Share

Bab 7

Author: Yessika Sutomo
Ketika Alex melewati pepohonan, angin dingin menerpa. Daun bergoyang, bercampur dengan suara ketukan pintu yang mendesak.

Aula leluhur adalah bangunan bergaya kuno. Pintunya adalah pintu kayu antik setinggi tiga meter, sementara kuncinya adalah kunci kayu. Pada saat itu, pintu ditarik terbuka. Melalui celah pintu terlihat gadis kecil yang berbaring di lantai dengan menyedihkan, seperti pingsan.

Alex berjalan mendekat. Telapak tangannya menempel di pintu, mendorongnya dengan keras.

Duk.

Pintu hendak didorong terbuka, tetapi ditahan oleh kunci hingga mengeluarkan suara keras. Ketika Yovita yang berbaring mengejang kesakitan di lantai mendengar suara itu, dia mengangkat kepala dengan cepat.

Ada orang yang datang!

Dia memiliki harapan untuk bisa keluar!

Yovita melihat seorang pria yang mengenakan setelan berkualitas bagus, lalu mendongak.

Alex?

Bagaimana bisa dia ada di sini?

Tidak peduli siapa pun itu, yang penting ada orang yang datang.

Karena rasa sakit, suara Yovita terdengar sangat serak, kata-katanya pun terputus-putus, "Kak Alex, tolong aku …. Bisakah kamu … membukakan pintunya?"

Alex berjongkok sambil menundukan kepala mengikuti gerakannya.

Mata gadis itu memerah, bulu matanya basah. Dia menyangga tubuh bagian atas dengan tanpa daya, tampak sangat menyedihkan.

Alex mendengus pelan. "Kamu memang suka menangis."

Yovita tidak memiliki waktu untuk mengatakan hal lain. Dia menahan tangisan yang dipicu kecemasan, sementara napasnya tidak teratur. "Aku ... aku nggak menangis."

Alex tertawa pelan dengan suara yang begitu menawan. Kemudian, dia melihat darah di rok Yovita. "Baiklah, kamu nggak menangis. Ada banyak darah di rokmu, apa kamu menyakiti diri sendiri?"

Yovita terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku sedang menstruasi ... jadi ada banyak darah." Dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, hanya segera berkata, "Tolong bantu aku mencari ... Nenek. Kak Alex, aku mohon ...."

Dia harus segera keluar!

Alex tampak santai. "Membantumu itu hal kecil. Tapi katakan padaku dulu, apa kamu memiliki saudara perempuan?"

Yovita tertegun sejenak. Kemudian, matanya menyempit, sementara ekspresi aneh sekilas melintas di wajahnya.

Wanita itu segera menggeleng. "Nggak ada."

Alex menangkap semua ekspresi kecilnya. Dia bangkit berdiri, lalu menatap Yovita yang tergeletak di bawah melalui celah pintu yang kecil. "Suamimu sebentar lagi akan datang membukakan pintu. Nggak pantas bagiku membantumu larut malam begini, bagaimana menurutmu?"

Alex berbalik untuk pergi, sementara keringat dingin di dahi Yovita mengalir deras, napasnya pun tercekat. Pria ini pergi begitu saja?

Lutut Yovita bergesekan dengan lantai saat dia bergerak ke atas, tanpa sadar ingin meraih Alex. Namun, ketika tangannya terulur, dia hanya menyentuh pintu yang tebal dan dingin.

Tepat pada saat itu, Henry berlari menghampiri. "Kak Alex, aku sudah mencari Pak Davin. Dia mengatakan meskipun Bu Yovita mati di aula leluhur, dia nggak akan peduli."

Alex tampak tenang, tidak menunjukkan reaksi apa pun. Dia melirik Yovita, bibir tipisnya menunjukkan senyuman acuh tak acuh. "Kasihan sekali."

Yovita sudah menduga. Bagaimana mungkin Davin peduli padanya?

Jadi, Yovita hanya bisa bergantung pada Alex.

"Kak Alex." Suara Yovita gemetaran. Dia mengangkat tangan untuk mengelap keringat dingin yang jatuh di bulu matanya. Suaranya lemah dan rapuh, punggung naik turun ketika mengatakan kata-kata yang tidak bisa dibedakan benar atau salah, "Aku punya saudara perempuan .... Aku punya .... Aku akan mengenalkannya ...."

Sebelum kata-katanya selesai, Yovita tiba-tiba terjatuh. Dua detik kemudian, dia merangkak lagi dengan napas lemah, lalu menyelesaikan kata-katanya, "Padamu ...."

Suasana langsung hening.

Cahaya lilin yang berkedip-kedip membuat tubuh Yovita yang kecil dan lemah makin terlihat menyedihkan. Dia seperti bunga melati yang jatuh di ujung jari, yang akan hancur dengan sedikit tekanan.

Tangan yang bertumpu di lantai tercengkeram erat untuk menopang dirinya. Jari-jarinya pun sudah membiru.

Alex menatapnya tanpa berkedip. Tidak ada yang tahu apa yang pria itu pikirkan.

Henry berujar, "Kak Alex, apa ada yang akan mati? Aku akan mencari Bu Widya."

"Nggak perlu," kata Alex sambil melangkah maju. Kemudian, dia berujar pada Yovita, "Kumpulkan tenagamu untuk mundur ke belakang, atau nanti kamu akan terluka."

Yovita mundur ke belakang dengan susah payah. Gerakannya sangat lambat serta sangat menyakitkan. Setelah mundur sejauh satu meter, darah di bawah tubuhnya bergesekan mengikutinya.

Sudah cukup jauh.

Alex menendang pintu sekali hingga terbuka ke dalam. Aroma wewangian bercampur dengan bau darah langsung menyeruak.

Henry tertegun. Ini adalah aula leluhur, bagaimana bisa Alex langsung menendang pintunya?

Alex sama sekali tidak peduli di mana dia berada. Dia bahkan tidak memberikan satu pandangan pun pada memorial leluhur-leluhur itu. Dia langsung menopang pinggang wanita yang meringkung kesakitan itu, lalu segera menggendongnya ke tempat parkir.

Alex menaruhnya di kursi belakang.

Dia berjalan berputar ke kursi pengemudi, lalu mobil Hummer itu sekali lagi melaju keluar.

Karena itu adalah mobil Alex, petugas keamanan yang terbangun dari tidurnya tidak menghalangi. Dia juga tidak melihat Yovita yang meringkuk di kursi belakang.

Yovita memeluk kakinya sendiri dengan gigi yang bergemeletuk. Wanita itu gemetaran kedinginan, sudah tidak sadarkan diri.

Di lampu merah.

Alex menginjak rem, melihat ke kaca spion. Sosok kecil itu meringkuk di belakang kursinya, jadi Alex tidak bisa melihatnya, hanya bisa melihat rok berlapis-lapis yang tersampir di kursi kulit hitam, dengan darah berlumuran.

Alex mengeluarkan sebatang rokok, menempelkannya di sudut bibirnya. Baru saja dia hendak menyalakan rokok, suara napas lemah terdengar. Suara itu terdengar seakan menahan kesakitan, bahkan hampir hancur.

Gerakan Alex terhenti sejenak.

Satu detik kemudian, Alex membuang korek apinya, menyalakan lampu isyarat peringatan, lalu melepaskan remnya.

Brum.

Alex menginjak pedal gas, langsung menerobos lampu merah.

Dia menerobos tiga lampu merah berturut-turut, melaju kencang sampai ke rumah sakit. Mobil berhenti di depan UGD. Alex turun, membuka pintu belakang, lalu berkata, "Turun."

Yovita tidak bergerak.

Apa dia pingsan?

Apa dia tertidur?

Alex mengulurkan tangan untuk menarik Yovita, lalu wanita itu pun terbangun.

Yovita tidak hanya terbangun, tetapi dia juga menyadari bahwa rasa sakit di perutnya sudah berkurang banyak. Anehnya, sekarang rasanya seperti rasa sakit samar sebelum datang bulan, hampir tidak terasa.

Cahaya yang berkedip menyinari wajah Yovita melalui kaca mobil yang gelap. Dia menoleh, melihat bahwa dia ada di Rumah Sakit Rakyat Doren.

Otak Yovita seakan berdengung!

Alex ternyata membawanya ke rumah sakit.

Yovita tidak pernah berpikir untuk datang ke rumah sakit malam ini. Dia hanya ingin kembali ke kamar tidurnya. Jika dia harus mengalami keguguran, biarkan bayinya keluar dalam diam di kamar tidur. Yovita akan menahannya, menyelesaikan semuanya sendiri.

Pada saat ini, seperti ada yang mengganjal di tenggorokannya, membuat Yovita merasakan pahit, bahkan sulit bernapas.

Yovita sangat ingin pergi ke rumah sakit besar untuk melakukan pemeriksaan. Sekarang, rumah sakit itu ada di depan matanya.

Namun, tidak ada orang Keluarga Darian yang boleh hadir. Terutama putra sulung Keluarga Darian yang sangat berpengaruh ini.

Namun, Yovita tidak mau melewatkan kesempatan untuk datang ke rumah sakit. Jika melewatkannya, entah kapan dia bisa datang lagi ke sini.

Bagaimana caranya dia bisa menghindari Alex, lalu masuk untuk melakukan pemeriksaan dengan baik?

"Apa kamu kesakitan sampai menjadi bodoh?" kata Alex.

Yovita mengangkat kepala. Pada saat itu, Alex membungkuk untuk masuk ke dalam mobil, hendak menggendongnya turun. Seketika, napas keduanya bertabrakan, menghasilkan aliran udara yang halus.

Keduanya saling bertatapan dalam diam.

"Aku .... Bolehkah aku masuk sendirian? Kalau kamu ikut denganku dan ada orang yang melihat, itu nggak akan baik. Status kita berbeda." Dari jarak sedekat ini, suara Yovita seperti permen kapas yang lembut dan lengket.

Alex dengan sombong mengangkat alisnya. "Siapa yang akan melihat?"

"Maksudku seandainya. Aku akan pergi mencari dokter sendirian," kata Yovita.

Tak peduli seberapa keras pun wanita itu mencoba, ekspresi kecilnya yang berusaha keras menghindar tetap tidak luput dari mata Alex. Selain tidak ingin Alex mengikutinya, jelas ada kepanikan yang begitu kuat dalam diri wanita itu.

'Kenapa dia panik? Apa dia takut aku mengetahui sesuatu?' pikir Alex.

Satu tangan Alex bertumpu di samping kaki Yovita, sementara sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman nakal. "Perbuatan baik harus dilakukan sampai selesai. Bagaimana bisa aku meninggalkanmu begitu saja?"

Alex berpura-pura hendak menggendongnya.

Yovita menggunakan kedua telapak tangan untuk menahan dada Alex dengan panik. "Nggak bisa!"

Mata dalam Alex setengah menyipit, melepaskan sedikit tekanan.

Yovita seperti baru menyadari bahwa sikapnya sedikit berlebihan. Kemudian, dia melembutkan suaranya, "Aku akan memeriksakan diri ke dokter karena datang bulan. Status kita berbeda. Bagaimana kalau Nenek tahu?"

Alex memperhatikan mulut kecilnya yang terbuka dan tertutup, lalu jakunnya sedikit bergerak.

Suara rendah pria itu pun mengalir, "Kamu benar-benar nggak ingin aku temani?"

"Ya."

Alex mengangkat tangannya, mencengkeram dagu mungil Yovita, lalu memaksa wanita itu mengangkat kepala. Pria itu menggunakan matanya untuk menelusuri bibir merahnya ….
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 100

    Setelah mengalami begitu banyak tekanan, Yovita mengira dia akan menggila.Hanya saja anehnya dia tiba-tiba merasa tenang.Dia bahkan tidak meringkuk ketakutan lagi, melainkan duduk di tempat tidurnya untuk menghadapi langit malam yang gelap.…Keesokan harinya.Cindy tiba di rumah sakit, dia ingin memulai balas dendamnya pada Yovita secara resmi. Dia sudah tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi.Dia membeli beberapa buah dan pergi ke kamar pasien Thomas. Pada saat ini, Thomas sedang diinfus di dalam kamar. "Halo, Paman.""Oh? Halo, ternyata kamu," kata Thomas sambil tersenyum. "Kamulah yang bawa aku ke rumah Keluarga Darian sebelum ini. Kalau bukan karenamu, aku benar-benar nggak tahu betapa menderitanya Yovita di sana. Terima kasih.""Paman, ucapanmu terlalu sungkan. Yovita dan aku adalah teman baik. Akhir-akhir ini Yovita terbebani oleh masalah 10 miliar, jadi dia nggak bisa datang menjengukmu dan minta aku untuk datang.""10 miliar? Masalah apa itu?""Paman nggak tahu? Yovita

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 99

    Alex berdiri, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan memakan semangkuk mi ini. Cindy buru-buru bertanya. "Pak Alex, apakah kamu nggak mau makan mi ini?"Pria itu mengeluarkan ponsel, lalu mentransfer satu miliar padanya sambil berkata, "Jangan khawatirkan aku. Tidurlah lebih awal, aku masih punya urusan." Setelah mengatakan ini, Alex berjalan meninggalkan halaman. Sosoknya yang tinggi segera menghilang di tengah langit malam.Cindy merasa sangat senang saat melihat notifikasi di ponselnya.Alex lebih murah hati daripada Davin, dia bahkan memberi satu miliar demi semangkuk mi ini. Cindy telah mempelajari banyak keterampilan untuk menggoda Davin, dia bahkan juga pernah melakukan aborsi, tapi uang yang diberikan oleh Davin tidak mencapai satu miliar.Hanya saja, Cindy masih merasa kecewa.Alangkah baiknya jika Alex ingin melakukannya dengannya. Dia sangat ingin melakukan hal itu dengannya.Cindy membawa mangkuk mi itu ke dapur dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Setelah

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 98

    Yovita menghela napas lega saat melihat kepergian Davin, panggilan itu benar-benar datang di saat yang tepat.Dia mematikan air dan berjalan keluar.Akhirnya dia berhasil melewati masalah ini.Waktu di ponselnya menunjukkan pukul 23.30 tepat.Pada saat ini, ponselnya berdering. Itu adalah panggilan suara WhatsApp.Sebuah foto profil berwarna hitam muncul di layer ponsel Yovita.Itu adalah panggilan dari Alex.Pria itu meneleponnya di saat yang tepat.Seperti surat perintah hukuman mati, seolah-olah pria itu tidak akan menyerah sampai dia menjawab panggilan ini.Yovita menjawab panggilan ini, lalu menempelkan ponsel ke telinganya. Tidak lama kemudian dia mendengar suara berat Alex dari ujung lain panggilan. "Di mana kamu?"Yovita berkata, "Kak, aku hampir sampai di sana. Aku akan segera memasaknya untukmu.""Bagus sekali."Alex memutuskan panggilan, lalu mengambil headset Bluetooth-nya dan menyalakan kamera, layar laptop menunjukkan sekelompok direktur yang berpakaian dengan rapi."Lanj

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 97

    Langit malam sangat gelap, cuacanya juga sangat sejuk.Saat melewati hutan maple, angin berdesir yang membuat dedaunan gugur dan menyentuh pergelangan kaki Yovita. Daun ini bagaikan sebilah pisau yang melukai kaki Yovita dan membuatnya gelisah.Davin telah mengutus seseorang untuk memanggilnya, tapi Alex tetap diam.Yovita merasa Alex yakin dia tidak mungkin tidak pergi dan juga tidak berani melawan.Dia juga mengetahui jika dia tidak membuatkan camilan, Alex tidak akan melepaskannya.Yovita berdiri di persimpangan kamar timur dan barat. Lampu di kedua halaman menyala, cahayanya menyebar sejauh puluhan meter, seperti cahaya penuntun jalan baginya.Membiarkan Yovita memilih jalan mana yang harus diambil.Yovita berdiri di tempat selama 10 detik, lalu segera berbalik dan pergi ke kamar timur.Pengurus rumah tangga baru yang bernama Bibi Eni sedang menunggunya. Dia menyapanya dengan hormat. "Bu Yovita."Yovita membalas sapaannya. Bibi Eni berkata, "Pak Davin sedang mandi. Dia meminta And

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 96

    Yovita berkata, "Tadi aku lagi cari baju." Dia berjalan ke jendela untuk menuang segelas air untuk mengalihkan perhatian Davin.Benar saja, Davin berjalan mendekat, lalu duduk di sofa tunggal sambil menyilangkan kakinya.Jantung Yovita berdetak dengan cepat, tadi Alex baru saja duduk di sana.Davin mendengus. "Apakah kamu sehabis pakai parfum di sini?"Dia belum pernah benar-benar memasuki kamar Yovita karena dia meremehkan wanita ini. Biasanya Davin hanya berdiri di depan pintu.Ternyata kamar ini sangat harum?Yovita menyerahkan segelas air hangat untuknya. "Aku nggak pakai parfum."Davin tidak menjawab, melainkan menyeringai. "Kamu menyerahkan air dan mencoba merayuku lagi, apakah kamu sedang bernafsu lagi?""Nggak.""Jangan terus bilang nggak. Nggak peduli apa pun jawabanmu, cepat rapikan lemarimu. Aku mau gantung beberapa pakaianku di dalam. Mulai malam ini aku akan tinggal bersamamu. Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau, aku juga bisa membiarkanmu tidur di sampingku setiap ma

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 95

    Otot paha pria ini terasa kuat dan keras di balik pakaian tipisnya.Suhu tubuh mereka saling meningkat, pembuluh darah mereka juga saling berdenyut saat kulit mereka bersentuhan.Alex meletakkan satu tangan di bagian belakang kepala Yovita, lalu mencengkeram pinggangnya dengan tangan yang lain, ciuman ini semakin lama semakin panas dan dalam.Yovita bisa merasakan perubahan pada tubuh Alex dengan jelas, dia merasa panik dan ketakutan, tapi tidak berani bergerak.Karena dia mengetahui jika pria ini mampu melakukan tindakan keji seperti itu!Saat ciuman ini berakhir, Yovita bersandar dengan lemas di dada Alex karena kekurangan oksigen. Pikirannya menjadi gelap, kedua matanya juga berkaca-kaca.Alex terkekeh. "Kapasitas paru-parumu cuma sebesar ini?"Lima detik kemudian, Yovita akhirnya tersadar kembali. Dia mendongak dan hendak berdiri, tapi Alex menghentikannya.Tangan pria itu menekan perut Yovita, tanpa mengungkit masalah anak atau kehamilannya, tapi tindakan ini sudah cukup membuat Y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status