang dikoyak Moses berisi beberapa poin tentang inseminasi buatan dan bagaimana mereka akan membagi hak asuh anak dengan damai. Tangan Moses masih melingkar di pinggang Sandra. Dia tidak menyangka pinggang istrinya sangat ramping dan kecil. Sandra tidak setinggi Jessica, kepalanya hanya mencapai dada Moses namun dia dapat merasakan bagaimana tubuh Sandra
Moses berlari keluar dari lift menuju kamar nomor 6 setelah mendapat informasi dari resepsionis rumah sakit swasta ternama yang ada di kota Chicago. Dia membuka pintu geser berwarna putih itu dan mendengar sedikit percakapan serius dua orang yang tidak menyadari kehadirannya.Yang dia dapat dengar dengan jelas adalah suara istrinya berkata, “Tidak perlu memohon padaku karena permintaan Oma akan terkabulkan sebentar lagi. Aku dan Moses akan bercerai."Oma Agatha yang duluan sadar akan kedatangan cucu kesayangannya berkata lirih, “Moses…”Disusul dengan Sandra yang menoleh ke arah pintu. Moses memberi istrinya tatapan tajam saat Sandra menarik tangannya dari genggaman oma, seakan wanita dingin itu tidak mau dipegang dan didekati oleh siapa pun.Selama lima tahun merek
Samuel Parker, pemain serial drama sekaligus penyanyi solo yang sedang hits di Korea Selatan dan namanya juga mulai dilirik oleh fans global. Demi mengepakkan sayap bisnis di kawasan Asia, Sandra rela membayar mahal jasa Samuel Parker setelah berunding lama dengan tim kreatif perusahaannya.Dia berwajah manis yang menawan dan memiliki aura superstar yang tidak main-main. Dia juga sangat ramah ketika para fans-nya di Chicago menyambut Samuel yang baru saja tiba di O’hare International Airport.Attitude-nya bagus. Dia mencintai para fans yang mendukungnya dan juga sebaliknya. Yang lebih ekstrem adalah saat salah satu penggemarnya menerobos naik ke atas panggung, Samuel malah mengajaknya menyanyi bersama sebelum orang itu ditarik turun oleh petugas keamanan.Itu yang dibisikkan oleh Bambi, asisten pribadi Sandra saat mereka meli
Keesokan harinya, Moses mengajak Jessica dan anak perempuannya, Kylie untuk menjenguk Oma Agatha di rumah sakit. Anak berumur empat tahun itu terlihat duduk di atas kasur sambil memainkan boneka beruangnya. Moses berdiri di samping kasur. “Dokter bilang oma besok sudah bisa keluar dari rumah sakit. Jadi mulai besok oma harus tinggal bareng aku sama Sandra.” Agatha mengelus rambut Kylie. “Aku sudah terbiasa tinggal sendirian. Lagipula aku tidak akrab dengan Sandra… Lebih baik tidak usah, Moses.” Jessica meletakkan sepiring buah apel di atas meja, dia ambil satu dan menyuapi anaknya. “Kalau tinggal bareng Moses, oma ada yang jagain. Jadi Moses juga lebih tenang.” “Ada yang temenin aku di rumah juga kok. Moses aja yang tidak bisa percaya sama asisten rumah tanggaku.”
“Nona Sandra, kita sudah sampai. Nona Sandra….” James mencoba untuk membangunkan nonanya. Panggilan itu sudah melekat sejak dia mengabdi pada keluarga Alinskie.Sandra perlahan membuka kedua matanya setelah dibangunkan James. Dia melihat mansion elegan bergaya neo-klasik dari kaca jendela mobil, lalu dia turun dengan perasaan berat dan lelah.Sesi pengambilan foto telah berakhir dengan sukses. Sandra biasanya selalu pulang tepat waktu tapi sejak kedatangan Samuel, Sandra selalu pulang kemalaman.Pria itu bersikeras Sandra harus menemaninya melihat pertunjukan teater di Chicago Theatre, setelah itu dia bilang lapar jadi Sandra menemaninya pergi makan dulu sebelum akhirnya bisa sampai di rumah tiga puluh menit sebelum jam 12 malam.Dia masuk ke aula mansion besar yang gelap
Tangan kanan memegang botol whiskey dan dua gelas kaca berada di tangan kiri Moses. Dia tidak repot-repot mengetuk sebelum membuka pintu kamar istrinya.Mereka tidur di kamar yang berbeda sejak awal pernikahan. Moses tidak pernah mengunjungi kamar istrinya meskipun kamarnya juga berada di lantai yang sama.Dia tertegun sejenak saat melihat wanita yang duduk di depan meja rias sedang mengeringkan rambut hitamnya yang panjang. Sepertinya suara mesin pengering rambut itu membuat Sandra tidak mengetahui kedatangan suaminya.Moses berdehem, membuat Sandra terlonjak kaget dan mematikan asal bunyi angin berderu itu.“Maaf aku datang secepat ini karena nanti malam ada pesta lajang untuk salah satu temanku, Rafael.”“Oh. Rafael akhirnya mel
“Moses!!”Sandra tidak menyangka akan sakit seperti ini. Dia merasa sangat penuh. Moses terlihat menahan dirinya sendiri dan tidak bergerak di atasnya. Kedua tangan berada di samping kepala Sandra untuk menahan dirinya sendiri agar tidak menimpa tubuh Sandra.Air matanya meleleh turun. Dia sudah membuang jauh-jauh harapannya sewaktu dia masih muda dan lugu, yaitu berharap saat pertamanya akan dilakukan bersama pria yang mencintainya juga.Tapi ini bukan bercinta. Ini hanya kegiatan reproduksi!“Masih sakit?”Sandra menggelengkan kepalanya lalu sadar Moses tidak melihat wajahnya, melainkan ke area tubuh mereka yang bersatu.Panas menjalar naik sampai pipi Sandra memerah. Dia menolehkan
“Tadi Jessica ada telepon. Dia bilang akan mengajak Kylie hari ini. Jadi aku sekalian menawarkannya untuk makan siang di sini.” Agatha menyeruput teh earl grey favoritnya sambil menikmati pemandangan taman di mansion mewah milik anaknya, Mason Bramasta. Dia membeli mansion ini ketika perusahaannya masih dalam masa jayanya.Sayang sekali, Mason terpuruk sejak mama Moses meninggal secara mendadak karena serangan jantung di usia muda. Kekayaannya lenyap dalam sekejap karena berjudi. Perusahaan yang susah payah dia dirikan terancam bangkrut.Lalu sebuah kecelakaan tunggal merenggut nyawa Mason yang menyetir di bawah pengaruh alkohol. Moses yang saat itu baru saja lulus dengan gelar magister manajemen bisnis harus langsung menerima warisan besar ayahnya.Bukan warisan kekayaan melainkan warisan