Share

Bab 5

Author: Yessika Sutomo
Yovita bangkit berdiri, mengeratkan jaket tipisnya untuk menutupi perutnya, lalu menyapa dengan sopan, "Kak Alex."

Bibir Alex menunjukkan senyum simpul. Dia berjalan mendekat dengan kedua tangan di saku. Aura jahat dan dinginnya membuat Yovita terus melangkah mundur.

Alex memiringkan kepala sambil tertawa pelan, mengabaikan tindakan Yovita

Dua detik kemudian, pria itu berkata dengan nada mengejek, "Jangan sampai jatuh."

Setelah mengatakan itu, telapak kaki Yovita menginjak sesuatu. Dia tergelincir, hingga tubuhnya kehilangan keseimbangan.

Tepat ketika hampir terjatuh ke tanah, sebuah tangan besar melingkar di pinggangnya. Pria itu menariknya ke atas dengan tenaganya yang kuat.

Yovita pun jatuh ke dalam pelukannya.

Ujung hidungnya menabrak dada Alex, lalu langsung memerah.

Yovita mendongak ketakutan, bibir tipisnya menyentuh dagu pria itu.

Suasana sunyi senyap, bahkan suara detak jantung pun seakan menghilang.

Bibir Yovita terasa sedikit tertusuk.

Terasa perih sekaligus kesemutan.

Ada pula perasaan malu dan canggung.

Yovita membeku, sama sekali tidak berani bergerak. Alex menundukkan kepala, hingga pandangan dalam pria itu bisa menangkap semua ekspresi Yovita.

Bibir tipis pria itu menunjukkan senyum simpul. "Sakit? Nanti aku akan mencukurnya saat pulang."

Yovita tetap diam.

"Jangan memikirkan apa yang terjadi sore ini, oke?" ujar Alex.

Yovita masih tetap diam.

"Bernapaslah. Kalau kamu mati di pelukanku, bukannya aku akan berdosa?" tambah pria itu.

Yovita masih tidak menjawab.

Dada Alex bergetar ketika dia tertawa pelan. Pria itu mengangkat tangan, menaruhnya dia bawah lubang hidung Yovita, menemukan tidak ada napas sama sekali. "Gadis kecil?" panggil Alex.

Yovita yang kembali tersadar, langsung mendorong Alex dengan keras. Kemudian, dia mulai bernapas dengan terengah-engah.

Wajah wanita itu berubah dari pucat menjadi kemerahan, hingga akhirnya menjadi semerah apel. Seolah air bisa menetes keluar jika wajahnya disentuh sedikit saja.

"Kamu ...." Yovita menatap Alex dengan mata terbelalak. "Apa yang kamu lakukan di sini? Ini aula leluhur. Cepat keluar!"

"Aku putra sulung Keluarga Darian. Menurutmu apa yang aku lakukan di sini?" balas Alex.

Oh, dia pulang untuk berdoa pada leluhurnya.

Ketika Yovita hendak berbicara, Alex lebih dulu berkata, "Tentu saja untuk melihat adik ipar kecilku yang lemah lembut dan nggak begitu pintar, yang ditindas suaminya hingga kelaparan."

Yovita tidak bisa bernapas, hanya merasa pria ini sangat menyebalkan.

Alex melangkah maju, sementara Yovita mundur. Pria itu berhenti, lalu berkata, "Kalau kamu jatuh lagi di depanku, aku berhak curiga kamu sedang menggodaku."

"Siapa yang menggodamu?" balas Yovita.

Alex mendekat lagi, tetapi Yovita dengan keras kepala tidak bergerak. Dia seperti kelinci kecil yang berpura-pura tangguh, sangat menggemaskan.

Alex tertawa tanpa suara, melangkah mendekat, lalu membungkuk untuk menatap mata Yovita. "Aku ingin menanyakan satu pertanyaan."

"Katakan." Yovita tidak melihatnya.

Alex diam-diam mengendus sedikit. Yang menarik perhatian Alex adalah leher putih dan jenjangnya. Mata Alex pun menjadi lebih gelap. "Parfum apa yang kamu pakai?"

Hanya menanyakan ini?

"Aku nggak memakai parfum apa pun," jawab Yovita.

Pada saat itu, Alex menekan bahunya. Tepat ketika Yovita hendak melawan, pria itu berbisik, "Aku akan segera selesai."

Apa?

Terdengar suara langkah kaki di luar.

Ketika Alex membuka kancing bajunya, Yovita memegangi tangan pria itu, lalu menggeleng dengan putus asa.

"Kak Alex, ini aula leluhur. Aku adalah istri adikmu. Lepaskan aku!" Yovita merasa gelisah dan sangat muak. Ini terjadi lagi!

Pria itu sama sekali tidak terpengaruh. "Kalau begitu, bekerjasamalah denganku."

"Aku ...."

Alex memeluknya dengan erat, sementara jari-jarinya mulai bergerak. Pria itu dengan cepat menyibakkan pakaian Yovita, memperlihatkan bagian atas tubuh Yovita.

Dada putih bersih Yovita pun terpampang.

'Nggak ada tato mawar. Bukan dia,' pikir Alex.

Jadi, aromanya ini hanya kebetulan.

Tepat pada saat itu, pintu tiba-tiba didorong terbuka.

Bersamaan dengan itu, terdengar suara keras.

Meja ditendang hingga terbalik, membuat semua kertas dan alat tulis berhamburan di lantai.

Yovita membelakangi pintu, menundukkan kepalanya, tidak tahu harus melakukan apa.

Alex berdiri di sampingnya dengan tangan di saku. Ekspresi tidak tampak jelas.

Meja itu terjatuh di dekat kaki mereka, meninggalkan kekacauan di lantai.

Yang datang adalah Widya. Di sampingnya ada Bibi Sarti dan beberapa pelayan lainnya.

Widya bertumpu pada tongkatnya, rambutnya disisir dengan rapi, membuat tampak sangat berwibawa.

"Alex? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Widya.

Alex melangkahi meja yang terjatuh, lalu berkata santai dengan tangan di saku, "Aku datang untuk melakukan penghormatan pada leluhur."

Widya menatap lantai, lalu beralih melihat punggung Yovita. Wanita tua itu menyipitkan mata, lalu berkata dengan nada curiga, "Ada apa? Kenapa kalian berdua berdiri begitu dekat?"

Yovita sudah mengancingkan pakaiannya. Ketika mendengar kata-kata ini, hatinya menjadi makin tegang.

Alex menoleh, melihat bagian belakang leher Yovita yang masih memerah. 'Cih, di bagian ini juga bisa memerah,' pikir Alex.

Alex membuka mulut, "Aku melihat tulisan Yovita cukup bagus, mirip dengan jiwa Kakek yang penuh kebenaran dan tegas dulu, jadi aku ingin mempelajarinya. Yovita bersikeras nggak mau mengajariku. Dia memberitahuku banyak alasan tentang perbedaan pria dan wanita, makanya ...."

Widya menghela napas lega, memukul Alex dengan ringan, lalu berujar, "Kakekmu sudah berkali-kali memarahimu tentang tulisan tanganmu, tapi kamu yang nggak menurut. Kamu juga berani-beraninya menendang meja."

"Aku tahu aku salah." Alex merangkul bahu neneknya, ingin membawanya keluar. Mata indah Alex seakan menyembunyikan emosi yang sangat dalam, hanya tersisa sedikit kehangatan. "Ayo kita ke kamar. Ceritakan padaku tentang keberanian Kakek dulu."

"Nggak perlu terburu-buru." Widya berkata, "Aku datang karena ada urusan lain."

Alex kembali menatap Yovita, tidak lagi berbicara.

Widya memanggil, "Yovita."

Ketika berbicara pada Yovita, suara Widya menjadi jauh lebih dingin.

Yovita berbalik, tampak setenang permukaan air yang tanpa gelombang. "Nenek."

"Pukul."

Begitu kata-kata itu terucap, Bibi Sarti berjalan menghampiri, langsung menampar wajah Yovita tanpa penjelasan apa pun.

Rasanya seperti ada angin kencang yang datang. Nyala api di ruangan pun mulai bergoyang.

Yovita ditampar sampai kepalanya miring. Ada bekas tamparan keras yang langsung muncul di wajah putihnya, menghiasi di setiap sisi wajahnya.

Matanya tidak berkedip sama sekali. Wanita itu perlahan menoleh, sementara darah mulai mengalir.

Dia menatap Widya dengan acuh tak acuh, tidak mengatakan sepatah kata pun.

Suara Widya tajam, bagaikan sebuah pisau, "Suamimu sekarang kesakitan sampai berguling-guling di tempat tidur. Sifatmu memang terlalu keras. Kamu harus diberi pelajaran dengan baik. Pukul lagi."

Tamparan ini membuat Yovita terjatuh.

Ujung gaun putih Yovita berputar di udara, lalu jatuh menimpa lututnya. Pergelangan kaki yang seharusnya seputih salju, kini tampak merah merona.

Yovita segera duduk, lalu bertumpu pada tanah untuk berdiri kembali. Keningnya sama sekali tak berkerut, ekspresinya pun tidak menunjukkan sedikit pun rasa sakit. Padahal wajahnya sudah tampak begitu berantakan.

Rambut hitam panjangnya terurai, menjuntai di kedua sisi bahu. Ini membuat wajahnya tampak makin mungil dan rapuh, bagaikan sekuntum bunga kecil yang seolah bisa layu kapan saja.

Alex tiba-tiba merasa tenggorokannya gatal. Dia ingin merokok atau meminum segelas jus yang asam.

Dia mengeluarkan sebatang rokok, menyelipkannya di antara bibirnya, lalu menunduk sambil memainkan korek api. Kemudian, dia mendengar suara dingin neneknya, "Berdoalah di sini agar suamimu cepat sembuh. Kalau dia belum sembuh, kamu nggak boleh keluar dari sini. Kamu juga nggak boleh makan!"

Ctak.

Dari kedalaman mata Yovita yang muram, memercik nyala biru terang seperti api pemantik, lalu lenyap dalam sekejap mata.

Alex mendengar lagi suara lembut itu, "Ya, Nek. Ajaranmu memang benar."

Alex menghisap rokok dalam-dalam. Matanya terbuka lebar, langsung melihat kepalan tangan lembut di depan tubuh wanita itu. Jari-jarinya mengepal seolah sedang menahan sesuatu.

Alex mengembuskan asap yang mengepul ke arah lubang hidung Yovita.

Wanita itu tampak menahan napasnya.

Alex tiba-tiba menyeringai, entah tertawa karena apa.

"Bocah nakal! Kenapa kamu merokok di sini?" Widya akhirnya menyadarinya.

Alex dengan santai menjawab, "Apa kamu takut aku akan membakar tempat ini?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 100

    Setelah mengalami begitu banyak tekanan, Yovita mengira dia akan menggila.Hanya saja anehnya dia tiba-tiba merasa tenang.Dia bahkan tidak meringkuk ketakutan lagi, melainkan duduk di tempat tidurnya untuk menghadapi langit malam yang gelap.…Keesokan harinya.Cindy tiba di rumah sakit, dia ingin memulai balas dendamnya pada Yovita secara resmi. Dia sudah tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi.Dia membeli beberapa buah dan pergi ke kamar pasien Thomas. Pada saat ini, Thomas sedang diinfus di dalam kamar. "Halo, Paman.""Oh? Halo, ternyata kamu," kata Thomas sambil tersenyum. "Kamulah yang bawa aku ke rumah Keluarga Darian sebelum ini. Kalau bukan karenamu, aku benar-benar nggak tahu betapa menderitanya Yovita di sana. Terima kasih.""Paman, ucapanmu terlalu sungkan. Yovita dan aku adalah teman baik. Akhir-akhir ini Yovita terbebani oleh masalah 10 miliar, jadi dia nggak bisa datang menjengukmu dan minta aku untuk datang.""10 miliar? Masalah apa itu?""Paman nggak tahu? Yovita

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 99

    Alex berdiri, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan memakan semangkuk mi ini. Cindy buru-buru bertanya. "Pak Alex, apakah kamu nggak mau makan mi ini?"Pria itu mengeluarkan ponsel, lalu mentransfer satu miliar padanya sambil berkata, "Jangan khawatirkan aku. Tidurlah lebih awal, aku masih punya urusan." Setelah mengatakan ini, Alex berjalan meninggalkan halaman. Sosoknya yang tinggi segera menghilang di tengah langit malam.Cindy merasa sangat senang saat melihat notifikasi di ponselnya.Alex lebih murah hati daripada Davin, dia bahkan memberi satu miliar demi semangkuk mi ini. Cindy telah mempelajari banyak keterampilan untuk menggoda Davin, dia bahkan juga pernah melakukan aborsi, tapi uang yang diberikan oleh Davin tidak mencapai satu miliar.Hanya saja, Cindy masih merasa kecewa.Alangkah baiknya jika Alex ingin melakukannya dengannya. Dia sangat ingin melakukan hal itu dengannya.Cindy membawa mangkuk mi itu ke dapur dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Setelah

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 98

    Yovita menghela napas lega saat melihat kepergian Davin, panggilan itu benar-benar datang di saat yang tepat.Dia mematikan air dan berjalan keluar.Akhirnya dia berhasil melewati masalah ini.Waktu di ponselnya menunjukkan pukul 23.30 tepat.Pada saat ini, ponselnya berdering. Itu adalah panggilan suara WhatsApp.Sebuah foto profil berwarna hitam muncul di layer ponsel Yovita.Itu adalah panggilan dari Alex.Pria itu meneleponnya di saat yang tepat.Seperti surat perintah hukuman mati, seolah-olah pria itu tidak akan menyerah sampai dia menjawab panggilan ini.Yovita menjawab panggilan ini, lalu menempelkan ponsel ke telinganya. Tidak lama kemudian dia mendengar suara berat Alex dari ujung lain panggilan. "Di mana kamu?"Yovita berkata, "Kak, aku hampir sampai di sana. Aku akan segera memasaknya untukmu.""Bagus sekali."Alex memutuskan panggilan, lalu mengambil headset Bluetooth-nya dan menyalakan kamera, layar laptop menunjukkan sekelompok direktur yang berpakaian dengan rapi."Lanj

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 97

    Langit malam sangat gelap, cuacanya juga sangat sejuk.Saat melewati hutan maple, angin berdesir yang membuat dedaunan gugur dan menyentuh pergelangan kaki Yovita. Daun ini bagaikan sebilah pisau yang melukai kaki Yovita dan membuatnya gelisah.Davin telah mengutus seseorang untuk memanggilnya, tapi Alex tetap diam.Yovita merasa Alex yakin dia tidak mungkin tidak pergi dan juga tidak berani melawan.Dia juga mengetahui jika dia tidak membuatkan camilan, Alex tidak akan melepaskannya.Yovita berdiri di persimpangan kamar timur dan barat. Lampu di kedua halaman menyala, cahayanya menyebar sejauh puluhan meter, seperti cahaya penuntun jalan baginya.Membiarkan Yovita memilih jalan mana yang harus diambil.Yovita berdiri di tempat selama 10 detik, lalu segera berbalik dan pergi ke kamar timur.Pengurus rumah tangga baru yang bernama Bibi Eni sedang menunggunya. Dia menyapanya dengan hormat. "Bu Yovita."Yovita membalas sapaannya. Bibi Eni berkata, "Pak Davin sedang mandi. Dia meminta And

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 96

    Yovita berkata, "Tadi aku lagi cari baju." Dia berjalan ke jendela untuk menuang segelas air untuk mengalihkan perhatian Davin.Benar saja, Davin berjalan mendekat, lalu duduk di sofa tunggal sambil menyilangkan kakinya.Jantung Yovita berdetak dengan cepat, tadi Alex baru saja duduk di sana.Davin mendengus. "Apakah kamu sehabis pakai parfum di sini?"Dia belum pernah benar-benar memasuki kamar Yovita karena dia meremehkan wanita ini. Biasanya Davin hanya berdiri di depan pintu.Ternyata kamar ini sangat harum?Yovita menyerahkan segelas air hangat untuknya. "Aku nggak pakai parfum."Davin tidak menjawab, melainkan menyeringai. "Kamu menyerahkan air dan mencoba merayuku lagi, apakah kamu sedang bernafsu lagi?""Nggak.""Jangan terus bilang nggak. Nggak peduli apa pun jawabanmu, cepat rapikan lemarimu. Aku mau gantung beberapa pakaianku di dalam. Mulai malam ini aku akan tinggal bersamamu. Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau, aku juga bisa membiarkanmu tidur di sampingku setiap ma

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 95

    Otot paha pria ini terasa kuat dan keras di balik pakaian tipisnya.Suhu tubuh mereka saling meningkat, pembuluh darah mereka juga saling berdenyut saat kulit mereka bersentuhan.Alex meletakkan satu tangan di bagian belakang kepala Yovita, lalu mencengkeram pinggangnya dengan tangan yang lain, ciuman ini semakin lama semakin panas dan dalam.Yovita bisa merasakan perubahan pada tubuh Alex dengan jelas, dia merasa panik dan ketakutan, tapi tidak berani bergerak.Karena dia mengetahui jika pria ini mampu melakukan tindakan keji seperti itu!Saat ciuman ini berakhir, Yovita bersandar dengan lemas di dada Alex karena kekurangan oksigen. Pikirannya menjadi gelap, kedua matanya juga berkaca-kaca.Alex terkekeh. "Kapasitas paru-parumu cuma sebesar ini?"Lima detik kemudian, Yovita akhirnya tersadar kembali. Dia mendongak dan hendak berdiri, tapi Alex menghentikannya.Tangan pria itu menekan perut Yovita, tanpa mengungkit masalah anak atau kehamilannya, tapi tindakan ini sudah cukup membuat Y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status