Home / Lainnya / Saudara Rasa Orang Lain / Penghinaan Untukku

Share

Penghinaan Untukku

Author: Kasih Dgreen
last update Last Updated: 2021-09-17 21:01:48
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (6)

Bukannya aku nggak mau untuk menjaga Faraz, tapi kalau aku tak berjualan, pemasukan pun otomatis menjadi berkurang. Karena hanya mengandalkan pemasukan dari Bang Arham saja.

Akhirnya kuputuskan untuk datang sebentar ke rumah Bang Majid besok pagi. Sepulangnya dari rumah Emak nanti.

Aku juga sudah mengatakan pada Bang Arham perihal ini semua. Kata Suamiku itu, gapapa aku datang dulu saja untuk mengatakan langsung pada Bang Majid bahwa aku nggak bisa menemani Faraz karena harus berjualan.

๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ

Pagi pun kini telah menyapa, Emak sedang menyapu halaman rumah yang sudah dipenuhi oleh dedaunan yang jatuh dari ranting-ranting pohon.

Aku pun bersiap-siap sambil menunggu Bang Arham selesai beberes. Aku juga sudah selesai membantu Emak untuk membereskan rumah walau ada Bik Neti, tapi kami semua tetap melakukan pekerjaan rumah.

Setelah semuanya selesai, kami pun pamit pada Emak, dan segera meluncur ke rumahnya Bang Majid.

"Kami pulang dulu ya, Mak? Nanti Insha Allah Kami kesini lagi." Pamit Bang Arham sambil mencium punggung tangan Emak. Emak pun mengusap-usap pucuk kepala Bang Arham. Damai sekali rasanya melihat pemandangan ini. Lalu aku pun dan juga Anak-anak turut ikut mencium punggung tangan Emak sambil berpamitan.

"Kalian hati-hati ya di jalan? Semoga Allah selalu memberkahi setiap langkah yang kalian jejaki, Aamiin." Doa Emak yang membuat hati ini terasa sejuk bagai disirami air es.

"Aamiin." Jawab kami serentak.

๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ

Kini, kami semua sudah sampai di depan rumahnya Bang Majid. Rumah sekaligus tempat usaha catering Bang Majid. Rumah yang sangat indah menurutku. Halamannya luas sekali, serta dindingnya yang bercat putih menambahkan kesan luas dan terang. Ditambah lagi dengan pagar berwarna hitam yang tinggi menjulang.

Aku turun dari motor, lalu memencet bel yang terletak di sebelah kanan pagar rumah tersebut.

Tak lama seseorang yang kuperkirakan adalah karyawannya Bang Majid itu bergegas untuk membukakan pagar.

"Nyari siapa?" Tanyanya arogan.

"Bang Majidnpya ada? Saya Lila, adiknya Bang Majid," jawabku, dia menautkan kedua alisnya. Sejenak memperhatikanku dari atas sampai bawah, membuatku menjadi risih.

"Sebentar." Lalu dia pun pergi masuk ke dalam rumah, dan tak lupa menutup pagar kembali, tanpa menyuruhku masuk terlebih dulu. Aku pun hanya bisa menunggu di depan pintu pagar bersama Bang Arham dan juga anak-anak.

Sepertinya lelaki tadi adalah karyawan baru Bang Majid. Karena waktu terakhir aku berkunjung kesini, lelaki tersebut belum ada. Itu pun setahun lalu kalau tak salah, memang sudah lama sekali aku tak kesini. Karena walaupun saudara sekandung tapi tetap saja ada perasaan tak enak jika sering-sering kesini.

Kulihat dari balik pintu pagar, lelaki tadi berjalan lagi ke arah tempat di mana kami sedang berdiri. Dia bergegas membukakan pintu dan menyuruh kami langsung masuk ke dalam.

Kata lelaki tersebut, Bang Majid sedang pergi dan di rumah hanya ada Kak Arimbi saja. Lalu aku pun segera masuk untuk menemui Kak Arimbi.

Tok!

Tok!

Tok!

"Assalamualaikum, Kak." Aku mengetuk pintu sambil mengucapkan salam.

Ceklek! Pintu pun terbuka.

"Wa'alaikumsalam, eh Lila. Masuk sini, mari silahkan masuk," sambut Kak Arimbi dengan ramah. Tak biasanya Kak Arimbi seramah ini, apa karena memang sedang ada maunya ya? Makanya dia menjadi ramah seperti ini.

Lalu kami pun segera masuk ke dalam rumah mewah ini, dan duduk di atas sofa empuknya. Ada Faraz dan juga Fariz yang sedang tertidur di atas kasur tak jauh dari tempat kami duduk.

Bang Arham hanya diam saja sedari tadi, Amalia dan Raffa juga sudah kami wanti-wanti agar tak memegang semua peralatan yang ada di dalam rumah Bang Majid. Karena takut rusak atau pecah, dan aku tak bisa menggantinya.

Setelah membukakan pintu, Kak Arimbi langsung ke belakang. Entah dia mau ngapain.

Tak lama Kak Arimbi datang dari arah dapur. Lalu dia pun langsung duduk di sofa tepat di depan kami.

"Begini, Lila, Kakak mau minta tolong sama kamu untuk jagain Faraz. Dia lagi demam jadinya rewel banget, sedangkan pesanan catering itu lagi banyak banget, kamu mau kan? Cuma sekitar tiga hari aja kok," ujar Ibu beranak dua itu to the point.

Aku terdiam sejenak, menyusun kalimat demi kalimat di dalam hati yang akan terlontar dari mulutku. Agar tak menyakiti hati Kak Arimbi, karena aku akan menolaknya.

"Gimana Lila?" Tanyanya lagi, memastikan.

"Ehem, begini Kak. Sebelumnya aku mau minta maaf karena pesanan kue aku juga lagi banyak yang order, jadi aku nggak mau ngecewain pelanggan aku, jadi aku sekali lagi mohon maaf sama Kakak bukannya nggak mau ngejagain Faraz, tapi emang waktunya lagi nggak tepat," tuturku pelan menjelaskan dan terpaksa lagi-lagi harus berbohong, tapi dalam hati mengamini, semoga habis ini doaku langsung diijabah oleh Allah yaitu banyaknya orderan kue. Kak Arimbi berdecak kesal. Raut wajahnya mulai berubah menjadi jutek.

"Jadi nggak bisa? Kalau nggak bisa ngapain kesini? PHP dong namanya?" Ujarnya sinis. Kedua tangannya melipat di depan dada sambil bersandar pada sofa.

Ruangan ini mendadak menjadi tegang. Aku belum menjawab.

"Assalamualaikum, eh Lila udah datang." Bang Majid tiba-tiba datang, dia membawa banyak sekali kardus-kardus berisi sayuran sepertinya. Ada kardus bergambar kaleng biskuit terkenal juga. Bang Arham refleks berdiri untuk membantu membawakan kardus-kardus tersebut, lalu dibawa masuk ke tempat penyimpanan, bersama salah satu karyawan Bang Majid.

Kak Arimbi mengikuti Suaminya ke dalam, dan meninggalkan aku disini. Amalia dan Raffa yang mungkin sedari tadi sudah merasa bosan, akhirnya mulai berdiri dan hendak keluar.

"Bu, Lia mau keluar dulu ya, sama Raffa. Disini bosen cuma bengong aja," Lia pamit untuk keluar dan bermain dengan Raffa di halaman depan.

"Yaudah gapapa, tapi ingat pesan Ibu ya? Jangan pegang-pegang apapun," pesanku pada mereka.

"Siap, Bu." Mereka pun langsung berlari keluar rumah.

๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ

Tak lama Bang Arham muncul dari dalam, lalu diikuti Bang Majid di belakangnya dan juga Kak Arimbi.

Mereka berdua lalu menuju sofa dan duduk di depanku. Sedangkan Bang Arham duduk di sebelahku.

"Gimana Lila? Mau kan bantuin Kakak kamu untuk jagain Faraz? Cuma tiga hari kok," aku diam tak menjawab, padahal pertanyaan tadi sudah dilontarkan oleh Kak Arimbi, tapi kenapa kini Bang Majid malah bertanya lagi? Apa Kak Arimbi belum bercerita? Entahlah.

"Maaf Bang. Aku nggak bisa, bukannya nggak mau, tapi lagi ada pesanan kue juga dalam jumlah banyak. Makanya aku mau selesaikan orderan dulu," jawabku, mengulangi ucapan tadi pada saat ditanya oleh Kak Arimbi.

"Memangnya total orderan kue kamu berapa sih? Abang ganti deh, bilang aja kamu nggak mau jagain anak Abang karena nggak digaji kan? Jangan itung-itungan kenapa sih sama saudara sendiri? Begitu amat kamu, La!" Cecorosnya, tanpa menunggu jawaban dariku lagi.

Bang Arham memegang tanganku, menguatkan agar aku tak menangis. Aku memang manusia lemah, mudah sekali mengeluarkan air mata. Apalagi jika direndahkan oleh saudara sendiri.

"Maaf Bang. Tapi emang Lila lagi banyak orderan, dan kami sama sekali nggak minta pamrih apapun pada Abang dan juga Kakak. Kalau waktunya tepat juga pasti kami mau untuk menjaga Faraz, tapi karena kami tidak mau mengecewakan orang lain, makanya kami tidak bisa menjaga Faraz untuk saat ini," Bang Arham kini angkat bicara dan menjelaskan dengan detail. Bang Majid memutar kedua bola matanya, sambil berdecak kesal.

"Ya, Kan tadi Abangmu sudah nanya, berapa total orderan kamu? Biar kami ganti, masa minta tolong aja susah, apalagi sama saudara sendiri, jangan belagu lah jadi manusia!" Ucap Kak Arimbi tak kalah sengit. Aku kini jadi bingung sendiri. Ingin rasanya cepat buru-buru pergi dari sini, karena sudah tak nyaman sekali berada disini.

"Maaf Kak. Bukan soal nominalnya, tapi soal tanggung jawabnya. Kalau aku seenaknya membatalkan sepihak, nanti orang itu bakal kecewa sama aku. Yaudah, aku cuma mau bilang kayak gitu aja, Bang. Kami pamit dulu," karena sudah jengah banget dengan mereka berdua, akhirnya aku pun segera beranjak dari tempat duduk dan diikuti oleh Bang Arham, kami segera melangkah keluar. Tanpa bersalaman lagi. Karena kali ini aku benar-benar sudah malas dengan Abangku itu, terlebih lagi dengan istrinya.

"Arham! Lila! Sombong sekali kamu dengan kami sekarang. Saran Abang, kalau orang miskin jangan punya sifat sombong, takut besok-besok butuh bantuan Saudara." Ucap Bang Majid dengan lantangnya saat aku dan Bang Arham sedang berjalan keluar dari rumahnya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saudara Rasa Orang Lainย ย ย Ekstra Part 3

    #SAUDARA RASA ORANG LAINPart 39 (Ending)#Saudara Rasa Orang LainPart 39 (Ending)Hari ini peresmian toko kue ku, cabang ke-20. Alhamdulillah, aku tak henti-hentinya mengucap syukur pada sang maha pemilik segalanya. Dia-lah yang maha kaya dan maha pemilik seluruh jagat raya ini."Satu, dua, tiga. Bismillahirrahmanirrahim." Kami pun bersama-sama memotong pita yang terpampang di depan pintu masuk toko kue.Aku tak pernah menyangka akan berada di titik ini. Dimana derajat ku dinaikkan oleh Allah. Serta dititipkan amanah yang besar yang harus kami kelola dengan sebaik-baiknya.

  • Saudara Rasa Orang Lainย ย ย Ekstra Part 2

    #SAUDARA RASA ORANG LAIN (38)Ekstra PartPprraanngg!!! Terdengar suara pecahan barang dari dalam rumah Tante Melly. Sepertinya suasana di dalam semakin kacau. Maka kami putuskan untuk segera masuk ke dalam rumah Tante Melly tanpa mengucap salam terlebih dulu, karena memang kondisi pintu utama juga sudah terbuka dari tadi."Astaghfirullah! Tante, ada apa ini?" Tanya Bang Majid saat melihat berbagai pecahan kaca yang berserakan, kami semua sangat terkejut melihat semua keadaan ini.Tante Melly dan juga Om Hendry langsung menoleh ke arah kami. Disana juga ada Intan dan juga adiknya yaitu Vallen. Intan masih sibuk mengusap wajahnya yang telah kuyu dengan air mata. Begitu pula dengan Vallen. Sebenarnya

  • Saudara Rasa Orang Lainย ย ย Ekstra Part 1

    Part 37 (Ekstra Part)"Kamu nggak salaman sama Lila dan juga Arham?" Celetuk Bang Majid pada Intan."Eh, iya, aku lupa, hehehe. Maaf ya Kak Lila, abis aku bergaul sama orang atas terus, jadi suka nggak lihat yang dibawah." Dia pun berjalan menuju arahku sambil menyalami seperti orang yang jijik, begitu juga dengan Bang Arham. Namun, saat bersalaman dengan Bang Arham, suamiku itu langsung menangkupkan kedua tangannya di dada. Dan wajah Melly berubah menjadi pias."Intan, nggak boleh gitu ah! Walaupun Kak Lila berbeda kasta sama kita, tapi tetap saja harus kita hormati," kini Tante Melly turut angkat bicara, tapi dengan nada merendahkan pastinya."Berbeda kasta bagaimana Tante? Lila itu adik saya, dan kami tak a

  • Saudara Rasa Orang Lainย ย ย Satu Tahun Kemudian

    #Saudara Rasa Orang Lain (Ekstra Part)Sudah satu tahun kami membuka usaha keluarga. Dan Alhamdulillah toko-toko kue yang dirintis dari kecil, kini perlahan menjadi besar. Aku bersyukur pada Allah, karena telah memberikan begitu banyak rejeki dan karunianya pada kami semua.Bang Majid kini memegang outlet kue di daerah Jakarta. Sedangkan aku kini tinggal sementara di Bandung, karena disini toko kue kami yang paling banyak cabangnya, jadi aku harus mengontrol di daerah sini, bersama dengan Mas Arham.Kak Virda juga menjadi reseller khusus daerah di kepulauan seribu. Dan Alhamdulillah respon masyarakat disana juga sangat baik. Dan kami semua semua Alhamdulillah sudah memiliki banyak pelanggan tetap.Sedangkan Vi

  • Saudara Rasa Orang Lainย ย ย Akhir Cerita

    #SAUDARA RASA ORANG LAIN (35)POV 3Kurang lebih satu minggu akhirnya Majid bisa sembuh total dari sakitnya. Untuk sementara dia menyewa rumah bersama Virra. Karena semua aset Virra juga sudah dijualnya untuk menutupi semua kerugian akibat manipulasi data yang telah Yoga lakukan.Perlahan-lahan Virra sudah ikhlas dengan apa yang menjadi ketetapan Allah. Dia juga berfikir mungkin ini teguran untuknya saat dia sedang berada diatas kemarin. Dia jadi merasa tinggi, merasa segala-galanya dan tak pernah memperdulikan saudaranya yang jelas-jelas kemarin butuh bantuannya.Kini mereka semua sudah saling bermaaf-maafan, mereka melalui hari Raya lebaran Idul Fitri dengan penuh suka cita dan juga penuh rasa haru.

  • Saudara Rasa Orang Lainย ย ย Saling Bermaafan Dalam Suasana Haru

    #SAUDARA RASA ORANG LAIN (34)POV 3"Kamu kenapa, Dek?" Kak Virda mengelus-elus pundak Majid."Aku, aku banyak dosa sama Lila, Kak! Huhuhu," ucap Majid sambil terisak-isak pada Kak Virda.Kak Virda ikut menangis bersama Majid, Majid selalu terbayang-bayang dengan ucapan Ayah dan Ibunya tentang Lila."Nanti, kalau Lila udah datang kemari, kamu segera minta maaf ya sama dia, agar beban di hati kamu berkurang. Memang sudah seharusnya kita sebagai Kakak harus saling menyayangi adik-adiknya. Tanpa memandang status sosial saudara kita sendiri," Majid menghembuskan nafasnya gusar, dia juga hanya diam membisu dengan ucapan Kak Virda barusan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status