Tanpa dikomando, William langsung menerobos masuk ke rumah Eliana. Unit tempat tinggal William memang berada tepat di sebelah unit Eliana, dan ia sudah terbiasa keluar-masuk rumah Eliana. Bisa dibilang, mereka cukup dekat.
William duduk santai di sofa ruang tengah, sementara Eliana hanya menatapnya dengan kesal. “Ck! Seorang William Vinclet ternyata tidak punya sopan santun, ya!” cibir Eliana. William hanya menyeringai, memamerkan deretan gigi putihnya. “Kita sudah berteman lebih dari setahun, El. Tidak perlu sok asing begitu.” “Kalau bukan karena kau yang membukakan jalanku jadi aktris, pasti sudah kulaporkan kau karena menerobos rumahku tanpa izin!” dengus Eliana, menjatuhkan dirinya di sofa, tepat di sebelah William. Mata William mengikuti gerak tubuh Eliana. Mereka memang sudah berteman sejak Eliana pindah ke apartemen itu, tak lama setelah debut sebagai model. William pula yang merekomendasikan Eliana pada sutradara web series ini. Menurut William, Eliana punya potensi besar untuk menjadi aktris terkenal. “Kau tidak keluar bersama Joe?” tanya William sambil membuka lemari es Eliana, mencari camilan atau bir. “Dia sedang ada urusan,” jawab Eliana, menyilangkan kakinya. Kaki jenjangnya yang hanya tertutup hotpants langsung terekspos. “Cuma ini isinya?” gumam William, kecewa karena hanya menemukan es krim dan stroberi di dalam kulkas. “Kau pikir aku punya waktu untuk belanja mengisi kulkas?” sahut Eliana kesal. Meski sudah cukup lama tinggal sendiri di kota ini, Eliana masih enggan mempekerjakan asisten rumah tangga karena merasa belum terlalu sibuk. Tak seperti William yang sudah punya jadwal super padat dan semua kebutuhannya diurus orang lain. Eliana juga sudah terbiasa mandiri. Ia lulusan sekolah model ternama dan pernah tinggal di asrama bertahun-tahun. Ia belajar nutrisi dan olahraga, dan sudah tahu cara menjaga bentuk tubuhnya. “Ayo keluar, El!” ajak William tiba-tiba. Eliana membulatkan mata. “Apa katamu? Keluar?” “Ya, tentu!” “Tidak! Tidak! Tidak!” tolak Eliana cepat. “Kenapa?” tanya William bingung. “Kau nggak takut rumor tentang kita menyebar? Ingat, Will! Kau itu aktor terkenal!” “Tapi, El... kau bisa pakai topi dan masker. Lagipula, bukankah sedikit rumor bisa menaikkan popularitas kita berdua?” William tersenyum penuh arti. Eliana terdiam. Rumor memang bisa jadi alat menaikkan nama, tapi itu bukan yang ia inginkan. Ia ingin dikenal karena bakat, bukan karena sensasi. Namun, berdiam di rumah seharian cukup membosankan. Joe pun tak bisa menemaninya karena ada pekerjaan. ‘Mungkin tak apa-apa kalau hanya sebentar...’ pikir Eliana. “Baiklah, aku bersiap dulu,” ucapnya akhirnya. William tersenyum lebar, lalu kembali ke unitnya untuk berganti pakaian dan mengambil dompet. Beberapa menit kemudian, William sudah menunggu di mobil yang terparkir di basement. Ia memakai topi dan masker hitam, lalu menelepon manajernya. “Ya, aku akan hati-hati. Tidak perlu khawatir. Nanti aku kabari lagi,” ujarnya malas. Bisa ditebak, sang manajer sedang mengomel panjang lebar. William memang sering membuat ulah, dan manajernya selalu dibuat kewalahan. Terlebih, ia terkenal sebagai playboy. Sudah banyak selebriti yang dikabarkan dekat dengannya. Namun karena pengaruh agensinya, semua bisa diatasi dengan mudah. Meski citranya sebagai playboy cukup kuat, popularitas William justru semakin melejit. Ia digilai banyak wanita. Tak lama, Eliana masuk ke dalam mobil. Ia mengenakan masker hitam, rambut cokelat bergelombangnya dimasukkan ke dalam topi, dan sepasang kacamata bulat bertengger di hidungnya. Cuaca mulai dingin karena musim dingin hampir tiba. Eliana mengenakan mantel bulu tebal berwarna putih, sedangkan William memakai jaket panjang hitam. Mobil pun melaju menuju sebuah pusat perbelanjaan kecil. “Ingat, Will. Hanya belanja,” tegas Eliana. William mengangguk, mengambil troli, lalu menemani Eliana memilih barang kebutuhan sehari-hari. Ia hanya bertugas mendorong troli, membiarkan Eliana sibuk sendiri memilih barang. Eliana tampak bahagia. Sudah lama ia tidak berbelanja ditemani seseorang. Biasanya ia pergi sendiri atau meminta tolong staf apartemen. Joe tidak pernah punya waktu untuk hal seperti ini, karena statusnya sebagai artis papan atas. Selain itu, Joe juga enggan mempublikasikan hubungan mereka. Ia punya citra sebagai pria polos yang belum pernah pacaran. Ia khawatir skandal kencan bisa merusak citra Eliana yang masih baru di industri. Joe dikenal sangat dingin terhadap rekan wanitanya—berbanding terbalik dengan William yang hangat dan pandai menggoda. CKREK! CKREK! CKREK! Tanpa mereka sadari, seseorang memotret mereka diam-diam dari kejauhan. --- Setelah belanja, mereka kembali ke apartemen. William membantu membawa barang belanjaan ke rumah Eliana. Karena mereka juga membeli makanan siap saji, Eliana memaksa William makan di rumahnya. Setengah jam kemudian, barulah William kembali ke unitnya. Namun, ia terkejut saat mendapati seorang wanita berambut pirang sudah duduk di sofanya. Angela. Begitu melihat William, Angela langsung berlari memeluknya. “Mengapa kau tidak menghubungiku kalau datang, Angela?” tanya William pelan, lalu mengecup puncak kepala Angela. “Aku dengar dari Christy kau sedang libur, jadi aku sempatkan datang. Tapi kau tak ada, lalu aku ke rumah Eliana, dia juga tak ada. Jadi aku tunggu saja di sini.” “Ah, itu... maaf, aku tadi keluar sebentar. Minum kopi,” bohong William. Angela mengangguk, mempercayai ucapannya. William tahu Angela sangat pencemburu. Ia hanya tak ingin bertengkar dengannya. “Kau sudah ke dokter?” tanya William, tangannya melingkari pinggang Angela. Angela mengangguk, lalu menyandarkan kepala di dada William. “Anak pintar,” bisik William. Ia mengecup bibir Angela, yang langsung dibalas oleh Angela dengan pelukan erat. --- Malam pun tiba. Eliana tengah membaca majalah di ranjang ketika ponselnya berdering. Peter, manajernya, menelepon. “Halo?” “Eliana! Apa benar kau keluar dengan William siang tadi?!” bentak Peter. Eliana terhenyak. Bagaimana Peter tahu? Apa William yang bilang? “I-iya, Peter. Kami hanya belanja...” jawabnya gugup. “Kenapa kau tidak bilang?! Sudah baca artikel tentangmu?” “A-artikel apa?” “Baca saja sendiri! Kau ini kenapa bertindak seenaknya? Ingat, kau masih artis baru! Jangan pernah terlibat skandal! Itu bisa menghancurkan karirmu seketika! Kalau mau bertahan di dunia hiburan, jaga image-mu!” “Maaf...” “Aku yang akan urus ini!” sergah Peter, lalu menutup teleponnya. Eliana terdiam. Ia buru-buru mencari berita yang dimaksud Peter, dan terkejut mendapati sebuah artikel sedang viral. “Artis terkenal William Vinclet tertangkap kamera sedang berbelanja dengan seorang wanita dan memasuki apartemen mewah di kawasan Kensington. Wanita itu diduga Eliana Clark, lawan mainnya di web series terbaru. Keduanya terlihat akrab dan dicurigai lebih dari sekadar teman. Apakah William Vinclet dan Eliana Clark benar-benar memiliki hubungan?”Mobil yang dikendarai Eliana bertabrakan dengan mobil yang berlawanan arah dengannya. Tubuh Eliana terbentur dashboard mobil dengan keras. Ia kehilangan kesadarannya karena terlalu banyak kehilangan darah.Begitu pula dengan pengemudi mobil yang terlibat kecelakaan dengan Eliana. Jika saja ia tak membanting stir. Kecelakaan yang dialami Eliana pasti lebih parah dari ini. Pria itu keluar dari mobil dengan kepala bercucuran darah.Dengan tertatih, ia berjalan menghampiri mobil Eliana yang rusak parah. Dan seketika ia terkejut kala melihat Eliana yang sudah tak sadarkan diri.“Eliana?” pekik pria berambut coklat yang sepertinya mengenal gadis itu.Tak berapa lama, orang-orang yang melintas langsung menolong mereka dan segera melarikannya ke Rumah Sakit terdekat.***William dan Joe yang mendengar kabar kecelakaan Eliana segera menuju ke Rumah Sakit. Mereka sangat khawatir dengan kondisi Eliana. Mereka bahkan tak menghirauka
Eliana terkejut bukan main ketika mendengar penawaran dari Angela. Netranya menatap gadis dengan rambut blonde itu lekat-lekat. Sungguh, ia sama sekali tak menyangka bahwa kata-kata seperti itu akan meluncur dari bibir Angela, temannya sendiri.“K-kau bicara apa Angela? Jangan bercanda!” tukas Eliana.Angela berdecih mendengar perkataan Eliana. “Apa aku terlihat seperti sedang bercanda, El?”Eliana terdiam.“Walaupun kau temanku, aku tidak akan tinggal diam jika sesuatu yang telah menjadi milikku terancam direbut orang lain. Kau tahu, aku orang yang ambisius, kan?” ujar Angela.Perkataan Angela barusan sukses membuat Eliana terdiam.“Baiklah, jika kau tak ingin menjawab sekarang. Kau bisa menghubungiku jika berminat. Kau tahu nomor teleponku, kan?” Angela bangkit dari duduknya dan berjalan pergi meninggalkan gadis berambut coklat itu."Tunggu, Angela. Kau mungkin telah salah pah
Hingga tanpa sadar Joe memperdalam ciumannya pada gadis itu. Dan terjadilah hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.***Joe terbangun dari tidurnya kala mendengar ponselnya berdering. Kepalanya masih terasa berputar-putar. Ia memperhatikan sekelilingnya yang tampak asing. Ini bukanlah kamarnya atau pun kamar Eliana.Karena terlalu syok, ia sampai mengabaikan ponselnya yang terus berdering sedari tadi.“Kau sudah bangun?” Suara seorang gadis yang baru saja keluar dari toilet. Gadis itu hanya memakai piyama mandinya.“A-apa yang kita lakukan semalam?!” tanyanya terkejut bercampur bingung.Jenny menghampiri Joe dan duduk didekatnya. Ia mengamati tiap senti dari wajah pria tampan di sampingnya itu.“Kau sungguh tidak ingat?!” Jari jemari Jenny mengelus wajah Joe secara perlahan, hingga membuat pria itu merinding seketika.Joe menggeleng sambil beringsut dari tempatnya berbaring, berusaha agar s
Baru saja bibir mereka akan bersentuhan, Eliana tiba-tiba membuka matanya. Ia terkejut ketika melihat William berada di depan wajahnya, sangat dekat. Refleks Eliana mendorong tubuh William dan menjauh darinya. “A-apa yang kau lakukan?!” Eliana ketakutan melihat William. William tersenyum tipis dan malah semakin mendekatkan wajahnya ke Eliana, bahkan ia naik ke atas ranjang Eliana. Ia menatap Eliana dalam, pandangannya begitu menghangatkan. Eliana berusaha menahan degup jantungnya yang bergemuruh. Nafasnya tercekat ketika wajah William hanya tinggal berjarak beberapa centi lagi dari wajahnya. “Mau dilanjutkan?” bisik William dengan suara berat yang terdengar seksi. Mendengar hal itu membuat tubuh Eliana merinding seketika. Entah mengapa tubuhnya seperti membeku, tak bisa berkutik dihadapan pria seperti vampire ini. “W-Will, j-jangan macam-macam.” Eli
"Angela!” ucap William terkejut melihat Angela. William nampak panik, karena memang sedang ada Eliana di dalam rumahnya. Dan William tahu betul jika Angela pasti tak akan menyukainya. Angela langsung menerobos masuk dan memeluk kekasihnya itu. “Kenapa kau tak mengabariku jika ingin kesini?” tanya William. Angela tak menjawab karena ia menangkap sosok Eliana di meja makan William tengah menyantap sandwich. Angela melirik tajam ke arah William sebelum akhirnya menghampiri Eliana yang sama terkejutnya. “Hai, Eliana.” “A-Angela! A-aku bisa jelaskan ini.” Eliana nampak kikuk, namun Angela dengan santai duduk dihadapannya. Dan meneguk gelas yang berisi air yang ada di atas meja. “It’s okay, Eliana. William pasti butuh bersenang-senang juga,” ucap Angela datar.
William bergegas menuju tempat duduknya. Ia melihat dua buah gelas, namun salah satunya telah kosong. Dengan cepat ia meneguk gelas yang masih berisi minuman itu. Rasa asam dan manis ia rasakan pada indera pengecapnya. "Dia salah minum milikku!" gumam William. Ia dapat dengan mudah membedakan antara minuman beralkohol dan bukan. Akhirnya William kembali ke lantai dansa, dan mendapati Eliana sedang bersama beberapa pria. Eliana yang polos seketika berubah menjadi liar. Eliana tanpa risih menari bersama para pria itu. William hanya memperhatikan dari jauh, matanya tertuju pada sesosok pria yang dikenalnya. Tiba tiba, pria itu merangkul pundak Eliana yang terkespos. Karena mantel bulu tebalnya ia tinggalkan di kursi, dan Eliana hanya mengenakan sebuah dress selutut berwarna hitam. Eliana tampak tidak menyukai hal itu, dengan kasar ia melepas tangan pria lancang tersebut. "Lepas!"