Aarav berangkat ke sekolah. Sesampainya di sana, dia segera memakirkan motornya dan melepas helmnya. Kemudian merapikan seragamnya sejenak. Sekilas Aarav memandangi bunga-bunga yang ada di halaman sekolah sambil tersenyum kecil.
Aldo, teman Aarav datang menghampirinya dan menepuk bahunya.Aarav berbalik dan menatap Aldo sambil tersenyum kecil."Iya? Ada apa?""Ayo berangkat ke kelas sama aku!" ajak Aldo."Baik!'Aldo pun menggenggam tangan Aarav dan mengajaknya masuk ke kelas bersama.***Saat istirahat, Tiara jajan di kantin bersama Annisa.Bisa dikatakan, Tiara dan Annisa Mereka berdua adalah sahabat dekat, setiap hari, bahkan setiap saat mereka selalu bersama. Dimana ada Annisa disitu pasti ada Tiada. Kadang karena kedekatan mereka, mereka sering disebut saudara yang tak terpisahkan.Tiara memandangi sate yang ada di depannya. Dia memegang sate tersebut kemudian pergi menemui ibu kantin untuk membelinya. Selain sate, dia juga membeli minuman untuk menghilangkan rasa harusnya setelah makan.Annisa dan Tiara duduk di sebuah bangku yang ada di sekitar kantin. Tanpa disadari, ternyata Aarav juga ada di sana sambil duduk santai dan meminum jusnya.Tiara tersenyum menatap Aarav. Beberapa detik berlalu, tapi tatapan matanya masih terus tertuju pada sosok laki-laki yang ada di depannya ini.Annisa yang melihat hal itu menjadi kesal. Dia melambaikan tangannya di depan Tiara. Seketika Tiara mengedipkan matanya pelan dan menolehkan pandangannya ke arah sahabatnya."Iya?""Sudah, Ra. Kamu jangan kaya gini terus. Ingat kamu harus move on!" tegur Annisa.Tiara mengerutkan keningnya."Hah? Move on? Memangnya kapan aku sama dia ada hubungan? Kapan kita putus? Tidak pernah. Aku cuma ingin cinta dia," jelas Tiara.Annisa menatap Tiara kesal."Move on bukan berarti putus cinta . Kamu harus sadar, dia tidak mencintai kamu. Berhenti berharap sama dia. Masih banyak cowok lain selain dia, ada yang lebih baik daripada dia, kenapa harus dia?" tanya Annisa dengan nada tinggi seperti memarahi.Tiara menunduk. "Tapi aku--"Annisa beranjak dari tempat duduknya dan memukul meja dengan sedikit kesal."Sudah ya, aku tidak ingin mendengar omong kosong mu itu. Sekarang daripada harus bertengkar, lebih baik aku pergi saja!" pungkasnya kemudian berjalan pergi meninggalkan Tiara.Tiara menggaruk rambutnya pelan. menjadi tidak nyaman dengan Annisa. Dia mengalihkan pandangannya, sekilas dia menatap Aarav sambil tersenyum kemudian pergi menyusul Annisa di kelas.***Sepulang sekolah, Tiara segera mengemasi barang-barangnya dan langsung keluar kelas tanpa mengajak Annisa. Sedangkan Annisa yang melihat itu menjadi kesal. Dia benar-benar merasa marah dengan sahabatnya itu.Sambil menunggu seseorang, dia berulangkali menatap ruangan yang ada di samping kelasnya itu. Tiba-tiba di saat sedang menunggu, kaki Tiara menjadi sedikit pegal. Dia pun memutuskan untuk duduk di bangku sembari menunggu Aarav.Beberapa saat kemudian, Aarav berjalan keluar kelas. Melihat hal itu, Tiara langsung beranjak dari tempat duduknya dan berlari menghampiri Aarav kemudian menepuk bahunya.Aarav menoleh. Dia terkejut melihat Tiara."Eemm. Aku boleh tanya tidak?" pinta Tiara."Apa?""Kamu sudah baca pesanku belum?" tanya Tiara.Aarav terdiam sejenak. Dia mengangguk pelan."Iya. Sudah.""Terus jadi tidak?""Tidak. Maaf, aku tidak bisa," tolak Aarav kemudian pergi meninggalkan Tiara sendirian di halaman sekolah sedangkan Tiara hanya terdiam sambil melamun.***Hari semakin sore. Matahari yang tadinya tersenyum ceria menyinari bumi, kini kian memudar. Selain itu, langit juga gelap dan mendung menandakan bahwa nanti akan hujan. Tiara yang melihat hal itu menjadi cemas. Dia segera membuka tasnya untuk mengambil payung, tapi tak kunjung ketemu. Dia mengacak rambutnya karena kesal.Perlahan, rintik hujan turun membasahi bumi disertai angin membuatnya semakin deras dan membuat makhluk di sini menjadi kedinginan sekaligus basah . Banyak orang terutama para berteduh di pinggiran untuk memakai jas hujan dan melanjutkan perjalanan mereka.Tiara yang merasakan tangannya basah akibat terkena air hujan menjadi semakin gelisah. Dia pun duduk di sebuah tenda yang ada dekat sekolah sembari menunggu jemputan.Angin kencang tersebut membuat Tiara menggigil kedinginan. Dia berulang kali menggosok-gosok tangannya untuk menghangatkan tubuhnya.***Kebetulan, Aldo juga sedang ada di jalanan untuk membeli makanan dengan mengendarai motornya. Di tengah jalan, dia tidak sengaja melihat Tiara yang sedang termenung sendirian dan segera memakirkan motornya itu di pinggir jalan kemudian berjalan menghampirinya Tiara."Kau belum pulang? Kenapa?"Tiara tersenyum kecil menatap Aldo."Aku belum dijemput dari tadi," ucapnya.Aldo tersenyum."Ya sudah. Bagaimana kalau kau aku antar pulang?"Tiara menatap Aldo. Dia menggelengkan kepalanya dan hendak menolaknya karena merasa tidak nyaman dengan kebaikannya tersebut."Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri kok, lagian, nanti juga ada yang jemput," tolak Tiara.Aldo tersenyum."Sudah, jangan seperti itu. Aku tahu, kamu tidak ada yang jemput, lagian ini hujan, jalanan juga gelap, mana mungkin kamu pulang sendiri seperti ini?" Aldo berusaha membujuk Tiara untuk menerima ajakannya.Tiara yang tidak bisa lagi berpikir lama karena merasa lelah itupun setuju.Aldo tersenyum kecil. Dia lalu meminjamkan Tiara jas hujan dan mengantarkannya pulang ke rumahnya dengan motornya.-Bersambung-"Tidak, Mama darimana saja? Aarav habis beli makanan kesukaan mama, tau?" ujar Aarav berusaha mengalihkan pembicaraan.Vira menatap putranya dengan dingin. Dia berjalan mendekat sambil bertanya, "Kamu tadi bilang Mama kenapa?"Aarav tersenyum. "Tadi, Aarav juga pengen disuapi Mama cuma mama tidak ada di sini.. jadi Tante Farah yang menyuapi Aarav," jelasnya.Vira terdiam. Dia menghela napas sambil melirik Farah dengan kesal. Sementara wanita itu justru membalasnya dengan senyuman."Biar aku makan sendiri," ujar Aarav mengambil makanan yang dipegang Farah lalu memakannya sendiri.Farah tersenyum menatap Aarav. "Gimana? Kamu suka?" tanyanya ramah melihat lelaki itu makan dengan lahap.Aarav mengangguk. Dia tersenyum senang. "Makanan Tante memang selalu enak. Aku suka..""Baguslah. Kapan-kapan main ke rumah Tante, biar Tante masakin makanan yang lebih banyak buat kamu.." ujar Farah pada Aarav sambil melirik Vira yang sedang menatapnya dingin."Sepertinya itu lain kali. Karena, Aarav juga
Reina berjalan menghampiri Aarav. Dia tersenyum ramah menatap lelaki yang merupakan kakak kandungnya itu."Hai. Good morning," sapa Reina.Aarav membalas senyuman Reina. "Morning. Bagaimana kabarmu? Kau pasti senang kan bisa tidur di kamar mewah?" tebaknya.Reina menghela napas. Dia mengangguk pelan."Iya, tapi aku juga sedih. Aku rindu Mama. Oh ya, bagaimana harimu dengan beliau? Rasa rindumu sudah berkurang bukan?" Aarav menggeleng. Wajahnya menjadi datar dan hanya tersenyum. "Iya, aku senang bisa sama Mama. Jujur, aku ngga enak dengan keputusan papa buat tukaran posisi seperti ini..." ujar Aarav sambil menunduk.Reina merangkul Aarav. "Kau yang sabar. Kita pasti akan jadi keluarga harmonis.."Aarav hanya diam dan tersenyum kecil. Dia membelai rambut Reina dengan kasih. "Makasih adikku sayang," ucapnya.***"Aarav dan Reina kakak adik? Itu berarti aku bisa menjadi pacarnya?" tanya Tiara pada dirinya sendiri karena senang mengetahui kenyataan hubungan Reina dan Aarav."Mereka sauda
Angga menatap Reina tak percaya. Dia memangku pipi putrinya itu sambil menatap dengan mata yang berkaca-kaca. "Putriku.." ucapnya senang lalu memeluk Reina.Reina membalas pelukannya. "Papa? Selama ini, papa ada dimana? Kenapa mama tidak pernah bercerita bahwa--""Sudahlah. Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Sekarang, yang penting kita bisa bertemu dan berkumpul kembali. Aku senang sekali," ucap Aarav sambil berjalan menghampiri Reina.Reina menatap Aarav tak percaya. Dia masih ling lung. Pikirannya butuh waktu untuk mencerna keadaan. Angga menatap Vira dengan senyuman dan mata yang berkaca-kaca. Namun, sang istri justru membalasnya dengan tatapan dingin."Ini sudah malam. Kau harus istirahat. Reina, kau di sini, temani mama. Dan kau Aarav, ayo pulang. Kita akan menyiapkan sesuatu untuk mama nanti.." jelas Angga.Reina mengerutkan kening. "Sesuatu apa?"Aarav hendak menjawab pertanyaan Reina, namun saat melihat ekspresi Angga yang melarangnya memberi tahu rencana surprise mereka pu
Saat sedang terpaku akan keadaan, tiba-tiba ponsel Aarav berbunyi. Segera, diapun pamit keluar untuk menjawab telepon tersebut."Halo, iya ada apa, Pa?" tanya Aarav dengan suara serak seperti ingin menangis, namun juga tersenyum senang."Kau dimana? kenapa belum pulang sore begini?" Angga juga terdengar khawatir.Mengetahui ayahnya yang sedang mencemaskan keadaan dia, Aarav pun merencanakan sesuatu untuk kedua orang tuanya tersebut. Dia tersenyum."Papa, Aarav lagi di rumah sakit, kepala Aarav sangat sakit," jelas Aarav sembari memegang kepalanya, membuat Angga terkejut."Apa?! Kenapa tidak menghubungi papa? sebentar, papa ke sana sekarang juga!" Telepon terputus. Terlihat raut panik Angga, dia segera mengeluarkan mobil dan bergegas ke rumah sakit. Berbeda dengan sang ayah yang panik setengah mati, Aarav justru tersenyum kesenangan. Saking senangnya, dia hampir melempar ponselnya. Namun, Reina datang dan menangkapnya sehingga ponsel lelaki itu tidak jadi menyentuh lantai."Kau ini, p
"Mama, aku pulang," ucap Reina setelah membuka pintu dan berjalan menghampiri ibunya, sedangkan Aarav hanya terdiam. Dia masih memikirkan perasaanya yang gelisah tanpa sebab setiap saat. Reina yang melihatnya langsung menegur Aarav."Hei, kau kenapa diam di situ? Ayo masuk," ajaknya.Aarav mengedipkan matanya. Dia tersenyum kecil kemudian berjalan menghampiri Reina yang sedang duduk di samping ibunya.Vira yang tadinya tertidur kini menjadi bangun saat mendengar percakapan Aarav dan Reina di ruangannya. Pelan-pelan dia membuka kedua matanya sambil menyandarkan tubuhnya di pojok ranjang. Dia memandangi sekelilingnya sekilas lalu kembali menatap Reina. Dia tersenyum kecil."Kamu sudah pulang? Kapan?" tanya Vira ramah.Reina tersenyum mengangguk. "Baru saja kok, Ma," jawabnya.Saat mendengar suara ibu Reina, perasaan Aarav menjadi makin gelisah. Suara itu sangat tidak asing di telinganya bahkan itu adalah suara yang biasa dia dengar sewaktu masih kecil saat ibunya masih bersamanya. Aara
Aarav mencoba untuk mengontrol tubuhnya dan berjalan dengan benar seolah tidak terjadi apa-apa. Akan tetapi, itu selalu gagal sebab dia sering terjatuh akibat tidak sengaja kesenggol batu yang ada di jalan.Tiba-tiba, sorot mata Aarav tertuju pada sosok wanita yang sedang berjalan di pojokan jalan. Dia menyipitkan kedua matanya berusaha untuk melihat wanita itu untuk mengenali wajahnya. Aarav terdiam, saat sedang sibuk berpikir sambil menatap, tiba-tiba wanita itu sudah ada di dekatnya. "Ada apa?" tanya wanita itu yang penasaran sekaligus tidak nyaman karena ditatap oleh Aarav.Mendengar suara yang menurutnya tidak asing, Aarav menoleh ke arah sumber suara tersebut. Lagi dan lagi, kini dia malah melihat wajah ibunya. Aarav mengerutkan keningnya. 'Sebenarnya ada apa ini? Apa aku halusinasi?' "M---ma---ma. Ini Mama?" tanya Aarav terbata-bata dan sedikit gugup.Vira mengerutkan keningnya. Dia menggelengkan kepalanya pelan."Mama? Dengar, kau pasti salah. Aku bukan ibumu, sudah ya, aku