Share

Bab 3

Author: Sella
Saskia menatap alat tes kehamilan. Satu garis. Senyum getir melintas di wajahnya.

Bagus.

Dengan begitu, Bagas bisa tenang. Anak yang benar-benar milik mereka berdua tak akan pernah lahir. Ironisnya… sekarang Saskia juga tak menginginkannya lagi.

Bagas menghela napas lega, suaranya melunak.

“Saskia, aku cuma nggak mau kamu terlalu lelah. Kita sudah punya Evan dan Eva, itu sudah cukup.”

Munafik.

Namun Saskia hanya menjawab dingin, nyaris acuh.

“Terima kasih atas perhatianmu.”

Bagas tertegun.

“Kenapa bicaramu seperti orang asing?”

Orang asing? Di rumah ini, hanya Saskia yang benar-benar orang luar. Bagaimana mungkin tak terdengar asing?

Saskia terdiam, lalu berbalik dan mengambil sebuah dokumen—surat cerai.

“Nggak kok, nggak asing. Oh iya, aku mau beli satu ruko.”

Itu pertama kalinya dia meminta sesuatu secara langsung. Bagas merasa ada yang janggal, tapi sebelum sempat memeriksa isi dokumen, Saskia sudah lebih dulu menyindir.

“Kenapa? Nggak mau?”

Mendengar itu, Bagas langsung menandatangani dokumen itu tanpa ragu.

Istrinya menginginkan sesuatu, mana mungkin dia menolak?

Saat menerima dokumen cerai dengan tanda tangan itu, Saskia justru merasa lega, seakan sebuah beban berat akhirnya terangkat dari hatinya.

Dari luar kamar, bisik-bisik kedua anaknya terdengar.

“Mama benar-benar mau punya bayi lagi, ya? Kalau bayinya sama bodohnya kayak mama, gimana?”

“Iya! Bisa dapet anak sepintar kita saja karena beruntung, ‘kan? Aku nggak mau punya mama kayak dia, bikin pusing!”

Jemari Saskia yang mencengkeram surat cerai perlahan memutih. Baguslah, sebentar lagi semuanya akan sesuai dengan harapan mereka.

Sebulan setelah surat cerai itu berlaku, statusnya berubah. Secara hukum… dia tak lagi tercatat sebagai ibu mereka.

Keesokan paginya, Saskia tak bangun pukul enam seperti biasa. Semua urusan anak dan Bagas dia serahkan pada pelayan.

Hasilnya? Rumah seketika kacau balau.

Evan rewel soal makanan. Sejak kecil hanya mau makan masakan Saskia. Pelayan sudah menyiapkan belasan menu, tapi tak satu pun disentuh.

Eva pun sama, tak suka dengan gaya ikat rambut yang dibuat pelayan. Waktu sudah mepet, akhirnya gadis kecil itu pergi ke taman kanak-kanak dengan wajah kesal.

“Ny—Nyonya…” Seorang pelayan panik mencari Saskia.

“Tolong bantuannya. Setelan Armani terbaru tuan, bagaimana dipadukan? Saya sudah coba beberapa kali, tapi tuan tetap tidak puas.”

Saskia menekankan bibir, lalu menjawab datar, seolah itu rutinitas.

“Padukan sama dasi di lemari nomor tiga, laci sebelah kiri, baris kedua. Untuk manset, ambil yang warna perak gelap di lemari nomor lima, laci kanan, baris ketiga.”

Tak lama, Bagas masuk ke kamar. Tubuhnya tegap dan tinggi, ditambah setelan yang serasi, membuatnya tampak semakin berwibawa.

Dia bersandar di ambang pintu, sorot matanya sedikit tak senang.

“Kenapa tiba-tiba mogok?”

Saskia tak menoleh.

“Kurang enak badan,” jawabnya dingin.

Bagas teringat kejadian semalam. Luka-luka yang Saskia alami karena dirinya dan anak-anak. Wajahnya bergelayut rasa bersalah yang sulit dijelaskan.

“Baiklah, istirahat saja.”

Namun semenjak Saskia mogok, seluruh rumah jadi berantakan.

Makanan? Meski pelayan mengikuti resepnya, Evan tetap bilang rasanya beda, tubuhnya makin kurus.

Rambut? Pelayan menirukan caranya mengikat rambut Eva, tapi Eva selalu berakhir merengek kesakitan. Atau belum juga keluar lama, kepangan rambutnya sudah terlepas. Akhirnya gadis kecil itu pun menangis tersedu, dipenuhi rasa kesal.

Sementara Bagas, yang selama ini tak pernah peduli pada hal-hal sepele rumah tangga, mulai dihantui masalah kecil yang muncul bertubi-tubi hingga membuatnya jengkel.

Dia jarang marah pada pelayan, tapi kali ini emosinya meledak.

“Hal sepele saja nggak bisa kalian lakukan dengan benar!”

Pelayan menunduk, ketakutan.

Sementara Saskia hanya merasa getir.

Hal sepele?

Ya, mungkin di mata Bagas, dirinya memang hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Pekerjaannya remeh, bisa digantikan siapa saja.

Namun, siapa yang tahu betapa banyak usaha yang sudah dia curahkan?

Berulang kali mencoba, tanpa kenal lelah, hanya demi membuat putranya mau makan sedikit lebih banyak.

Dia bahkan menyimpan hampir seribu video tentang cara mengikat rambut—menontonnya berulang kali, melatih jemarinya siang dan malam, sampai akhirnya bisa membuat kepangan yang indah, kuat, dan tak merusak rambut putrinya.

Untuk menghadapi Bagas yang seleranya tinggi dan selalu kritis, Saskia rela belajar desain, menekuni seni rupa, hingga mengikuti berbagai kelas, hanya supaya dirinya layak disebut pendamping yang “sempurna” di sisinya.

Semua hal kecil yang tampak sepele itu…

Jika disatukan, sesungguhnya adalah bentuk cintanya yang utuh, penuh, tanpa sisa.

Mereka menikmatinya begitu wajar, seolah itu memang sudah seharusnya.

Namun tak pernah benar-benar melihatnya.

Tak pernah terpikir sedikit pun bahwa selain seorang istri, selain seorang ibu—dia juga seorang individu, dengan perasaan dan kehidupan yang pantas dihargai.

Syukurlah, semua ini sebentar lagi akan berakhir.

Tak lama lagi, dia bisa kembali menjadi dirinya sendiri.

Setelah berhari-hari dalam kekacauan, barulah Bagas mulai menyadari ada yang janggal.

Tatapannya serius, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya.

“Saskia, kita perlu bicara.”

Pagi itu, dia menatap Saskia dalam-dalam. Jemarinya mengetuk pelan meja samping tempat tidur.

“Kamu… sudah dengar sesuatu, ‘kan?”

Lingkaran sosial mereka sempit, gosip berputar begitu cepat. Mana mungkin dia tak mendengarnya?

Beberapa hari terakhir, rumah ini memang kacau.

Tapi di luar sana, dunia justru semakin “ramai”.

Bagas membawa Saskia ke berbagai acara. Barang lelang yang biasanya hanya jadi hak istimewa Saskia sebagai istri sah, kini jadi milik Claudia.

Begitu wanita itu mengeluh tak terbiasa dengan arsitektur lokal, Bagas langsung menghadiahkannya sebuah mansion bergaya Prancis atas namanya.

Ketika Claudia berkata ingin punya karier, Bagas tanpa pikir panjang membeli sebuah sekolah elit di Moska, menjadikannya kepala sekolah di sana.

Begitu banyak yang sudah Bagas lakukan untuk wanita lain.

Namun di depan Saskia, dia hanya berkata datar.

“Jangan salah paham. Aku dan Claudia hanya sebatas teman.”

Konyol.

Begitu konyol, sampai Saskia malas menanggapi.

Bagas mengerutkan kening.

“Meski kamu cemburu atau marah sama aku, tapi anak-anak nggak bersalah. Sikapmu seperti ini akan memengaruhi mereka. Atau jangan-jangan… kamu memang sudah nggak mau jadi ibu mereka lagi?”

Saskia mengepal erat telapak tangannya. Amarah yang selama ini ditahan akhirnya memuncak, tak lagi bisa dibendung.

Dia menatap lurus ke arah Bagas.

“Baik. Kalau begitu… aku memang nggak mau lagi jadi ibu mereka.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sayap yang Terlepas dari Belenggu   Bab 20

    Hati Saskia bergetar pelan.Belakangan ini, dia bisa merasakan ketertarikan Bayu padanya. Pria itu tampan, hangat, penuh karisma, punya visi dan yang terpenting—hidupnya sederhana, bersih tanpa bayang-bayang masa lalu.Saskia sendiri tak menampik, ada sedikit rasa suka di hatinya untuk Bayu. Karena itulah, ketika pria itu datang membantu, dia pun mengikuti alurnya, berakting di depan Bagas.Namun luka lama terlalu dalam. Rasa suka yang samar itu, belum cukup kuat membuatnya benar-benar berani melangkah ke hubungan baru. Justru kini, dia lebih menikmati kebebasan dalam hidupnya sendiri.“Kamu orangnya baik, tapi aku...”“Eh, jangan-jangan!” Bayu buru-buru memotong dengan senyum getir.“Jangan pakai istilah itu.”Ada seulas kecewa di matanya, tapi lebih banyak rasa sayang dan pengertian.“Saskia, aku tahu hidupmu nggak mudah. Aku mengerti semuanya. Lebih baik, kita berteman dulu. Asal kamu bahagia, itu sudah cukup bagiku.”Saskia menunduk, lalu mengangguk pelan.Beberapa waktu kemudian,

  • Sayap yang Terlepas dari Belenggu   Bab 19

    “Raka!”Saskia menjerit panik, tubuhnya gemetar hebat. Rasa bersalah menelannya, semua ini salahnya, karena dia tak bisa menjaga Raka dengan baik.“Cepat, aku bawa kalian ke rumah sakit!” Bagas segera membuka pintu mobil.Saskia tak banyak bicara. Dia hanya memeluk Raka erat-erat, masuk ke dalam mobil. Dia tahu, yang terpenting sekarang hanyalah keselamatan Raka.Mobil melaju kencang.Untung saja, Raka tak mengalami luka serius. Saat membuka mata, tangis kerasnya pecah.“Mama Saskia… aku ingat semuanya! Aku ingat Ayah dan Ibu!”Billy dan istrinya yang ada di sisi tempat tidur hampir tak mampu menahan air mata bahagia. Saskia pun tak menyangka, secara tak sengaja, justru Bagas yang membantu Raka mengembalikan ingatannya.Namun sikap Saskia tetap tak berubah.“Bagas, antara kita… sudah nggak mungkin lagi.”“Jangan bilang begitu, Saskia!” Suara Bagas pecah penuh luka. Kata-kata wanita itu seperti pisau yang menusuk jantungnya.“Aku nggak akan menyerah...”Belum sempat dia melanjutkan, sua

  • Sayap yang Terlepas dari Belenggu   Bab 18

    Meski suara Bagas serak parah, mana mungkin Saskia tak mengenali suara pria yang dulu pernah dia cintai begitu dalam?Namun… semua itu hanyalah masa lalu.Kini, satu-satunya hal yang paling tak ingin Saskia temui adalah Bagas.Dia menggenggam tangan Raka, berniat segera pergi. Namun langkah di belakangnya semakin tergesa. Nafas terengah, Bagas akhirnya menghadang.“Saskia… akhirnya aku menemukanmu.”Di matanya ada kelelahan yang tak bisa disembunyikan. Wajah yang dulu tampan dan penuh percaya diri itu kini tampak tirus.Melihat Saskia berdiri di hadapannya, hidup dengan baik, senyum getir bercampur kesedihan muncul di bibir Bagas.Dengan suara parau, penuh penyesalan, dia berbisik, “Kamu nggak bertanya apa pun padaku… langsung menjatuhkan hukuman. Itu nggak adil buatku.”“Nggak adil?”Dendam yang lama terpendam kembali mendidih di dada Saskia. Dia menatapnya dingin.“Kata-kata itu keluar dari mulutmu, bukankah terlalu lucu?”Bagas merasa tatapan Saskia memanas ke arahnya. Dia menunduk

  • Sayap yang Terlepas dari Belenggu   Bab 17

    Pasangan muda dengan aura bangsawan itu memeluk erat putra kecil mereka, mata mereka basah, seolah dunia akan runtuh bila melepaskannya sedetik pun.Mereka berulang kali mengucapkan terima kasih kepada Saskia, lalu dengan suara bergetar, menceritakan semuanya.Ternyata, mereka adalah pasangan kaya raya dari Kota Ardania—Billy Tanujaya dan istrinya.Sedangkan bocah itu… benar, dia adalah putra mereka, Raka Tanujaya.Enam bulan lalu, Raka diculik oleh musuh keluarga dan dibawa ke pegunungan. Sejak itu, dia lenyap tanpa jejak, seolah ditelan bumi.Kini, hasil tes darah di rumah sakit membuktikan semuanya. Bocah itu memang benar Raka.Saskia ikut merasa bahagia.Selama hari-hari kebersamaan mereka, dia tahu betul bahwa Raka adalah anak yang sopan, lembut, dan penuh kasih. Sekarang, bocah itu akhirnya kembali ke pelukan orang tua kandungnya. Yang dia harapkan hanya satu. Semoga ingatan Raka bisa segera pulih.Namun kenyataannya, justru di situlah masalahnya.Raka kehilangan ingatannya.Dan

  • Sayap yang Terlepas dari Belenggu   Bab 16

    Di hari kepergiannya, Saskia hampir membeli semua tiket pesawat ke berbagai negara dan kota.Namun pada akhirnya, langkahnya berhenti di selatan, di tanah awan berwarna—kota indah bernama Ardania.Di rekeningnya masih tersisa uang miliaran.Ironis rasanya, Bagas selalu pelit dalam hal perasaan, tapi tak pernah pelit dalam urusan materi.Permata dan perhiasan bertumpuk memenuhi lemari, belum lagi transfer uang yang datang berkala, seolah memintanya untuk menghamburkan sesuka hati.Enam tahun bersama, jumlah yang terkumpul sudah mencapai angka yang tak terbayangkan.Dulu, Saskia sempat berencana menyimpannya sebagai dana pendidikan, hadiah untuk sepasang anak kembarnya yang dia cintai sepenuh hati.Kini, kalau uang itu tak bisa diberikan, dia pun tak ragu menyimpannya sendiri.Dia pernah ditipu hingga melahirkan anak orang lain, perutnya dipaksa dibedah, dua tahun penuh menahan nyeri di tulang kemaluan.Hati dan tenaga terkuras habis, lima tahun hidupnya terbuang sia-sia.Biarlah, anggap

  • Sayap yang Terlepas dari Belenggu   Bab 15

    Claudia terus mengoceh tanpa henti.Di satu sisi, dia panik, takut dimarahi oleh Bagas.Namun di sisi lain, amarah dan kebencian yang lama terpendam akhirnya meledak.Dia membenci kedua anak itu.Setiap kali teringat bahwa mereka adalah darah daging Bagas dengan wanita lain, dadanya terasa sesak, muak, sampai rasanya ingin gila!Dia mengakui dirinya memang terlalu impulsif… tapi dia sungguh tak bisa menerima keberadaan mereka.Kini, saat nyawa mereka dalam bahaya, hatinya justru terasa puas.Bagas menatapnya… melihat senyum tipis penuh kegembiraan di sudut bibir Claudia.Tubuhnya seketika membeku.Sebuah kesadaran mengerikan menusuk hatinya.Rentetan kejadian yang menimpa keluarga mereka… mungkin sejak awal bukan ulah Saskia.Tapi Claudia!Enam tahun pernikahannya dengan Saskia, dia seharusnya sangat mengenalnya. Saskia berhati lembut, bukan tipe pendendam.Mungkin selama ini bukan Saskia yang ingin membalas dendam karena dirinya mengandung anak Claudia…Tapi Claudia, yang selalu melih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status