Share

Satu Tahun Jadi Istrimu
Satu Tahun Jadi Istrimu
Penulis: Liani April

Bab 1. Perjodohan

Penulis: Liani April
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-09 10:31:22

Malam ini, Tavira akan bertemu tunangannya – Darian, putra tunggal keluarga Haryodipura.

Beberapa jam sebelum pertemuan itu, Tavira berdiri di depan cermin, mematut diri dengan saksama. Gaun merah muda selutut membalut tubuh langsingnya dengan sempurna. Rambut panjang bergelombang ditata rapi, sebagian disingkap jepit mungil yang memperlihatkan pelipis halusnya.

Semuanya sudah tampak sempurna. Hanya riasan tipis yang akan ia poleskan menjelang pertemuan nanti malam, pukul delapan.

Mama ikut mengintip di depan cermin. Melihat detail gaun dari atas kepala sampai ujung kaki. Semua sudah dipersiapkan Mama dari jauh hari. Baru kali ini Mama bisa berdecak kagum setelah dikenakan putri semata wayangnya itu.

Tavira sudah sangat sempurna, tapi gadis itu menghela napas panjang. Cemas pada sesuatu yang tidak Mama ketahui.

“Darian akan menerimaku kan, Ma?” cemas Tavira kentara di wajah cemberutnya.

Mama mengulas senyum sembari mengelus pundak anaknya.

“Tentu saja. Enggak ada yang bisa menolak kamu, Sayang. Kamu cantik, dewasa, wanita baik-baik dan berprestasi. Bukan cuma pewaris Haryodipura saja yang ingin menjadikanmu istri, tapi seluruh lelaki di dunia ini.”

Oke, Tavira merasa ucapan Mama terlalu berlebihan. Tapi itu sukses membuat kecemasannya menguap di udara. Setidaknya itu meningkatkan kepercayaan diri Tavira. Meski sedikit.

“Tavira, kamu nggak menyesal dengan perjodohan ini, kan?”

Sekarang Mama yang cemas. Entah sudah berapa kali Mama menanyakan hal serupa di setiap kesempatan. Mama takut kalau perjodohan yang dilangsungkan sedari kecil itu tidak disukai Tavira. Dan selalu pula Tavira memberikan jawaban yang sama.

“Enggak, Ma. Aku suka perjodohan ini, kok. Aku sudah memerhatikan Darian dari jauh. Dia benar-benar tipe kesukaanku.”

Dua puluh lima tahun lalu, di usianya yang baru lahir, Tavira Lintang Saka dijodohkan dengan Darian Alastra Haryodipura. Lelaki yang lima tahun lebih tua darinya.

Terjadi kesepakatan di masa lalu hingga kedua orang tua memutuskan perjodohan. Tavira resmi bertunangan dengan Darian di usia keduanya yang terbilang belia.

Hanya tunangan. Sedangkan pernikahannya sendiri akan dilaksanakan ketika Tavira genap berusia 25 tahun. Tepat hari ini.

Malam kemarin Tavira baru saja merayakan pesta kecil bersama teman-teman modelnya. Malam itu sekaligus jadi pesta lajang terakhir Tavira.

Esoknya, Tavira diberitahu Mama kalau dirinya akan dipertemukan dengan tunangannya – Darian, bersama orang tuanya untuk membicarakan pernikahan.

Tavira sangat antusias. Dia bahkan sengaja berdiet, perawatan wajah, perawatan rambut dan kuku. Dia ingin terlihat sempurna di mata Darian. Sebab itu kali pertama mereka dipertemukan setelah dewasa.

Kenapa Tavira sebegitu antusiasnya?

Karena Darian – calon mempelainya, bukan orang sembarangan. Selain karena dia berasal dari keluarga konglomerat, CEO yang sukses, Darian juga tampan, kharismatik dan pernah sesekali muncul di majalah bisnis sebagai salah satu dari deretan orang-orang tersukses di dunia.

Tavira sudah jadi penggemar Darian sedari dulu. Bukan saja karena mereka ditunangkan sejak kecil, tapi karena pesona Darian sendiri memang patut dijadikan idola oleh Tavira.

“Terima kasih, Tavira. Kamu sudah menjaga diri dari laki-laki lain dan mempersiapkan jadi istri yang baik.” Ada butir air mata di sudut tatapan Mama.

“Iya, Ma. Tavira nggak mau terlihat memalukan bagi Mama dan almarhum Papa. Tavira ingin jadi wanita yang pantas untuk Darian.”

Mama memeluk Tavira. Anak gadisnya sudah dewasa. Rasanya Mama ingin mengatakan pada nisan Papa kalau dia berhasil mendidik anak gadisnya dengan baik. Mama tidak ingin apa pun selain melihat Tavira bahagia dengan lelaki yang dicintainya.

“Ah, sebaiknya Mama juga bersiap dengan baju Mama. Jangan sampai anaknya sudah cantik, Mama malah terlihat memalukan dan buat kamu minder.”

Tavira tersenyum bersamaan dengan Mama menuju ke kamarnya. Memastikan tidak ada kekurangan apa pun di baju maupun sepatu untuk pertemuan nanti malam.

Tiba-tiba saja ponsel Tavira berdering. Dengan cekatan Tavira menekan tombol terima dan melakukan sapaan lumrah pada si penelepon.

“Halo?”

“Tavira Lintang Saka. Aku memintamu datang ke Palais Hotel sekarang juga.”

Tidak ada sapaan. Tidak ada basa-basi. Tahu-tahu orang di seberang telepon sana meminta Tavira datang ke hotel yang terkenal elit di kawasannya.

“Siapa ini?”

Wajar saja Tavira bertanya. Mana mau dia menanggapi telepon iseng, apalagi di hari sepenting ini.

“Darian."

Tavira tercekat. Lebih tidak percaya pada apa yang baru didengarnya itu.

“Jangan bercanda. Mana mungkin kamu Da-“

“Cepatlah! Jangan beritahu siapa pun kamu kemari. Dan datanglah sebelum pertemuan nanti malam.”

Tavira berusaha tidak percaya, tapi ia menyebut tentang pertemuan nanti malam. Hanya dia, Mama dan keluarga Darian saja yang tahu. Mustahil yang meneleponnya ini Darian sungguhan. Untuk apa?

“Beritahu aku kalau sudah sampai lobi hotel. Nanti kuberitahu nomor kamarnya.”

Udara mendadak dingin sebab panggilan terputus menyisakan keheningan di kamar Tavira. Dia mematung. Mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.

Darian memintanya datang ke hotel. Untuk apa? Bukankah nanti malam mereka akan bertemu. Kenapa harus sekarang. Kenapa pula harus di hotel.

Tavira tidak mendapatkan jawaban hanya dengan berdiam diri. Dia lepaskan gaun juga hiasan jepit di kepala yang akan dikenakan nanti malam. Tidak ingin Darian tahu bagaimana luar biasanya gaun itu setelah dia merias diri nanti.

Bergantilah Tavira menggunakan pakaian yang biasa ia kenakan sehari-hari. Blouse longgar dan celana jeans.

Entah apa yang diinginkan Darian memanggilnya sebelum pertemuan nanti malam. Hanya saja Tavira tergoda curi start untuk melihat sang pujaan hati. Mungkin ini kesempatannya melihat Darian dari dekat sebelum malam nanti direcoki para orang tua.

Pada akhirnya Tavira bertolak ke hotel setelah mengatakan akan keluar sebentar pada Mama. Menggunakan taksi online Tavira hanya butuh dua puluh menit ke depan hotel bintang lima yang biasa didatangi artis ataupun kalangan elit.

Tavira jalan pelan ke lobi sesuai perintah Darian. Kemudian mengirimkan pesan bahwa ia sudah sampai di sana.

Tak lama, muncul seorang resepsionis yang menyebutkan nama Tavira dengan fasih.

“Nona Tavira?” pertanyaannya mendapat anggukan kepala dari Tavira. “Saya akan antarkan Anda ke ruangan Pak Darian.”

Tavira mengikuti karena tak punya banyak pilihan. Mereka naik lift menuju lantai 39. Tavira mulai waswas. Apakah yang dilakukannya ini benar. Intuisinya berkata ada hal yang tidak menyenangkan. Terutama ketika lift berhenti di lantai 39.

Begitu lift terbuka, dunia seakan berubah. Marmer putih, aroma kopi mahal dan ruangan yang hening seperti kuburan eksekutif.

Tavira menggenggam erat ujung bajunya saat resepsionis membimbingnya masuk ke ruangan kamar suite.

Dan di sanalah dia.

Darian Alastra Haryodipura.

BERSAMBUNG

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
mufeedzah
semangat bunda Liii...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 90. Awal Baru

    Rumah kecil peninggalan Mama hening. Hanya suara detik jam dinding yang terdengar, berdenting pelan seolah menegaskan kesepian yang meringkuk di setiap sudut ruangan.Tavira duduk di kursi rotan di ruang tengah, menatap foto Mama yang tergantung di dinding. Senyum teduh Mama membalas tatapannya, tapi justru membuat sesak di dada.Sudah berhari-hari ia merasa begini. Bangun tidur tanpa sapaan Mama, tanpa aroma masakan sederhana yang dulu selalu menyambutnya. Sekarang, yang ada hanya keheningan menusuk dan kenangan yang terus datang tanpa diundang.Tavira menghela napas panjang, lalu mengambil ponselnya. Ia membuka aplikasi mobile banking. Angka di layar membuatnya terdiam. Lima puluh miliar.Nominal yang sangat besar, bahkan terlalu besar untuk perempuan yang dulu hanya terbiasa hidup pas-pasan bersama Mama.Di awal, Tavira menyetujui perjanjian absurd itu dengan Darian, adalah untuk bisa hidup bersama Mama dengan kompensasi yang mereka se

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 89. Cukup Satu Tahun

    Kafe kecil di sudut Jakarta itu sore ini ramai pengunjung, tapi di sudut paling tenang, sebuah meja bundar dipenuhi wajah-wajah yang sudah sangat akrab bagi Tavira.Ada Eshan dengan kemeja kerjanya yang masih rapi, Dhiya yang tampak berusaha ceria meski matanya sedikit bengkak, Hasana yang duduk dengan sikap anggun, serta Laya yang sedari tadi tak bisa berhenti berkomentar.Tavira duduk di antara mereka, menyandarkan punggung pada kursi kayu, kedua tangannya memeluk gelas kopi dingin yang bahkan belum ia sentuh.Sejak kabar perceraiannya dengan Darian tersebar, ia tak punya pilihan selain menghadapi tatapan penuh tanya dari orang-orang terdekatnya. Dan hari ini, waktunya tiba.“Gila kamu, Tavira,” suara Laya langsung meledak, tak bisa menahan diri.“Aku kira kabar di forum gosip itu bohong. Mana mungkin kalian cerai? Baru juga setahun! Aku masih berharap kalian bakal punya anak terus buat keluarga impian semua orang.”“Laya.” Has

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 88. Bukan Keluarga Lagi

    Rumah besar keluarga Haryodipura sore itu dipenuhi cahaya keemasan dari matahari yang perlahan tenggelam. Aroma kopi hangat yang baru diseduh memenuhi ruang tamu, namun suasana hati Bunda sama sekali tidak hangat. Ia duduk di kursi panjang berbalut kain biru muda, wajahnya tegang, bibirnya terkatup rapat.Ayah duduk di sebelahnya, menatap koran yang tak lagi terbaca. Tatapannya beberapa kali berpindah ke jam dinding, lalu ke arah pintu. Darian sudah bilang akan datang, dan mereka tahu ia membawa kabar besar.Tak lama kemudian, suara mesin mobil terdengar di halaman. Langkah berat memasuki rumah, dan Darian muncul. Jas hitamnya masih melekat, rambutnya sedikit berantakan, wajahnya tampak letih. Tak ada aura berwibawa yang biasanya menyelimutinya. Yang ada hanya sisa-sisa lelah, kesedihan, dan semacam kekalahan yang jarang terlihat dari sosok Darian Alastra Haryodipura.“Darian,” panggil Bunda, nadanya rendah tapi jelas mengandung kecemasan. “Apa yang kudengar ben

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 87. Titik Akhir

    Hari itu, langit Jakarta tampak kelabu. Awan bergelayut rendah, seolah ikut menanggung beban berat yang sedang dipikul oleh dua hati yang pernah disatukan dalam janji rapuh.Di depan gedung pengadilan negeri, deretan mobil mewah dan sederhana bercampur menjadi saksi bisu dari berbagai kisah rumah tangga yang retak.Tavira melangkah dengan mantap. Wajahnya dingin, tatapannya lurus ke depan tanpa sedikit pun menoleh. Rambut hitamnya disanggul sederhana, busana putih gading yang ia kenakan memancarkan kesan berjarak. Bersih, tegas, dan tak tergoyahkan.Di sampingnya, pengacara yang ia sewa berjalan mengikuti, menenteng map berisi dokumen. Semua formal, semua prosedural. Tidak ada lagi nuansa hangat seperti ketika ia dulu menandatangani perjanjian pernikahan di rumah Darian. Kini semuanya hanya hitam di atas putih.Sementara itu, Darian berdiri beberapa langkah di belakang. Jas hitamnya rapi, dasi terikat sempurna, tapi wajahnya pucat. Sorot matanya tak perna

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 86. Cinta Datang Terlambat

    Sejak pagi, Darian duduk di balik meja kerjanya, tapi pikirannya tidak pernah benar-benar berada di ruangan itu. Tumpukan berkas menunggu, layar laptop menyala, pena tergenggam erat di tangan, namun semua itu hanya benda mati yang tak sanggup menarik fokusnya.Yang terus berputar di kepalanya hanyalah wajah Tavira. Wajah perempuan itu ketika menangis di pemakaman, saat berkata ia membenci Darian, saat matanya dipenuhi kekecewaan yang lebih pedih dari apa pun yang pernah Darian rasakan.Ia menyesap kopi dingin yang sudah lama dibiarkan, rasanya pahit menempel di lidah. Tubuhnya ada di kantor, tapi jiwanya tercerabut.Pintu tiba-tiba berderit. Darian mengangkat kepala, dan saat itu jantungnya serasa berhenti.Tavira.Berdiri di ambang pintu dengan rambut tergerai seadanya, mata masih sembab, wajah pucat. Perempuan itu bagai bayangan yang selalu ia rindukan, sekaligus ketakutan terbesarnya.“Tavira…” Darian refleks menyebut namanya. Ada campura

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 85. Perjanjian Akan Berakhir

    Rumah peninggalan Mama kini terasa asing. Sejak pemakaman selesai, Tavira lebih banyak menghabiskan waktu di ruang tamu yang sunyi. Foto Mama berdiri tegak di atas meja kecil, dihiasi bunga lili putih yang mulai layu. Senyum lembut dalam foto itu membuat dada Tavira seakan diremas.Ia duduk lama di kursi kayu, memandangi potret itu tanpa berkedip. Ada detik-detik di mana ia berharap semua ini hanya mimpi buruk, dan Mama akan muncul dari dapur sambil membawa teh hangat. Tapi kenyataan menamparnya tiap kali ia sadar, rumah ini benar-benar sepi.Air mata menggenang, namun Tavira buru-buru menghapusnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri. Tidak boleh lagi terlalu lama tenggelam dalam kesedihan. Mama tidak akan suka melihatnya terpuruk.Tapi ada hal lain yang terus menghantui pikirannya. Perjanjian itu. Pernikahan kontrak yang kini tersisa dua bulan lagi.Selama ini, Tavira membiarkan waktu mengalir, seolah akhir itu masih jauh. Namun setelah Mama tiada, s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status