Share

Bab 9. Diam-diam (2)

Aarav berangkat ke sekolah. Sesampainya di sana, dia segera memakirkan motornya dan melepas helmnya. Kemudian merapikan seragamnya sejenak. Sekilas Aarav memandangi bunga-bunga yang ada di halaman sekolah sambil tersenyum kecil.

Aldo, teman Aarav datang menghampirinya dan menepuk bahunya.

Aarav berbalik dan menatap Aldo sambil tersenyum kecil.

"Iya? Ada apa?"

"Ayo berangkat ke kelas sama aku!" ajak Aldo.

"Baik!'

Aldo pun menggenggam tangan Aarav dan mengajaknya masuk ke kelas bersama.

***

Saat istirahat, Tiara jajan di kantin bersama Annisa.

Bisa dikatakan, Tiara dan Annisa Mereka berdua adalah sahabat dekat, setiap hari, bahkan setiap saat mereka selalu bersama. Dimana ada Annisa disitu pasti ada Tiada. Kadang karena kedekatan mereka, mereka sering disebut saudara yang tak terpisahkan.

Tiara memandangi sate yang ada di depannya. Dia memegang sate tersebut kemudian pergi menemui ibu kantin untuk membelinya. Selain sate, dia juga membeli minuman untuk menghilangkan rasa harusnya setelah makan.

Annisa dan Tiara duduk di sebuah bangku yang ada di sekitar kantin. Tanpa disadari, ternyata Aarav juga ada di sana sambil duduk santai dan meminum jusnya.

Tiara tersenyum menatap Aarav. Beberapa detik berlalu, tapi tatapan matanya masih terus tertuju pada sosok laki-laki yang ada di depannya ini.

Annisa yang melihat hal itu menjadi kesal. Dia melambaikan tangannya di depan Tiara. Seketika Tiara mengedipkan matanya pelan dan menolehkan pandangannya ke arah sahabatnya.

"Iya?"

"Sudah, Ra. Kamu jangan kaya gini terus. Ingat kamu harus move on!" tegur Annisa.

Tiara mengerutkan keningnya.

"Hah? Move on? Memangnya kapan aku sama dia ada hubungan? Kapan kita putus? Tidak pernah. Aku cuma ingin cinta dia," jelas Tiara.

Annisa menatap Tiara kesal.

"Move on bukan berarti putus cinta . Kamu harus sadar, dia tidak mencintai kamu. Berhenti berharap sama dia. Masih banyak cowok lain selain dia, ada yang lebih baik daripada dia, kenapa harus dia?" tanya Annisa dengan nada tinggi seperti memarahi.

Tiara menunduk. "Tapi aku--"

Annisa beranjak dari tempat duduknya dan memukul meja dengan sedikit kesal.

"Sudah ya, aku tidak ingin mendengar omong kosong mu itu. Sekarang daripada harus bertengkar, lebih baik aku pergi saja!" pungkasnya kemudian berjalan pergi meninggalkan Tiara.

Tiara menggaruk rambutnya pelan. menjadi tidak nyaman dengan Annisa. Dia mengalihkan pandangannya, sekilas dia menatap Aarav sambil tersenyum kemudian pergi menyusul Annisa di kelas.

***

Sepulang sekolah, Tiara segera mengemasi barang-barangnya dan langsung keluar kelas tanpa mengajak Annisa. Sedangkan Annisa yang melihat itu menjadi kesal. Dia benar-benar merasa marah dengan sahabatnya itu.

Sambil menunggu seseorang, dia berulangkali menatap ruangan yang ada di samping kelasnya itu. Tiba-tiba di saat sedang menunggu, kaki Tiara menjadi sedikit pegal. Dia pun memutuskan untuk duduk di bangku sembari menunggu Aarav.

Beberapa saat kemudian, Aarav berjalan keluar kelas. Melihat hal itu, Tiara langsung beranjak dari tempat duduknya dan berlari menghampiri Aarav kemudian menepuk bahunya.

Aarav menoleh. Dia terkejut melihat Tiara.

"Eemm. Aku boleh tanya tidak?" pinta Tiara.

"Apa?"

"Kamu sudah baca pesanku belum?" tanya Tiara.

Aarav terdiam sejenak. Dia mengangguk pelan.

"Iya. Sudah."

"Terus jadi tidak?"

"Tidak. Maaf, aku tidak bisa," tolak Aarav kemudian pergi meninggalkan Tiara sendirian di halaman sekolah sedangkan Tiara hanya terdiam sambil melamun.

***

Hari semakin sore. Matahari yang tadinya tersenyum ceria menyinari bumi, kini kian memudar. Selain itu, langit juga gelap dan mendung menandakan bahwa nanti akan hujan. Tiara yang melihat hal itu menjadi cemas. Dia segera membuka tasnya untuk mengambil payung, tapi tak kunjung ketemu. Dia mengacak rambutnya karena kesal.

Perlahan, rintik hujan turun membasahi bumi disertai angin membuatnya semakin deras dan membuat makhluk di sini menjadi kedinginan sekaligus basah . Banyak orang terutama para berteduh di pinggiran untuk memakai jas hujan dan melanjutkan perjalanan mereka.

Tiara yang merasakan tangannya basah akibat terkena air hujan menjadi semakin gelisah. Dia pun duduk di sebuah tenda yang ada dekat sekolah sembari menunggu jemputan.

Angin kencang tersebut membuat Tiara menggigil kedinginan. Dia berulang kali menggosok-gosok tangannya untuk menghangatkan tubuhnya.

***

Kebetulan, Aldo juga sedang ada di jalanan untuk membeli makanan dengan mengendarai motornya. Di tengah jalan, dia tidak sengaja melihat Tiara yang sedang termenung sendirian dan segera memakirkan motornya itu di pinggir jalan kemudian berjalan menghampirinya Tiara.

"Kau belum pulang? Kenapa?"

Tiara tersenyum kecil menatap Aldo.

"Aku belum dijemput dari tadi," ucapnya.

Aldo tersenyum.

"Ya sudah. Bagaimana kalau kau aku antar pulang?"

Tiara menatap Aldo. Dia menggelengkan kepalanya dan hendak menolaknya karena merasa tidak nyaman dengan kebaikannya tersebut.

"Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri kok, lagian, nanti juga ada yang jemput," tolak Tiara.

Aldo tersenyum.

"Sudah, jangan seperti itu. Aku tahu, kamu tidak ada yang jemput, lagian ini hujan, jalanan juga gelap,

mana mungkin kamu pulang sendiri seperti ini?" Aldo berusaha membujuk Tiara untuk menerima ajakannya.

Tiara yang tidak bisa lagi berpikir lama karena merasa lelah itupun setuju.

Aldo tersenyum kecil. Dia lalu meminjamkan Tiara jas hujan dan mengantarkannya pulang ke rumahnya dengan motornya.

-Bersambung-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status