Ruka tertawa. Apa pun yang terjadi, Ruka akan selalu tertawa. Ia tak pernah menderita. Ia akan selalu bahagia.
Ruka, yang seluruh hidupnya diisi oleh penderitaan, akan selalu tertawa dan bahagia.Mentari senang dengan hal itu. Awalnya. Perlahan hal itu semakin meresahkannya. Itu tidak normal. Mentari memang selalu mengupayakan yang terbaik demi kebahagiaan Ruka. Namun ia tak pernah berharap puteranya akan selalu tertawa. Menghadapi situasi seperti apa pun, Ruka selalu tertawa. Suka dan duka, senang dan sakit, Ruka selalu tertawa. Mungkin hanya sekali Ruka tidak menghadapi kehidupannya dengan tawa. Dan itu adalah saat ia hancur babak belur dikeroyok preman-preman di gereja.Ruka pingsan dan baru siuman beberapa jam setelahnya.Saat itu ia tidak tertawa.Ia tersenyum.***Tak perlu kujelaskan lagi. Itu adalah salah satu kejadian terburuk yang pernah dialami Mentari. Begitu buruknya kejadian itu hingga hampir membunuh Mentari dari dalam. Namun, sial bagi Mentari, kejadian itu bukanlah yang terburuk yang harus ia jalani. Kejadian itu hanyalah eksistensi kecil di hadapan yang terburuk yang kelak akan datang.Setelah kejadian itu, dengan melewati beberapa tahun waktu kehidupan, rasa takut terbesar Mentari akhirnya datang menghampiri mereka.Memang sudah suratan takdir Mentari untuk mengalaminya. Ia boleh menundanya. Namun ia tak akan pernah bisa membatalkannya. Itu sudah menjadi takdir Mentari. Ia harus menghadapinya.Mereka datang.Para pembunuh dari organisasi mafia tempat suaminya bekerja dulu.***Ruka menangis.“RUKAAA! Lari, Ruka! Lari!""Ibu, mereka siapa?""Lari, Ruka! Lari ....""Ibu ...."Saat itu Ruka berusia 17 tahun."Ruka? Sepertinya pernah dengar," kata salah satu pembunuh itu. "Mungkin aku harus melihatnya lebih dekat lagi.""Aku bersumpah! Aku bersumpah, demi Tuhan yang hidup, demi segalanya yang hidup, demi segalanya yang ada di alam semesta ini, kau tak akan pernah bisa menyentuh ....""IBUUU ...."Mentari tak sempat menyelesaikan kalimatnya.Pukulan pembunuh itu datang lebih cepat."WAAA ...."Ruka lepas kendali."Wahahaha …. Sini kau! Sini hampiri pembunuhmu! Sini dan kuhempaskan kalian berdua ke neraka!"Ruka datang.Para pembunuh tertawa.Mentari pingsan.***"Bu, Ibu. Bangun, Bu ...."Mentari siuman."Ruka! Ruka! Kamu nggak apa-apa kan, Nak? Kamu baik-baik saja kan, Nak?""Iya, Bu. Ruka baik-baik saja."Mentari menghela napas lega."Oooh ... anakku ... puteraku … buah hatiku ....""Bu, terlalu erat, Bu. Ruka masih luka.""Di mana! Di mana orang-orang itu!""Ibu nggak usah khawatir. Mereka nggak akan bisa lagi menyakiti kita.""Di mana? Di mana mereka, anakku?""Ibu ... mereka ... mereka ada di sana."Mentari menengok. Lalu roboh."Mereka nggak akan bisa menyakiti kita lagi, Bu. Mereka sudah jadi seperti itu. Semuanya. Mereka semuanya sudah jadi seperti itu."Mentari terguncang."Ruka ... ooh, Ruka .... Apa yang sudah kamu lakukan, anakku?""Tidak apa-apa, Bu. Ruka sudah pastikan semuanya. Semua, tak ada yang terlewatkan. Mereka tak bisa menghubungi teman mereka karena di sini tak ada sinyal. Mereka juga tak membawa barang-barang mencurigakan apa pun dalam tubuh mereka. Kalau kita kubur mereka semua di sini, tak akan pernah ada yang tahu semua yang telah terjadi di sini."Mentari menatap puteranya kosong."Kita pasti akan baik-baik saja, ibuku."Dan Ruka pun tersenyum.Plakk ....***Sejak Ruka lahir, Mentari telah merasakan kegelisahan yang aneh dalam batinnya terhadap puteranya. Bukan karena Ruka tidak menangis seperti pada kelahiran baru lainnya pada umumnya. Ini adalah sesuatu yang lain yang mengganjal di hatinya. Sesuatu yang ia ketahui pernah ia rasakan sebelumnya, namun tak pernah bisa ia temukan jawabannya. Mentari menjalani hidup bersama tanda tanya besar di dalam dirinya.Mentari tak bisa mengabaikannya. Semakin besar Ruka tumbuh menjalani kehidupan di sisinya, semakin melebar luas kegelisahan itu mengisi ketidaknyamanan di jiwanya. Beberapa kali jawaban akan kegelisahan itu melintas cepat di pikirannya. Namun tak sekali pun pernah ia bisa menangkapnya, hingga jawaban itu pergi lagi dan menghilang.Kini Mentari berhasil menangkapnya."Ruka ...."Jawaban yang sudah muncul sejak awal cerita."Ibu kecewa padamu."Jawaban yang kalian pun pasti telah mengetahuinya."Ibu sangat kecewa padamu."Jawaban yang akan terus mengiringi kisah hidup Scylaac."Ibu sangat ... sangat kecewa padamu."Jawaban yang ... sudahlah.Iblis.***"Bu ... Ruka minta maaf, Bu .... Ruka minta maaf ...."Ruka menangis."Ruka nggak akan melakukan ini lagi. Ruka nggak akan melakukan ini lagi. Ruka minta maaf. Maafkan Ruka, Bu. Maafkan Ruka ...."Mentari menangis."Maafkan Ibu, Nak. Ibu nggak akan berkata seperti itu lagi. Ibu nggak akan menamparmu lagi. Ibu nggak akan membuatmu bersedih lagi. Maafkan Ibu ...."Mereka berpelukan."Ibu mau memaafkan Ruka, kan? Ibu mau memaafkan Ruka, kan?""Ya, anakku. Ibu mau memaafkan kamu. Ibu telah memaafkan kamu ...."Mentari memeluk erat puteranya."Bu, kita pasti masuk surga, kan? Kita pasti akan berkumpul bersama Ayah di surga, kan?""Tentu saja, anakku. Tentu saja, anakku."Mentari semakin memeluk erat puteranya."Ya? Benar, ya? Ibu janji, ya?""Ibu janji, anakku. Ibu janji, anakku. Kita pasti akan hidup bahagia di surga. Kita pasti akan hidup bahagia di surga."Mentari semakin menangis histeris."Tentu saja, anakku. Tentu saja, anakku.""Tentu saja, Bu. Tentu saja. Ruka sayang Ibu. Ruka sayang Ibu."Ruka pun ikut menangis histeris. Tubuhnya gemetar hebat. Dan dalam pelukan erat penuh kasih sayang dari Mentari, dalam pelukan erat penuh kasih sayang dari orang yang paling mencintainya itu, Ruka mengecup lembut pipi sang ibu.Lalu menamparnya."Ya kagak mungkin, lah, pe ....""Ternyata benar. Aku sudah menduga akan seperti itu jadinya," sela Lovelyn."Hei, aku belum selesai bercerita," keluh Vith."Tak usah kau lanjutkan. Aku sudah paham. Pantas saja kau menyebutnya lebih buruk daripada Iblis. Ternyata memang benar begitu adanya."Vith menghela napas singkat. Ia memandangi Lovelyn dengan saksama. Setelah beberapa detik, ia pun berkata, "Begitu adanya?""Ya. Begitu adanya," jawab Lovelyn. "Tak ada yang lebih buruk dari orang yang memperlakukan ibu kandungnya sendiri seperti itu.""Seperti itu?""Ya. Seperti itu. Aku sudah bisa menebaknya. Ruka pasti membunuh ibunya. Iya, kan?""Ya, Ruka membunuh Mentari. Lalu?"Lovelyn terdiam sejenak."Ya ... lalu dia menjadi Iblis. Ah, maksudku, menjadi sesuatu yang lebih buruk daripada Iblis. Setelah itu dia menjadi pembunuh yang berkeliaran membantai banyak nyawa. Dan sekarang dia sampai di Scylaac. Iya, kan?""Aku tidak bertanya sampai sejauh i
"Lovelyn.""Wah, nama yang sangat indah. Salam kenal, ya.""Lalu, apa yang kau inginkan dariku?""Eh?""Aku tanya, apa yang kau inginkan dariku?" Lovelyn mendesak lelaki itu."Eh? Umm ... maaf, aku tidak mengerti." Lelaki itu kebingungan.Lovelyn berdiri dari tempat duduknya. "Kau datang kepadaku. Kau mengajakku bicara. Kau, yang tadi ada di sana, sekarang ada di sini dan mengajakku bicara. Kau masih berani mengatakan bahwa kau tidak punya maksud apa pun?" Lovelyn semakin mendesak lelaki itu."Umm ... aku benar-benar tidak mengerti maksudmu," kata lelaki itu. "Aku tidak punya maksud apa-apa. Aku hanya ingin berkenalan denganmu.""Berkenalan? Denganku?""Ya. Berkenalan. Denganmu.""Hanya untuk itu kau menyita waktuku?""Eeh ... uum ...." Lelaki itu semakin kebingungan."Pergilah kau, dasar sampah." Lovelyn mengakhiri.Dulu dia tidak seperti itu.Dulu dia tidak seperti itu. Dulu dia anak
"Lovelyn.""Wah, nama yang sangat indah. Seindah pemiliknya.""Baiklah, Lovelyn. Mulai sekarang, kamu anak ka ....""Lovelyn! Ah, ternyata kamu ada di sini," seru ayah Lovelyn, membuyarkan kenangan di kepala Lovelyn."Lovelyn! Mengapa kamu lari dari Mama dan Papa seperti itu?" sambung ibu Lovelyn."Semua berkumpul, semua tersenyum, semua bahagia. Aku penasaran, apakah foto ini benar-benar jujur?" kata Lovelyn."Foto? Apa maksudmu? Foto apa itu?"Orang tua Lovelyn berjalan menghampiri puteri mereka yang sedang duduk di meja riasnya."Lovelyn ... itu ....""Foto terakhirku bersama teman-temanku di panti asuhan sebelum kalian mengambilku.""Oh, Lovelyn ... Mama mohon kepadamu. Mama mohon dengan sangat kepadamu. Jangan pernah memikirkan itu." Ibu Lovelyn mulai meneteskan air mata."Lovelyn. Jika Papa dan Mama telah menyakiti hatimu, Papa dan Mama minta maaf. Papa dan Mama akan berubah. Papa dan Mama akan menjad
"Sa-saya ... Lo-Lovelyn. Sa-salam kenal, Pak ... Pak Ruka," sapa Lovelyn dengan bibir bergetar. Ruka mengerutkan dahinya. "Siapa lu? Anggota girlband? Ngapain lu di sini?" "Sa-saya penghuni baru di sini. Na-nama saya Lovelyn." "Lovely?" "Lo-Lovelyn," kata Lovelyn mengoreksi. "Lovelyn? Apaan, tuh? Merk lolipop? Pergi sana! Ini Scylaac, bukan Disney Land!" sembur Ruka. Lovelyn tak menanggapi. Ia gemetar hebat. Tak berkutik. Ia tak punya nyali di hadapan sosok raksasa yang mengerikan itu. "Kok bisa-bisanya kutu kupret begini jadi penghuni? Apa yang terjadi dengan Scylaac selama aku pergi?" "Dia bukan penghuni. Dia baru saja datang hari ini dan ingin menjadi penghuni," kata Vith menjawab. Ia lalu melirik ke arah Lovelyn. "Dia tidak pantas berada di sini." "A-aku pantas berada di sini!" sambar Lovelyn. Vith dan Ruka menatap Lovelyn. "Aku muak dengan dunia di luar sana. Dunia yang penuh dengan kepa
Dan inilah Scylaac. Scylaac adalah sebuah gagasan kehidupan. Sebuah idealisme yang melawan kenyataan yang diakui dunia. Ia bukan bagian dari kehidupan. Ia adalah kehidupan itu sendiri. Scylaac adalah dunia yang sesungguhnya. Bagiku, Scylaac adalah dunia yang lain. Scylaac adalah lawan kata dari dunia. Segala aturan, norma, kebiasaan, atau apa pun itu, yang berlaku di dunia nyata, tidak berlaku di Scylaac. Scylaac adalah penolakan atas semua itu. Para penghuni menolak gagasan bahwa Scylaac adalah penolakan. Bagi mereka, Scylaac adalah kenyataan yang sesungguhnya. Sedangkan dunia di luar sana, adalah dunia yang sudah tidak suci lagi. Dunia yang terkontaminasi aturan-aturan kasat mata dan tidak kasat mata yang membelenggu hakikat kehidupan. Dunia yang sesungguhnya - dunia yang lain itu - adalah dunia yang nyata. Itu bukan dunia fantasi. Para penghuni percaya, bahwa pada suatu masa di zaman lampau, pernah ada peradaban nyata yang berisi dunia
Schoistuedie, Yuhita, Lala, Acsac. Kalau boleh jujur, tidak semua dari keempat pencetus ini paham betul akan gagasan Scylaac di masa lampau. Yang mereka tahu, dunia tempat mereka tinggal adalah dunia yang sudah tidak suci lagi. Dunia di mana mereka harus bersandiwara untuk dapat bertahan hidup di dalamnya. Mereka sudah muak dengan itu. Mereka hanya ingin hidup bebas dalam kejujuran yang apa adanya. Para pencetus ingin mengubah dunia ini. Karena itu mereka memulai semuanya dengan menciptakan dunia mereka sendiri terlebih dahulu. Tempat mereka bertemu. Itu adalah sebuah tanah yang sangat kaya dan masih suci. Tempat itu hanya dihuni oleh hewan dan tumbuhan. Tidak ada seorang manusia pun di dalamnya dan tidak ada pihak mana pun yang memilikinya. Tempat yang benar-benar sempurna untuk membangun kembali dunia yang telah lama tertidur. Para pencetus merasa perlu untuk menamai dunia itu. Mereka mulai mencari nama yang tepat. Schoistuedie, Yuhita, Lala, dan Acsac. Akhirnya te
"Dan itulah akhir dari cerita ini." Vith mengakhiri. "Scylaac ...." Ayu menghela napas panjang. "Ya, Scylaac. Dunia yang sesungguhnya," kata Vith. "Yang benar saja," celetuk Ayu malas. Vith mengerutkan dahi. "Aku serius," katanya kemudian. "Scylaac adalah dunia yang sesungguhnya. Ini adalah dunia yang sebenarnya. Kau tidak akan menemukan kepalsuan di tempat ini. Ini adalah jawaban atas segala kekeliruan di luar sana. Ini adalah duni ...." "Ya, ya, ya, aku paham. Scylaac itu begini, Scylaac itu begitu, bla bla bla, aku mengerti," sela Ayu. "Lalu kenapa? Kau pikir aku datang untuk bergabung bersama kalian? Kau pikir aku tersentuh dengan semua ocehanmu itu? Jangan bercanda! Aku datang untuk menghancurkan ini semua. Aku datang untuk menyelamatkan kalian." Vith menatap dalam kedua mata Ayu. Ia tidak langsung membalas perkataan Ayu. Ia mencoba menyelidiki dahulu kesiapan mental dari wanita di hadapannya itu. Setelah terdiam selama beberapa s
Demikianlah dimulai perjalanan hidup Ayu untuk menghancurkan dunia yang lain itu. Ia tidak mau hidup di sana. Namun ia tidak bisa menghancurkannya dalam sehari. Karena itu ia tinggal di sana. Ia tinggal dan mempelajari semua yang ada di tempat itu. Ia tinggal dan mempelajari semuanya dengan harapan dapat memahami dunia itu. Ia ingin membasmi dunia itu. Karenanya ia harus mengalami sendiri dunia itu. "Tapi, dengan begitu, bukankah dia justru menjadi bagian dari Scylaac?" tanya Ali. "Dia bukan orang yang bodoh. Aku bisa merasakannya. Dia pasti tidak mempermasalahkan hal seperti itu. Dia hanya ingin menghancurkan Scylaac. Tidak masalah baginya jika kemudian dianggap sebagai bagian dari Scylaac. Dia tak peduli," jawab Schoistuedie. "Yah, bisa dibilang, sekarang dia sudah termasuk ke dalam kelompok orang-orang asing," sambung Vith. "Huh. Bagiku, dia hanyalah seorang pecundang," timpal Tono. "Yah, kita lihat saja apa yang akan terjadi nanti. Kita tu