Share

Bab 6

Author: Yessika Sutomo
Widya merasa terkejut, hampir tidak percaya dia akan mengatakan kata-kata yang begitu tidak tahu malu.

"Alex!"

Alex menepuk abu rokok. Sepasang matanya yang dalam tampak menyipit di bawah potongan rambut pendeknya. Dia tersenyum tipis, terlihat sangat menawan. "Aku menguji kapasitas paru-paru Nenek. Hasilnya lumayan bagus. Karena kamu sehat, aku jadi nggak khawatir lagi."

Widya menatapnya dengan tajam, tetapi Alex membujuknya untuk tetap tenang. Namun, Widya sama sekali tidak mengizinkan ada orang yang bersikap tidak sopan seperti ini di aula leluhur. "Pergilah, buang rokokmu!"

Alex tidak keberatan. Tangannya yang menjepit rokok terangkat ke arah Yovita. "Yovita."

Yovita merasa bau rokok menjadi lebih kuat, jadi dia menatap Alex.

Alex melihat pipi merah Yovita sambil tersenyum, lalu berkata, "Tolong bantu aku membuangnya."

Yovita terdiam.

Wanita itu perlahan mengangkat tangan. Karena Alex masih memegang rokoknya, Yovita tidak bisa menemukan cara terbaik untuk mengambilnya. Dia tidak bisa memegang puntung atau pun ujung rokoknya.

Ketika Alex melihat tangan putih bersihnya mencoba berbagai cara dengan canggung, dia seakan teringat sesuatu, lalu matanya tiba-tiba menyempit!

Alex mematikan puntung rokok dengan tangan kosong.

Panas itu seakan menghantam jiwa, membuat segalanya tenang.

Dua detik kemudian, Alex tersenyum. "Apa kamu nggak pernah menyentuh rokok?"

Yovita menjawab dengan gumaman persetujuan.

"Kamu cukup penurut," ujar Alex.

Yovita terdiam.

Pria itu mencubit dua jari Yovita yang dingin, lalu meletakkan rokok di ujung jarinya.

Yovita tak tahu harus melakukan apa.

Wanita itu merasa tempat yang dicubit Alex terasa panas membara, menjalar sampai ke dalam tulang dan darahnya. Sementara itu, bagaimana bisa Widya mengizinkan perilaku Yovita yang menjepit rokok?

Benar saja, wajah Widya langsung berubah menjadi dingin!

Alex tertawa pelan sambil berjalan maju dengan langkah lebar. Widya menatap tajam Yovita, terutama pada rokok di tangannya.

Baru setelah Yovita melemparkan rokok ke tempat sampah, ekspresi Widya sedikit membaik.

Yovita berdiri tegak sambil mengusap tangannya dengan hati-hati. Dia menoleh ke samping, melihat sosok pria yang elegan dan anggun itu. Rambutnya dipotong pendek, sementara bentuk kepalanya tampak sempurna. Kemeja hitam membungkus punggungnya yang lurus dan tegak, sementara ujung bajunya tidak dimasukkan ke celana, hanya menggantung dengan bebas, tampak bangga dan sombong.

Pria itu berdiri di depan deretan lilin yang berkedip-kedip, sementara cahaya melingkari sosoknya yang tegas. Alex tidak bergerak, hanya membelakangi semua orang.

Entah apakah itu ilusi atau bukan, tetapi Yovita selalu merasa Alex sedang meremehkan leluhur-leluhur itu.

Tidak ada sikap hormat, bahkan ada sedikit ejekan.

Kenapa?

Ketika Yovita ingin melihat lebih cermat, Alex akhirnya bergerak. Kedua tangan menyatu, suara rendah menggoda yang memikat terdengar dengan sedikit keluhan, "Kakek, Nenek memukulku lagi."

Yovita tertegun.

Pelayan lainnya tidak bisa menahan tawa ketika memikirkan bahwa Alex yang berusia 27 tahun ternyata masih suka mengadu seperti anak kecil. Widya juga terkejut, merasa marah sekaligus geli.

Widya memelototi Alex. "Kapan aku benar-benar memukulmu? Aku menyuruhmu berdoa, tapi kamu malah mengadu."

Alex menghela napas panjang. "Memang nggak ada yang bisa mengendalikan Nenek. Kakek, sejak kamu nggak ada, Nenek jadi makin galak."

Amarah Widya yang dipicu oleh Yovita sekarang sudah menghilang sebagian besar. Di kepalanya, dia teringat adegan Alex kecil yang nakal berlarian mencari kakeknya untuk meminta bantuan. Widya tidak bisa tidak merasa tersentuh.

"Sudahlah, jangan berpura-pura menyedihkan di sini. Ayo kembali ke kamar, kita bicara di sana," kata Widya.

Alex berbalik untuk merangkul bahu neneknya. Bibir tipisnya sedikit melengkung dengan senyuman jahat. "Aku takut kamu belum puas memukul orang."

Widya berdecak, menegur Alex atas omong kosongnya, lalu kembali bersikap tegas, "Kalian awasi Yovita. Suruh dia merenung di sini dengan baik. Tanpa perintahku, nggak ada yang boleh mengizinkannya keluar."

Semua orang serempak menjawab, "Baik."

Alex tersenyum pada Widya. Kebetulan ketika kelopak mata Alex terangkat, dia melihat Yovita yang juga sedang melihat ke arahnya.

Pandangan keduanya tidak sengaja bertemu. Yovita segera memalingkan wajah, sementara Alex tersenyum main-main.

Satu tangan Alex berada di saku, sementara tangan lainnya merangkul Widya sambil berjalan keluar. Sesampainya di pintu, Alex tiba-tiba berkata, "Nenek, apa bagian belakang kepalaku tampan?"

Jantung Yovita berdetak kencang. Tanpa sadar dia merasa Alex menyadari bahwa dia sedang menatap pria itu.

Widya mengatakan sesuatu yang tidak didengar Yovita dengan jelas. Namun, dia mendengar suara tawa rendah Alex yang santai, nakal, serta seksi.

Pintu ditutup lagi, membuat keheningan kembali memenuhi aula leluhur.

Yovita dalam hati menilai Alex, 'Tadi sepertinya dia membantuku.'

Tidak tahu apa yang sebenarnya pria itu inginkan.

Yovita duduk di atas tikar, menggelengkan kepala untuk menghapus Alex dari pikirannya, lalu tanpa sadar menyangga wajahnya. Begitu jarinya menyentuh pipinya, Yovita langsung merasakan sakit yang membakar, lalu dia pun mendesis.

Butuh waktu lama untuk sakitnya menghilang.

Setelah beberapa saat, Yovita bangkit untuk membereskan kekacauan di lantai.

Dia mengeluarkan kertas dan alat tulis yang baru, mulai mempersiapkan segalanya dengan teratur, tetapi juga tidak terburu-buru.

Meskipun wajah Yovita bengkak dan merah, punggungnya masih tetap tegak. Setiap gerakannya tampak anggun dan menawan.

Tanpa terasa, Yovita sudah menulis sampai larut malam.

Ketika setetes keringat dingin mengalir dari dahinya, baru Yovita berhenti. Dia mengelus perutnya yang sudah mulai sakit sejak tadi. Yovita berpikir dia bisa menahannya, tetapi ternyata sakitnya menjadi makin parah.

Yovita bahkan bisa merasakan celananya yang lembab. Ini artinya dia berdarah.

'Ini gawat, aku mungkin saja keguguran,' batin Yovita.

Dia tidak bisa tinggal di sini terus!

Jika anak itu meninggal di sini, Keluarga Darian pasti akan menemukan kejanggalan ketika melihat banyaknya darah.

Yovita tidak bisa membiarkan keguguran tidak disengaja terjadi di sini. Meskipun terjadi keguguran, dia tidak bisa membiarkan Keluarga Darian mengetahuinya.

Dia harus keluar dari sini.

Yovita mengelap keringat dingin di dahinya. Dia bangkit berdiri, tetapi segera menyadari bahwa pintu itu terkunci, sama sekali tidak bisa dibuka.

Mungkin karena panik, Yovita merasa perutnya mulai terasa sakit. Darah hangat mengalir dari pahanya ke bawah.

Napas Yovita menjadi lebih cepat, detak jantungnya kacau, sementara keringat dinginnya bercucuran.

Yovita menggedor pintu dengan keras sambil menahan rasa sakit. Namun, tidak peduli sekeras apa pun suaranya, tidak ada seorang pun yang datang. Mungkin juga ada pelayan yang mendengar, tetapi malas untuk peduli.

Saat ini sudah pukul satu pagi.

Mobil Hummer berhenti di tempat parkir rumah bergaya tradisional. Henry Sarani turun, lalu membuka pintu kursi belakang. Alex tampak bersandar di kursi sambil tertidur sejenak. Di bawah cahaya redup, wajahnya tidak terlihat jelas.

Henry dengan hormat berkata, "Kak Alex, kita sudah sampai."

Alex membuka mata, mengusap pelipisnya yang berdenyut, lalu mendongak untuk melihat jam yang ada di tengah. Sekarang sudah pukul 01.03.

Alex menghela napas lelah. "Nenek memang cukup merepotkan."

Wanita tua itu menahannya dengan membicarakan tentang masa lalu kakeknya selama dua jam. Jika tidak, Alex tidak akan pulang selarut ini.

Setelah turun dari mobil, Alex menggoyangkan lehernya yang pegal, lalu berjalan ke arah kamar di sebelah barat. Henry mengikutinya sambil berkata, "Kak Alex, hal yang kamu perintahkan sebelumnya sudah membuahkan hasil. Nona Yovita lahir dari keluarga yang sangat miskin, jadi dia langsung setuju menikah untuk membawa keberuntungan setelah diberi uang 10 miliar. Hanya saja, Pak Davin nggak bersedia menikah, tapi Bu Widya memaksanya menikah. Setelah menikah, sifat Pak Davin nggak berubah. Nona Yovita ...."

Alex memotongnya, "Nggak perlu sedetail itu, dia bukan orang yang aku cari." Hanya aroma di tubuhnya saja yang membuat Alex merasa sangat nyaman. Aroma itu membuat Alex teringat pada gadis kecil yang terus menangis di bawahnya malam itu, membuat Alex begitu bergairah. Namun, gadis itu bukan Yovita.

Alex bisa dianggap membantu Yovita sedikit dengan membawa Widya pergi. Ini sebagai ucapan terima kasih untuk apa yang terjadi di hotel siang tadi.

Tunggu.

Yovita bukanlah wanita pada malam itu. Mungkinkah dia memiliki saudara perempuan yang berbagi parfum dengannya?

Pada saat itu, terdengar bunyi aneh berulang yang datang dari arah aula leluhur.

Langkah Alex terhenti, lalu dia melirik ke sana sekilas. "Mungkinkah adik ipar kecilku yang penurut itu merasa nggak terima, jadi ingin menghancurkan aula leluhur?"

Henry berkata, "Bu Yovita nggak akan berani."

Alex menekan korek api, membuat cahaya api muncul. Jarinya berputar, dengan elegan mengusap api di pematik, lalu gumpalan api membakar di tangannya.

"Dia nggak berani, tapi masih akan menangis," kata Alex.

"Apa Kak Alex pernah melihat Bu Yovita menangis?" tanya Henry.

Alex melirik dengan tatapan yang menekan, membuat Henry menundukkan kepala.

Alex kembali melangkah, sementara suara ketukan pintu di sana menjadi makin keras.

Kening Alex berkerut ketika dia berujar, "Panggil Davin."

"Baik."

Alex kembali ke kamarnya. Dia mengambil dua langkah, lalu menoleh seakan teringat pada sesuatu. Kemudian, Alex berjalan menuju aula leluhur.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 100

    Setelah mengalami begitu banyak tekanan, Yovita mengira dia akan menggila.Hanya saja anehnya dia tiba-tiba merasa tenang.Dia bahkan tidak meringkuk ketakutan lagi, melainkan duduk di tempat tidurnya untuk menghadapi langit malam yang gelap.…Keesokan harinya.Cindy tiba di rumah sakit, dia ingin memulai balas dendamnya pada Yovita secara resmi. Dia sudah tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi.Dia membeli beberapa buah dan pergi ke kamar pasien Thomas. Pada saat ini, Thomas sedang diinfus di dalam kamar. "Halo, Paman.""Oh? Halo, ternyata kamu," kata Thomas sambil tersenyum. "Kamulah yang bawa aku ke rumah Keluarga Darian sebelum ini. Kalau bukan karenamu, aku benar-benar nggak tahu betapa menderitanya Yovita di sana. Terima kasih.""Paman, ucapanmu terlalu sungkan. Yovita dan aku adalah teman baik. Akhir-akhir ini Yovita terbebani oleh masalah 10 miliar, jadi dia nggak bisa datang menjengukmu dan minta aku untuk datang.""10 miliar? Masalah apa itu?""Paman nggak tahu? Yovita

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 99

    Alex berdiri, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan memakan semangkuk mi ini. Cindy buru-buru bertanya. "Pak Alex, apakah kamu nggak mau makan mi ini?"Pria itu mengeluarkan ponsel, lalu mentransfer satu miliar padanya sambil berkata, "Jangan khawatirkan aku. Tidurlah lebih awal, aku masih punya urusan." Setelah mengatakan ini, Alex berjalan meninggalkan halaman. Sosoknya yang tinggi segera menghilang di tengah langit malam.Cindy merasa sangat senang saat melihat notifikasi di ponselnya.Alex lebih murah hati daripada Davin, dia bahkan memberi satu miliar demi semangkuk mi ini. Cindy telah mempelajari banyak keterampilan untuk menggoda Davin, dia bahkan juga pernah melakukan aborsi, tapi uang yang diberikan oleh Davin tidak mencapai satu miliar.Hanya saja, Cindy masih merasa kecewa.Alangkah baiknya jika Alex ingin melakukannya dengannya. Dia sangat ingin melakukan hal itu dengannya.Cindy membawa mangkuk mi itu ke dapur dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Setelah

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 98

    Yovita menghela napas lega saat melihat kepergian Davin, panggilan itu benar-benar datang di saat yang tepat.Dia mematikan air dan berjalan keluar.Akhirnya dia berhasil melewati masalah ini.Waktu di ponselnya menunjukkan pukul 23.30 tepat.Pada saat ini, ponselnya berdering. Itu adalah panggilan suara WhatsApp.Sebuah foto profil berwarna hitam muncul di layer ponsel Yovita.Itu adalah panggilan dari Alex.Pria itu meneleponnya di saat yang tepat.Seperti surat perintah hukuman mati, seolah-olah pria itu tidak akan menyerah sampai dia menjawab panggilan ini.Yovita menjawab panggilan ini, lalu menempelkan ponsel ke telinganya. Tidak lama kemudian dia mendengar suara berat Alex dari ujung lain panggilan. "Di mana kamu?"Yovita berkata, "Kak, aku hampir sampai di sana. Aku akan segera memasaknya untukmu.""Bagus sekali."Alex memutuskan panggilan, lalu mengambil headset Bluetooth-nya dan menyalakan kamera, layar laptop menunjukkan sekelompok direktur yang berpakaian dengan rapi."Lanj

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 97

    Langit malam sangat gelap, cuacanya juga sangat sejuk.Saat melewati hutan maple, angin berdesir yang membuat dedaunan gugur dan menyentuh pergelangan kaki Yovita. Daun ini bagaikan sebilah pisau yang melukai kaki Yovita dan membuatnya gelisah.Davin telah mengutus seseorang untuk memanggilnya, tapi Alex tetap diam.Yovita merasa Alex yakin dia tidak mungkin tidak pergi dan juga tidak berani melawan.Dia juga mengetahui jika dia tidak membuatkan camilan, Alex tidak akan melepaskannya.Yovita berdiri di persimpangan kamar timur dan barat. Lampu di kedua halaman menyala, cahayanya menyebar sejauh puluhan meter, seperti cahaya penuntun jalan baginya.Membiarkan Yovita memilih jalan mana yang harus diambil.Yovita berdiri di tempat selama 10 detik, lalu segera berbalik dan pergi ke kamar timur.Pengurus rumah tangga baru yang bernama Bibi Eni sedang menunggunya. Dia menyapanya dengan hormat. "Bu Yovita."Yovita membalas sapaannya. Bibi Eni berkata, "Pak Davin sedang mandi. Dia meminta And

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 96

    Yovita berkata, "Tadi aku lagi cari baju." Dia berjalan ke jendela untuk menuang segelas air untuk mengalihkan perhatian Davin.Benar saja, Davin berjalan mendekat, lalu duduk di sofa tunggal sambil menyilangkan kakinya.Jantung Yovita berdetak dengan cepat, tadi Alex baru saja duduk di sana.Davin mendengus. "Apakah kamu sehabis pakai parfum di sini?"Dia belum pernah benar-benar memasuki kamar Yovita karena dia meremehkan wanita ini. Biasanya Davin hanya berdiri di depan pintu.Ternyata kamar ini sangat harum?Yovita menyerahkan segelas air hangat untuknya. "Aku nggak pakai parfum."Davin tidak menjawab, melainkan menyeringai. "Kamu menyerahkan air dan mencoba merayuku lagi, apakah kamu sedang bernafsu lagi?""Nggak.""Jangan terus bilang nggak. Nggak peduli apa pun jawabanmu, cepat rapikan lemarimu. Aku mau gantung beberapa pakaianku di dalam. Mulai malam ini aku akan tinggal bersamamu. Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau, aku juga bisa membiarkanmu tidur di sampingku setiap ma

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 95

    Otot paha pria ini terasa kuat dan keras di balik pakaian tipisnya.Suhu tubuh mereka saling meningkat, pembuluh darah mereka juga saling berdenyut saat kulit mereka bersentuhan.Alex meletakkan satu tangan di bagian belakang kepala Yovita, lalu mencengkeram pinggangnya dengan tangan yang lain, ciuman ini semakin lama semakin panas dan dalam.Yovita bisa merasakan perubahan pada tubuh Alex dengan jelas, dia merasa panik dan ketakutan, tapi tidak berani bergerak.Karena dia mengetahui jika pria ini mampu melakukan tindakan keji seperti itu!Saat ciuman ini berakhir, Yovita bersandar dengan lemas di dada Alex karena kekurangan oksigen. Pikirannya menjadi gelap, kedua matanya juga berkaca-kaca.Alex terkekeh. "Kapasitas paru-parumu cuma sebesar ini?"Lima detik kemudian, Yovita akhirnya tersadar kembali. Dia mendongak dan hendak berdiri, tapi Alex menghentikannya.Tangan pria itu menekan perut Yovita, tanpa mengungkit masalah anak atau kehamilannya, tapi tindakan ini sudah cukup membuat Y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status