Sesampainya di rumah, Tiara berterimakasih pada Aldo karena mau mengantarkannya pulang. Sedangkan Aldo hanya diam dan tersenyum, dia kemudian pamit pergi.
Di perjalanan, Aldo terus saja tersenyum. Hatinya merasa lega dan bahagia bisa mengantarkan Tiara pulang ke rumah dengan motornya itu. Dia begitu bahagia bisa dekat dengannya meski hanya sekedar boncengan motor, seolah sedang memadu kasih. Hujan yang turun deras membuat cinta ini semakin terasa indah.Aldo tersenyum memejamkan matanya dan menikmati setiap tetes air hujan yang membasahi wajahnya sambil bergumam, "Aku suka kamu, Tiara.''Dia yang tidak bisa menahan perasaannya itu pun memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya di kampus besok.***Tiara dan Annisa sedang mengobrol bersama di kelas.Sekilas, Tiara mengalihkan perhatiannya dari Annisa dengan memandangi kelas Aarav. Matanya masih setia menunggu kedatangan Aarav di kelasnya."Apa yang kau lakukan?" tanya Annisa mengagetkan Tiara.Tiara menatap Annisa dan tersenyum menggelengkan kepalanya pelan."Tidak. Aku hanya sekedar menunggu. Jujur Nis, aku suka sama Aarav. Aku tahu, dia itu dingin, tapi aku sayang dia," ucap Tiara.Annisa memutar bola matanya malas."Aku tahu itu. Tapi maaf aku tidak bisa membantu mu kali ini. Karena sulit meluluhkan hati yang seperti es batu. Jika kau ingin minta saran, aku hanya bisa bilang, ungkapkan perasaanmu itu. Karena jika kamu diam dan memendam rasa cinta dalam hatimu, kau akan tersiksa," saran Annisa."Ta--tapi, bagaimana jika dia tidak menyukai aku?""Ya itu aku tidak tahu. Yang penting kau berdoa saja, kalau ditolak ya move on. Lupakan dan cari yang baru, banyak laki-laki yang lebih baik dari dia."Tiara mengangguk pelan. Dia tersenyum kecil sambil menatap Aarav yang sedang duduk di bangku depan kelas.***Aldo beranjak dari kursinya dan melangkah pergi menuju ke kelas Tiara. Dia hendak mengungkapkan perasaannya sambil membawa setangkai bunga mawar dan menyembunyikan di belakang tubuhnya.Tapi, saat tiba di kelas, Aldo bingung karena di kelas tidak ada Tiara. Sorot matanya berusaha melirik orang-orang yang ada di kelas dan mencari sosok gadis yang dia impikan, tapi sayangnya tidak ketemu.Aldo pun berjalan menghampiri Annisa."Emm, Nis. Aku boleh tanya tidak? Kau tahu di mana Tiara?" tanya Aldo.Annisa mengangguk. "Dia ada di kelas sebelah," jawabnya.Aldo tersenyum."Baik, terimakasih."Aldo lalu pergi berlalu meninggalkan kelas. Sedangkan Annisa hanya diam dan menatap kepergian Aldo dengan heran.***Tiara berdiri di depan Aarav yang sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya. Dia tersenyum sambil menatap pujaan hatinya itu.Jantungnya berdetak kencang tak teratur. Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Tiara menjadi sangat gugup. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan mengembuskan napas dan tersenyum kecil kemudian berjalan menghampiri Aarav."Aarav," panggilnya.Aarav yang mendengar ada orang memanggilnya segera menaruh ponselnya dan menatap Tiara."Apa?" tanyanya dingin.Tiara tersenyum menundukkan tatapannya kemudian kembali menatap Aarav."Aarav. A--a--aku su--su--suk---""Apa? Bicara yang jelas!" tegur Aarav yang merasa kesal sambil menatap Tiara.Tiara hanya diam dan tertawa kecil. Dia menggaruk rambutnya pelan. Sambil tersenyum, Tiara mengembuskan napasnya secara perlahan dan menatap Aarav."Aku suka kamu," ucapnya.Aarav yang mendengar ucapan Tiara menjadi kaget. Dia menatap gadis yang ada di depannya itu dengan bingung sambil mengerutkan keningnya."A--apa? Kau bilang apa tadi?""Aku suka kamu," ucap Tiara.Aarav menunduk. Dia tidak percaya dengan ucapan Tiara itu kemudian tertawa pelan dan menatap wajah wanita yang ada di hadapannya ini."Kau pasti bercanda kan? Maaf, aku tidak suka padamu. Tidak suka dan tidak ingin dekat denganmu, apa kau tidak punya malu? Mengatakan hal seperti itulah pada laki-laki?" tanya Aarav sambil terkekeh pelan.Tiara tersenyum menggeleng."Tidak. Aku tidak malu. Aku kan hanya sekadar mengungkapkan perasaanku, kenapa harus malu?" bantah Tiara.Aarav menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar tak habis pikir dengan apa yang baru saja terjadi."Sudahlah. Kau bilang kau suka aku? Iyakan? Tapi maaf aku tidak suka kamu, sudah dulu ya. Aku ada tugas," pamitnya pada Tiara kemudian beranjak pergi dan masuk ke kelasnya.Sedangkan Tiara hanya diam. Hatinya benar-benar sedih dan sakit dengan ucapan Aarav barusan. Matanya kini benar-benar kosong. Tanpa disengaja, air mata tumpah dan turun membasahi wajahnya.Tiara yang merasakan air matanya itu segera menghapusnya dan kembali ke kelasnya untuk mengikuti pembelajaran.Diam-diam, tanpa sepengetahuan Aarav dan Tiara, Aldo juga melihat dan mendengar percakapan mereka dan merasa patah hati saat tahu bahwa Tiara lebih mencintai Aarav.Dia menundukkan kepalanya, tanpa sadar, bunga yang tadi digenggamnya erat kini jatuh ke lantai.Karena sama-sama memiliki cinta yang bertepuk sebelah tangan, Aldo dan Tiara pun kini memutuskan untuk move on dan tidak lagi menghiraukan seseorang yang mereka cintai dengan berhenti memikirkannya dan fokus mengerjakan hal lain.-Bersambung-Tiara sedang duduk di bangku taman belakang sekolah sambil menunduk dan meneteskan air matanya. Hati kecilnya masih terasa sakit dengan sikap Aarav kemarin. Di saat menangis, tiba-tiba Dennis datang. Dia tersenyum sinis melihat Tiara."Kau kenapa menangis? Dia itu memang cupu. Seharusnya kamu gak usah ngejar dia lagi. Apalagi dia itu bukan anak baik-baik," ujar Dennis.Tiara menatap Dennis terkejut. Dia mengerutkan keningnya."Hah? Apa katamu tadi? Aarav bukan cowok baik-baik? Maksudnya apa?" tanya Tiara berusaha tetap positif thinking pada pujaan hatinya."Ya dia bukan cowok baik. Dia itu suka minum, apalagi ayahnya itu---" ucapan Dennis terpotong saat melihat Aarav berdiri di belakang Tiara kemudian berbalik dan membaca artikel yang ada di tembok.Dennis mengedipkan matanya beberapa saat. Dan menatap Tiara.Tiara yang melihat Dennis terdiam tiba-tiba menjadi semakin penasaran. Dia menggaruk rambutnya."S
Aldo berusaha sekuat tenaga untuk menggandeng tangan Aarav dan membawanya tepat ke rumah. Di sana, dia segera mengetuk pintu.Ana yang mendengar suara ketukan pintu itupun bangkit dari duduknya dan segera membuka pintu. Dia terkejut melihat Aarav dalam keadaan tidak sadarkan diri bersama Aldo."Apa yang terjadi pada nya?" tanya Ana sambil menatap Aldo.Aldo hanya diam. Dia menggaruk pelan kepalanya kemudian menjawab, "Aarav mabuk, Bi. Dia habis meminum banyak."Ana mengangguk pelan. Dia meminta tolong pada Aldo untuk membawa Aarav ke kamarnya karena dia tidak kuat memapah tubuhnya, sedangkan di sini sudah tidak ada orang lagi, ada yang tertidur, dan ada juga yang pergi. Hanya Ana lah yang ada di sini dan masih terjaga.Setelah selesai membaringkan Aarav di ranjang, Aldo pun berjalan keluar kamarnya.Ana tersenyum menatap Aldo."Makasih ya, Nak. Kamu baik banget udah mau nolongin Aarav," ucap Ana.Aldo terseny
Angga berdiri di dapur sambil tersenyum melihat sekeliling ruangan. Tanpa sadar pikirannya tertuju akan sebuah meja dan sebuah kenangan akan masalalu kini kembali menghiasi kesunyian ini.Dia melangkahkan kakinya menuju ke meja makan sambil terus mengingat istrinya dulu. #FlashbackVira sedang memasak makanan di dapur. Aroma bumbunya yang sedap itu begitu merasuk ke dalam supnya, dan membuat Angga tengah sibuk bekerja itupun menjadi tidak fokus gara-gara makanan. Karena penasaran, dia pun berjalan mendekati arah aroma tersebut dan menemukan istrinya sedang memasak. Sambil tersenyum menatapnya, dia berjalan menghampiri Vira kemudian memeluknya dengan penuh cinta.Vira tersenyum kecil. Dia berusaha menyingkirkan tangan pria tersebut, tapi sayangnya tidak berhasil. Sang suami justru semakin mempererat pelukannya, membuatnya tak nyaman karena sedikit mengganggu memasak.Dia menolehkan kepalanya dan menatap Angga."Lepas
Reina berjalan ke rumah sambil menuntun sepedanya dan memasukkannya ke dalam dengan wajah lesu. Dia masih kecewa dengan sikap Aarav tadi.Sang ibu yang melihat Reina murung seperti itu hanya diam dan tersenyum kecil. Dia melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Reina."Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat kesal?" tanyanyaReina menatap ibunya sekilas. Dia kemudian menundukkan kepalanya."Ma ... Tadi Reina tidak sengaja kecelakaan," jelas Reina."Apa!? Bagaimana bisa? Sini duduk dulu, sambil istirahat," titah sang ibu, menyuruh anaknya untuk duduk di sampingnya di ranjang. Reina mengangguk. Dia kemudian duduk di ranjang dan mendekat pada ibunya. Kepalanya disandarkan di bahu ibu.Reina mengembuskan napasnya berat untuk mengatur pernapasan dan detak jantungnya yang tidak karuan agar kembali normal."Tadi kan Ma, ada orang ngebut. Jadi tidak sengaja nabrak Reina. Emang lukanya tidak terlalu parah, tapi dia menjen
Aarav sedang duduk di bangku sambil membaca buku fisika materi pelajaran kesukaannya. Seperti biasa, dia tidak pernah mau mengobrol bersama siapapun bahkan temannya dan asyik dalam dunianya sendiri.Di saat sedang membaca, tiba-tiba suara langkah kaki membuat suasana menjadi sunyi. Para murid segera merapikan meja mereka dan duduk manis di bangku. Begitu pula dengan Aarav, dia meletakkan bukunya di meja. Sorot matanya tertuju pada sebuah sepasang sepatu yang ada di sebelah kaki pak guru.Dia menaikkan pandangannya ke atas dan melihat ada seorang gadis. Matanya membulat sempurna saat tahu itu adalah gadis yang dia tabrak kemarin. Aarav menunduk. Pikirannya sibuk memikirkan sesuatu._"Dia itu kan---"_"Ada apa Aarav?" tanya pak Alva membuyarkan lamunan Aarav dari pikirannya. Dia spontan menggelengkan kepalanya."Tidak ada apa-apa, Pak."Pak Alva hanya diam. Dia menatap gadis yang ada di sampingnya tersebut."A
Matahari tersenyum menyinari bumi. Meski dihiasi awan gelap yang membuat langit menjadi seperti malam tidak membuat dia jenuh untuk melakukan tugasnya.Di sore yang agak mendung ini, Aarav belajar di ruang tamu. Dia duduk di lantai sembari mengerjakan tugasnya dan sesekali memakan cemilan.Ana yang melihat anak tuannya duduk di lantai menjadi terkejut. Dia segera menghampiri Aarav dan menegurnya, "Astaga, Aarav. Kamu kan bisa duduk di kursi, tidak baik duduk di bawah. Apalagi ini hujan, nanti kamu bisa sakit karena kedinginan."Aarav tersenyum kecil."Tenang aja, Bi. Aku baik-baik saja."Ana memutar bola matanya malas."Selalu begitu. Baik kalau itu maumu, tapi nanti kalau sakit jangan bilang 'Bibi aku minta teh, Bibi aku ingin itu, dan sebagainya' mengerti?" ujar Ana sambil melipat baju yang dia setrika barusan dan duduk di kursi."Hahaha. Memangnya aku pernah bilang seperti itu? Kaya anak kecil saja. Sudahlah, Bi. Kau jangan mencemaskan aku seperti ini,"
Reina berjalan ke kelas sambil tersenyum kecil menatap sekeliling. Dia menyapa orang-orang yang ditemuinya termasuk para guru dengan mengucapkan salam sambil tersenyum ramah. Bapak dan Ibu guru pun membalasnya dengan senyuman hangat. Mereka lalu masuk ke ruangan kantor guru untuk melanjutkan pekerjaan seperti mengecek tugas-tugas atau mempelajari materi yang akan diberikan pada muridnya nanti di kelas.Sesampainya di kelas, Reina mengerutkan keningnya. Dia heran dengan sikap teman-temannya yang terlihat sibuk dengan urusan mereka sambil menuliskan sebuah catatan di buku. Padahal, biasanya, jarang ada murid rajin seperti ini. Mereka selalu mengawali pagi dengan bercanda bersama, tapi kali ini suasananya berbeda.Reina segera menaruh tasnya di kursi. Dia melangkahkan kakinya dan berjalan menghampiri seorang siswa yang tengah mengerjakan tugas. "Hai! Kau sedang apa? Kenapa semua terlihat sibuk?'' tanya Reina dengan senyum manisnya. "Aku sedang menger
Keesokan paginya, Aarav sedang duduk di kelas. Dia terlihat santai membaca buku IPA. apalagi hari ini akan ada ulangan yang membuatnya harus fokus belajar. Reina berjalan menghampirinya dan tersenyum kecil. Dia berdiri di depan cowok itu. "Hai Bung. Apa kabar? Ngomong omong makasih ya kemarin," ucap Reina. Aarav hanya diam. "Kok diam sih? Kamu denger gak aku ngomong ma--" "Makasih 'kan? Iya sama-sama. Aku juga sebenarnya tidak niat nolongin kamu, kamunya aja yang maksa aku," bantah Aarav. Reina memutar bola matanya malas. "Tapi kamu mau 'kan?" "Ya iyalah. Meski akhirnya aku juga yang dapat hukuman." Reina tertawa kecil. "Iya-iya maaf. Aku janji tidak akan ngerepotin kamu lagi," janji Reina. Aarav hanya diam dan menatap Reina kesal kemudian kembali membaca bukunya. Reina memutar bola matanya malas kemudian duduk di bangkunya. Beberapa saat kemudian Pak guru datang ke kelas dengan wajah lesu. Tidak seperti biasanya