Share

Kebohongan

Author: bittermelon
last update Last Updated: 2021-09-02 08:08:38

"Mau ke mana, Alya?" tanya Aryadi ketika melihat Alyasha sudah berdandan cantik siap keluar rumah.

"Ah, aku lupa bilang, Mas. Hari ini ada gathering sama teman-teman di Agency. Perayaan karena kemarin Agency berhasil dapet penghargaan untuk kategori Best Model Achievements Award."

Selama beberapa saat, Aryadi menatap Alyasha tanpa mengatakan sepatah kata pun. Akhir-akhir ini Alyasha sering sekali pergi keluar. Bahkan, di saat weekend di mana mereka sekeluarga harusnya menghabiskan waktu bersama, Alyasha harus berangkat ke kantor. Annanda memang hanya akan bertanya sekali. Begitu tahu ibunya pergi bekerja, gadis kecil itu tidak akan menanyakan apa-apa lagi. Namun, ayahnya tahu bahwa Annanda rindu untuk menghabiskan waktu dengan sang ibu.

"Akhir-akhir ini kamu sibuk banget," komentar Aryadi.

"Iya, Mas. Soalnya, mau menjelang musim Summer Fashion," Alyasha mengecek sekali lagi isi tas tangan yang ia bawa. "Aku mungkin pulang agak terlambat, Mas. Nggak usah ditunggu, ya."

"Alya..."

Aryadi ingin menahannya. Ingin agar Alyasha tidak pergi. Agar ia tidak pulang larut. Ia akan pergi bersama siapa saja? Bukankah tidak baik wanita pulang malam-malam?

"Jangan khawatir, Mas. Cuma sama teman-teman kerja, kok," kata Alyasha meyakinkan.

"Tetap saja, Alya. Kamu jangan pulang terlalu larut."

"Iya, Mas." Alyasha mengecup sekilas pipinya. "Aku pergi dulu."

Aryadi menatap kepergian Alyasha dengan perasaan teraduk. Ia tidak ingin mengijinkan istrinya untuk pergi, namun ia juga tidak ingin bersikap terlalu mengekang sang istri. Dilemma.

Tidak hanya Annanda, Aryadi juga merindukan Alyasha. Rindu untuk saling mengobrol berdua hingga larut. Menuangkan isi pikiran dan perasaan masing-masing. Mengucap kata kasih dan cinta dalam bisikan di kesunyian malam.

Namun, sejak Alyasha sibuk bekerja, ia sering pulang terlambat. Kadang-kadang terlalu lelah untuk sekadar memakan makan malam yang sudah disiapkan dan langsung rebah di tempat tidur. Aryadi tidak tahu bagaimana harus menghadapi Alyasha yang seperti ini, sebab, selama ini Alyasha tidak bekerja dan selalu ada untuk Aryadi di rumah.

Mungkin ia harus meluangkan waktu sehari untuk benar-benar membicarakan hal ini dengan istrinya.

*

Alyasha tidak pulang ke rumah hingga keesokan harinya.

Aryadi telah menghubungi ponselnya berkali-kali, namun tidak diangkat. Beberapa kali terakhir Aryadi berusaha menelepon, ponsel Alyasha telah tidak aktif. Ia resah. Khawatir istrinya mengalami kesulitan. Bagaimana kalau Alyasha kecelakaan? Kegelisahan Aryadi semakin menjadi-jadi. Namun, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu hingga pagi datang.

Aryadi ingin pergi langsung ke tempat gathering yang dihadiri Alyasha, namun ia tidak tahu di mana. Ia juga sempat menelepon ke Agency tempat Alyasha bekerja, namun tidak seorang pun mengangkat teleonnya karena hari sudah terlalu larut. Aryadi tidak memiliki contact person teman-teman Alyasha.

Gelisah, ia mondar-mandir selama beberapa lama di kamar mereka hingga lelah. Aryadi tidak tidur sedikitpun malam itu.

Begitu pagi tiba, Aryadi terlebih dahulu menghubungi Jessy untuk mengcancel semua schedule meeting yang ia miliki hari itu yang untungnya tidak banyak.

"Pagi, Ayah," sapa Arion.

Diikuti oleh sang adik dengan ceria, "Pagi, Yah!"

Annanda sudah duduk di kursi meja makan dan mengunyah sarapannya. Gadis cilik itu sudah mengenakan seragam, siap untuk pergi ke sekolah. Demikian juga Arion yang sedang duduk di seberang meja dari Annanda.

"Pagi, Arion," sapa Aryadi, lalu mengecup pucuk kepala Annanda. "Pagi juga, Sayang. Siap berangkat bersama ayah pagi ini?"

Aryadi tersenyum untuk menutupi kegalauan hatinya. Annanda bersorak gembira. Jarang sekali sang ayah sempat mengantarnya ke sekolah sehingga itu membuatnya excited.

"Ibu tidak sarapan, Yah?"

Senyum Aryadi agak dipaksakan ketika ia menjawab, "Ibu udah berangkat kerja tadi."

"Hm? Tumben ibu berangkat pagi-pagi sekali."

"Iya. Katanya ada urusan."

Arion tidak bertanya lagi, dan mulai mengoleskan ekstra selai apel di roti adiknya. Annanda menerima roti itu sambl mengucapkan terima kasih. Sisa sarapan mereka lalui sebagian besar dengan mendengar celotehan Annanda tentang hampir semua hal, dan Arion yang sesekali menanggapinya.

Setelah mengantar Annanda ke sekolah, Aryadi segera membelokkan mobilnya menuju High-Up Agency. Sepanjang perjalanan, Aryadi masih terus berusaha untuk menghubungi ponsel Alyasha, namun ponselnya masih tetap tidak aktif. Aryadi berusaha menenangkan hatinya yang mulai berdentam-dentam panik. Ia mulai mempertimbangkan akan melapor ke polisi jika ia tidak bisa menemukan Alyasha di Agency.

Aryadi berdecak tidak sabar ketika terperangkap lampu merah di persimpangan tepat sebelum gedung High-Up Agency. Ia melirik ke sebuah bangunan tepat di tepi tempatnya berhenti. Sebuah hotel menengah yang sepagi ini sudah sibuk melayani tamu-tamu yang akan check out dari hotel.

Mata Aryadi menangkap sosok yang sangat familiar. Tiba-tiba saja seluruh darah di tubuhnya terasa seperti diserap habis, hingga hanya meninggalkan tubuh yang kini terasa membeku dan mati rasa.

Alyasha.

Alyasha berada di lobby hotel itu. Tengah mengobrol dengan seorang pria jangkung. Pria itu menunduk untuk mengecup pipi Alyasha, lalu memeluknya.

Aryadi mencengkeram setir begitu kencang hingga buku-buku jemarinya memutih. Ia bisa merasakan kemarahan mulai menggelegak di dada. Ia ingin keluar dari mobil sekarang juga, menghampiri mereka, menanyakan langsung kepada Alyasha kenapa ia tidak pulang semalaman. Kenapa ia berada di sebuah hotel bersama seorang laki-laki yang bukan suaminya.

Suara klakson mobil di belakang Aryadi menyentaknya kembali ke kenyataan. Lampu lalu lintas  telah berubah hijau. Aryadi tidak punya pilihan lain selain menjalankan mobilnya. Ia melirik Alyasha yang masih membicarakan entah apa dengan pria itu, dan hal ini membuat hati Aryadi semakin terbakar.

Begitu ia berhasil menepikan mobil di tepi jalan, Aryadi berusaha mengatur napasnya yang memburu. Berusaha berpikir dengan kepala dingin meskipun di situasi ini ia tidak bisa. Ia meraih ponsel dengan tangan gemetar, lalu menghubungi kembali nomor Alyasha.

Kali ini, panggilan telepon tersambung. Alyasha mengangkatnya sebelum dering ketiga.

"Halo, Mas."

"Alya," Aryadi menarik napas, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang. "Kamu di mana?"

"Aku di...." Alyasha memberi jeda sebentar. Aryadi berdebar menanti jawaban. "Aku lagi di rumah teman, Mas. Kemarin kemaleman, jadi aku sekalian nginep. Aku mau ngasih kabar, tapi ponselku udah mati."

Aryadi menahan keinginannya untuk membanting ponsel, dan berteriak betapa alyasha adalah pembohong. Mengapa? Mengapa Alyasha membohonginya? Kebenaran apa yang ia berusaha tutup-tutupi? Hubungannya dengan pria yang ia peluk mesra di hotel itu? Berapa lama Alyasha sudah membohonginya?!

"Teman kamu yang mana?"

"Sashya, Mas," jawab Alyasha agak terlalu cepat. "Rumahnya dia yang paling deket sama tempat gathering jadi aku sekalian numpang tidur di sana."

Sashya adalah salah satu teman dekat Alyasha di tempat kerjanya. Aryadi tahu Alyasha sudah pasti sudah menghubungi Sashya agar mau berbohong demi dirinya sehingga, kalaupun Aryadi menghubungi Sashya untuk menanyakan soal Alyasha, ia pasti mengatakan kalau Alyasha berada di rumahnya semalam.

"Begitu," ujar Aryadi melalui rahang yang dikatupkan. Tangannya terkepal begitu erat. Ia tergoda untuk meninju sesuatu. Sesuatu seperti wajah pria yang dipeluk Alyasha itu, misalnya.

"Jam berapa kamu pulang ke rumah?" tanyanya lagi.

"Ini lagi otw ke rumah, kok, Mas."

"Oke." Aryadi mengembuskan napas panjang. "Kita bicara di rumah."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Scarred Hearts   Breakdown

    Apa yang kau inginkan, Annanda.Jika pertanyaan itu diucapkan padanya ketika ia masih kecil, Annanda akan memiliki banyak sekali jawaban. Banyak sekali hal di yang ia inginkan di dunia ini.Namun Annada yang sekarang bukan lagi anak kecil naif yang masih menatap dunia di sekitarnya dengan mata berbinar-binar penuh harap dan kebahagiaan. Banyak sekali hal yang telah disaksikan oleh kedua pasang mata itu, dan hal-hal tersebut telah membuat Annada berubah jauh dari ia yang dulu.Annanda menatap anak lelaki yang berdiri demikian dekat darinya. Wajah mereka demikian dekat hingga ia bisa mencium aroma mint napas Arga. Sepasang mata kelam yang tajam itu tampak seperti danau gelap tanpa dasar. Annanda ingin tenggelam di dalamnya, namun juga takut.Apa yang ia inginkan?Tidak ada banyak hal di dunia ini yang masih bisa ia sebut sebagai miliknya. Annanda yang sekarang tidak memiliki keberanian untuk untuk mengakui apakah ia diijinkan untuk meng-klaim sesuatu yang berharga seperti Arga sebagai m

  • Scarred Hearts   Perasaan yang Tidak Menentu

    Annanda menciumnya.Ulangi.Annanda menciumnya.Roger that!Arga sampai sama sekali tidak bergerak saking kagetnya ia. Ia hanya berdiri mematung di sana seperti orang bodoh, dengan bibir sedikit membuka karena syok. Jangan salah paham. Ini tentu saja bukan kali pertama ia ciuman, oke?! Walaupun bersetubuh lebih sering ia lakukan daripada berciuman, tetap saja ia bukannya orang yang sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam hal ini!Reaksinya yang hanya terpaku diam semata-mata dikarenakan syok! Sama sekali bukan karena ia tidak tahu harus melakukan apa dengan tangan, bibir, dan anggota tubuhnya yang lain. Otaknya benar-benar blank. Seperti kartu memori yang tidak sengaja ter-format dan kini kosong melompong. Ia tidak bisa memikirkan apapun selain tubuh Annanda yang lebih pendek darinya berjinjit untuk meraih Arga yang tidak kepikiran untuk menunduk. Harumnya yang manis dan terkecap sampai ke belakang tenggorokan Arga. Hangat bibirnya...Annanda mengeluarkan suara pelan yang teredam

  • Scarred Hearts   Susah Dijelaskan, Mending Ciuman

    Hari sudah sore. Matahari sudah sangat condong di ufuk barat, hampir sepenuhnya tenggelam. Waktu berlalu dengan cepat ketika kau mendongkol sepanjang hari.Arga bermaksud untuk pulang. Sungguh. Ia bahkan telah mengambil jalan memutar untuk keluar lewat gerbang belakang karena Mahesa memberitahu bahwa Anna menunggunya di gerbang depan. Ia tidak ingin melihat wajah anak itu untuk sementara ini.Ia tidak ingin...."...."Anna mendongak ketika mendengar suara langkah kaki yang mendekatinya. Mata cokelat hangat itu bertemu dengan obsidian gelap milik Arga. Anak lelaki itu menahan keinginannya untuk segera berpaling dan lari. Atau berjalan mendekat untuk menghampiri gadis itu. Tidak, tidak. Coret kalimat yang terakhir. Arga tidak ingin menghampiri Annanda. Sama sekali tidak.Sepertinya ada sesuatu yang tercermin dalam ekspresi Arga, karena setelah beberapa saat berdiri diam dan memandangnya tanpa ekspresi, Annanda akhirnya memalingkan pandangan sedikit, sebelum membuka mulut untuk bicara.

  • Scarred Hearts   Friends with Benefit

    Ren sesungguhnya tidak benar-benar serius ketika ia menawarkan diri untuk berbicara pada Annanda.Annanda, meski ia adalah seorang gadis dan tubuhnya jauh lebih kerempeng daripada Ren, tetap saja menakutkan bagi anak laki-laki tersebut mengingat Ren pernah melihat sendiri bagaimana ia menyeret seorang kakak kelas dengan begitu brutalnya hingga hair extention kakak kelas tersebut lepas semua.Annanda sangat ganas. Muka juteknya sama sekali tidak menolong kesan pertama yang Ren miliki tentangnya.Namun Ren sudah terlanjur berkata pada Mahesa bahwa ia akan menemui Annanda. Ia tidak suka berbohong pada orang lain, terlebih pada sahabatnya sendiri.Maka, ketika Bastian dan Mahesa membereskan bola-bola basket yang mereka gunakan untuk latihan sebelumnya, Ren menyandang tas punggung di sebelah bahunya dan melangkah menuju gerbang depan sekolah.Ren melihat seseorang sedang berdiri di depan gerbang, memunggunginya. Namun orang tersebut jelas bukan Annanda.Dilihat sekilas pun, walau Ren hany

  • Scarred Hearts   Menghindar, Mengabaikan

    Saran Niko untuk meminta maaf berputar-putar di benak Annanda seperti lebah yang mendengung mengganggu.Haruskah ia melakukannya? Namun, Annanda tidak pernah memilikiskillyang baik dalam membangun komunikasi dengan orang lain. Ia tidak tahu bagaimana harus mendekati Arga yang terlihat sekali sedang menghindarinya dan masih kesal padanya.Lama-lama, Annanda jadi pusing sendiri. Hatinya terus menerus mendesaknya untuk mendekat dan menyapa, namun, kata-kata tidak mau keluar dari bibirnya.Alhasil, beberapa kali berpapasan dengan Arga, ia selalu terdiam dan membeku di tempat sembari memaku pandangan pada sang pemuda namun ia tidak mengatakan apapun.Arga hanya menatapnya sekilas sembari mengangkat sebelah alis. Meliha

  • Scarred Hearts   Yuk, Pacaran

    "Jadi?"Niko mengangkat kepalanya sedikit. Ia baru sadar Annanda menuntunnya ke sebuah ruangan yang jauh dari keramaian. Tidak ada siapapun di sini. Hanya meja dan kursi yang ditumpuk-tumpuk dan kardus-kardus yang entah berisi apa. Sepertinya ini ruang kelas lama yang dialihfungsikan sebagai gudang.Annanda menunggu jawaban dengan tangan disilangkan di depan dada. Ekspresinya sedatar permukaan meja, namun, Niko hampir bisa melihat api tak kasat mata berkobar di belakang tubuhnya.Niko menelan ludah sembari berpikir alangkah beruntungnya ia karena belum juga dihajar hingga detik itu."Anna," ucap Niko. "Mau jadi pacarku, nggak?"Ia mungkin akan dihajar di detik selanjutnya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status