Share

8. Pilihan yang rumit

Kana berjalan terlebih dahulu menuju kantin meninggalkan teman-temannya. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia berjalan ke sudut kantin sambil menundukan kepalanya. Saat tiba di kursi, ia segera duduk tanpa menoleh kemana pun. Lalu ada sebuah tangan yang merangkul bahunya. Kana reflek menoleh saat melihat ada sebuah tangan di bahunya. Ia memejamkan matanya dengan frustasi saat melihat sosok Gilang dengan cengiran menyebalkannya. Kana segera melepaskan dirinya dari rangkulan cowok itu. Tapi sepertinya semua orang yang ada di kantin sudah terlanjur melihatnya. Semua mata pun menatap Kana dengan tatapan super tak suka.

"Genit banget sih jadi cewek!" celetuk seoeang gadis yang duduk di meja sebelahnya.

"Ga dapat Kak Edo langsung deketin temannya," sahut teman yang satunya.

Kana menghela nafasnya, lalu ia menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangan. Ia merasakan sebuah tangan berada di puncak kepalanya. Kana mendelik, segera mengangkat kepalanya.

"Hayo, kenapa lo? Kaget banget," ujar Mirna.

Kana menghela nafasnya dengan kesal. "Bikin kaget aja lo!"

Mirna memegang kepala Kana dengan kedua tangannya. "Bebeb gue ada disana, Na."

Kana melirik Mirna dengan sinis. "Terus?"

Mirna mengedikan bahunya. Lalu ia mengambil ponsel yang ada di sakunya. Ia kembali sibuk dengan aktivitasnya. Sedangkan Kana yang tak terbiasa bermain ponsel itu pun memilih melihat Gilang dan teman-temannya yang berjarak 3 meja darinya.

"Eh, Mir!" panggil Kana.

Mirna hanya berdeham dengan pandangan yang terus tertuju pada ponselnya.

"Gue baru sadar kalau lo lumayan mirip sama Gilang," ujar Kana.

"Masa sih?" tanya Mirna.

Mirna mulai melihat ke arah Gilang, lalu ia segera mengalihkan pandangannya kembali ke ponsel. Kana mengguncang bahu sahabatnya itu agar tak bermain ponselnya lagi. Mirna pun memutuskan untuk meletakan ponselnya di meja. Lalu ia memberikan perhatian penuh pada gadis cantik di hadapannya.

"Ada apa, Kana sayang?" tanya Mirna dengan senyuman manisnya.

"Ah sayang kana~"

Semua mata reflek menoleh ke arah suara tersebut. Begitu juga dengan Kana dan Mirna yang langsung menolehkan kepalanya saat mendengar suara yang begitu menjijikan tersebut. Mereka mendapati sosok Fahri dan Ilham sudah ada di meja belakangnya dengan senyum menyebalkannya.

Gilang dan teman-temannya juga menoleh ke arah suara tersebut. Cowok itu memicingkan matanya saat mendengar pacarnya di panggil sayang oleh cowok lain. Beberapa orang bahkan sempat menoleh ke arah Gilang dengan tatapan sedih.

"Kalau gue lihat-lihat, Kana cantik juga ya," ujar Faiz tiba-tiba.

Gilang dan Edo yang sedang minum pun terbatuk bersamaan. Sedangkan Kevin yang baru selesai menyantap baksonya itu bersendawa. Ketiga temannya menoleh ke arah Kevin yang sedang mengelus perutnya sambil tersenyum.

"Apa?" tanya Kevin.

"Kana cantik ga, Vin?" tanya Faiz.

Kevin menggumam panjang, seolah sedang berpikir. Ia sesekali menoleh ke arah Kana. Lalu ia menganggukan kepalanya.

"Kana tuh tipe ideal gue banget. Putih, gingsul, tingginya juga pas banget buat di peluk atau di rangkul," jelas Kevin dengan mata yang melirik ke Gilang.

"Kalau menurut lo gimana, Lang?" tanya Kevin.

Gilang mengedikan bahunya. "Dia benar-benar bukan tipe gue."

"Bukan tipe tapi rangkul-rangkulan," ujar Faiz dan Kevin bersamaan.

Faiz dan Kevin tertawa cukup keras sampai membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka. Lalu tiba-tiba Faiz menghentikan tawanya. Ia menoleh ke arah Edo yang masih tertawa.

"Mari kita dengar pendapat dari Lord Edo," ujar Faiz.

Edo berdeham pelan. "Menurut gue dia cantik. Gue beberapa kali jalan sama dia, cukup nyaman juga."

Gilang yang sedang memakan mie instan itu langsung mengangkat kepalanya. Lalu ia menatap tajam Edo yang sedang tersenyum miring ke arahnya. Edo menaikan sebelah alisnya tanpa menghapus senyum miring di wajahnya.

Gilang menarik nafasnya panjang, lalu ia bangkit dari kursi nya. "Gue ke kelas duluan ya. Lupa kalau disuruh nganter tugas ke ruang guru."

Kana menolehkan kepalanya saat mendengar decitan kursi. Ia melihat Gilang yang sudah berdiri di dekat kursinya. Cowok itu juga tanpa sengaja melihat ke arahnya. Kegiatan tatap menatap itu hanya berlangsung beberapa detik sebelum akhirnya Gilang mulai melangkahkan kakinya.

~~~

"Mir, lo kalau lagi kencan sama Gilang ngapain aja?" tanya Kana.

Duk!

Sebuah penghapus papan tulis jatuh tepat di atas meja Kana. Mirna yang sedang menulis cukup terkejut saat benda persegi itu hampir mengenai mejanya. Sedangkan Kana yang menjadi target lemparan itu hanya bisa mematung dengan mulut yang terkatup rapat. Ia sama sekali tak berani bergerak saat ini.

"Kana! Apa kamu tidak bisa serius sebentar saja?" tanya seorang ibu-ibu dengan rambut di sanggul.

Kana menggigit bibir bawahnya. "Ma-maaf Bu Nani. Saya—"

"KELUAR!!" teriak Bu Nani dengan suara melengkingnya.

Kana bangkit dari kursinya dengan menunduk lesuh. Pagi hari dihukum, siang hari pun dihukum. Tidak ada hari tanpa hukuman. Ia berjalan keluar kelas dengan raut wajah sedih. Saat sudah berada di luar kelas, Kana melongokkan kepalanya ke dalam kelas. Bu Nani yang semula sudah mulai mengajar pun merasa terganggu.

"Ada apa lagi, Kana?" tanya Bu Nani.

"Cuma berdiri aja, Bu?" tanya Kana diiringi cengirannya.

Bu Nani menghela nafasnya. "Kalau kamu mau bersihin lapangan pun ibu izinkan."

Kana meringis lalu menggelengkan kepalanya. Ia memilih tetap berada di depan kelas daripada membersihkan lapangan yang sedang dipadati murid kelas XII IPA 2. Kana terdiam sejenak, ia menoleh ke kelas sebelah yang kosong. Kana pun mendekati pembatas untuk melihat ke lapangan. Ia melihat Gilang dan Faiz yang sedang duduk di pinggir lapangan. Mereka sesekali tertawa, entah apa yang sedang mereka bicarakan. Lalu Kana juga melihat Edo yang baru saja bergabung. Setelah itu suasana yang tadinya berwarna jingga mulai berubah menjadi hitam kelam. Tiba-tiba Faiz memergokinya yang sedang mengamati mereka. Cowok itu terlihat menepuk bahu Gilang, lalu menggerakkan telunjuknya ke arah Kana yang ada di lantai 2. Bukannya bersembunyi, Kana justru menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Gilang tersenyum tipis melihat Kana yang sedang menyembunyikan wajahnya. Lalu Faiz merangkul bahu Gilang dengan senyum mengejek.

"Kalau menurut lo Kana ga cantik, tapi dia imut banget ga sih?" ujar Faiz.

Gilang menggelengkan kepalanya tanpa menghapus senyum di wajahnya. "Engga sama sekali. Dia bukan tipe gue."

"Gue ambil boleh ga, Lang?" tanya Faiz.

Gilang menoleh ke arah Faiz dengan sorot tajamnya. "Langkahi dulu mayat gue."

Edo yang sedari tadi hanya menyimak pun mulai geram. "Sebenarnya apa tujuan lo pacaran sama dua cewek kayak gitu?"

Gilang menatap Edo sekilas. "Gue cuma ga mau Mirna jadi korban amukan fans gue."

"Terus lo maunya Kana yang jadi korban amukan fans lo? Gila lo ya!" protes Edo.

Gilang menghela nafasnya, ia juga memejamkan matanya sebentar. "Bukan begitu maksud gue. Lo salah paham."

Edo mendecih pelan. "Salah paham lo bilang? Nenek-nenek sekarat pun tau maksud buruk lo itu!"

"Gue sama sekali ga bermaksud kayak apa yang lo bilang!" bentak Gilang yang sudah mulai tersulut emosi. 

Edo menarik kerah baju olahraga Gilang hingga membuatnya berdiri secara paksa. Edo menatap sahabatnya itu dengan tatapan tajamnya. Sedangkan Gilang hanya menaikan sebelah alisnya dengan ekspresi tak suka. Edo mendekatkan wajahnya dengan Gilang, setelah itu ia membisikan sesuatu. 

"Sekarang lo harus tentukan! Lo pilih Kana atau Mirna?"

Bersambung... 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status