Share

9. Scylaac

last update Last Updated: 2022-03-22 17:06:24

"Ternyata benar. Aku sudah menduga akan seperti itu jadinya," sela Lovelyn.

"Hei, aku belum selesai bercerita," keluh Vith.

"Tak usah kau lanjutkan. Aku sudah paham. Pantas saja kau menyebutnya lebih buruk daripada Iblis. Ternyata memang benar begitu adanya."

Vith menghela napas singkat. Ia memandangi Lovelyn dengan saksama. Setelah beberapa detik, ia pun berkata, "Begitu adanya?"

"Ya. Begitu adanya," jawab Lovelyn. "Tak ada yang lebih buruk dari orang yang memperlakukan ibu kandungnya sendiri seperti itu."

"Seperti itu?"

"Ya. Seperti itu. Aku sudah bisa menebaknya. Ruka pasti membunuh ibunya. Iya, kan?"

"Ya, Ruka membunuh Mentari. Lalu?"

Lovelyn terdiam sejenak.

"Ya ... lalu dia menjadi Iblis. Ah, maksudku, menjadi sesuatu yang lebih buruk daripada Iblis. Setelah itu dia menjadi pembunuh yang berkeliaran membantai banyak nyawa. Dan sekarang dia sampai di Scylaac. Iya, kan?"

"Aku tidak bertanya sampai sejauh itu. Yang kutanyakan, apa yang terjadi saat Ruka membunuh Mentari."

Lovelyn berpikir sejenak.

"Ruka ... menyiksa Mentari?"

Vith tersenyum.

"Lalu?"

"Ya ... Ruka menyiksanya sampai mati."

"Ruka menangis," ujar Vith.

Mereka tertahan dalam diam selama beberapa saat lamanya. Keduanya mencoba bertahan untuk tidak mau kalah. Pada akhirnya, Lovelyn-lah yang menyerah dan bertanya kepada Vith.

"Mengapa dia menangis?" tanya Lovelyn dengan suara pelan.

"Makanya, jangan memotong ceritaku."

"Ya, ya, aku tahu! Jadi, mengapa dia menangis?" tanya Lovelyn lagi. Kali ini dengan suara lantang.

"Ruka menyiksanya," jawab Vith. "Ia menyiksa Mentari di antara mayat-mayat yang bergelimpangan. Ia benar-benar menampilkan jati dirinya yang sebenarnya saat itu."

"Jati diri yang sebenarnya?"

"Ruka itu lebih buruk daripada Iblis. Dia sudah seperti itu sejak dari awal mulanya. Mungkin sejak tercipta dalam kandungan. Selama hidupnya, dia menyembunyikan jati dirinya dari Mentari. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, Mentari hanya mengetahui Ruka ketika berada di sisinya. Selain dari pada itu, Mentari sama sekali tak mengenal puteranya. Mentari tak tahu bahwa selama hidupnya Ruka selalu berpura-pura di hadapan Mentari. Mentari tak tahu bahwa Ruka selalu mencari masalah dengan orang lain sehingga ia dibenci dan ingin dibunuh. Mentari tak tahu, bahwa seluruh hidup Ruka, diisi oleh penderitaan."

"Penderitaan?"

"Ya. Penderitaan. Penderitaan dari orang-orang yang hidup di sekitarnya."

Lovelyn menelan perih ludahnya.

"Ruka menyiksa dan membunuh semua orang yang terlibat kehidupan dengannya. Dan itu semua dilakukannya tanpa sepengetahuan Mentari."

"Iblis."

"Hei, aku bahkan belum masuk ke puncak cerita," omel Vith.

"Masih ada yang lain?" ucap Lovelyn tak percaya.

"Tentu saja. Masa kau lupa? Mentari loh, Mentari."

Lovelyn mulai gemetar.

"Hehehe. Ya, Mentari. Kau tahu apa yang sebenarnya terjadi? Ya, tentu saja kau tidak tahu. Sebenarnya, inilah terjadi."

Vith sengaja menghentikan ucapannya sejenak untuk bermain-main dengan pikiran dan perasaan Lovelyn.

"Saat itu, sebenarnya, Ruka tak pernah ingin membunuh Mentari."

Gemetar di tubuh Lovelyn menghilang.

"Ruka tak pernah ingin membunuh Mentari. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, dia menangis. Ruka menangis ketika Mentari mati."

Lovelyn mengerutkan dahi.

"Sebenarnya apa sih yang mau kau katakan?"

Vith tersenyum keji.

"Ruka menangis. Dia menangis ketika Mentari mati. Dia menangis, dalam kesedihan yang sangat amat mendalam, karena Mentari mati. Dengan Mentari mati, dia tak lagi bisa menyiksanya."

"Kau gila. Kau benar-benar gila."

"Hei, ini cerita tentang Ruka. Bukan tentang aku." Vith mengomel lagi.

"Sudah. Cukup. Hentikan semua ini. Kalian benar-benar sudah gila." Lovelyn sudah tak sanggup lagi.

"Ya, kau benar. Sudahlah. Kau sama sekali tidak pantas berada di Scylaac. Pergilah."

Lovelyn tersentak.

"Ayo, kuantar kau keluar dari sini. Kita pergi dari sini."

"Ti-tidak! Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja," sambar Lovelyn dengan terbata.

"Sudahlah. Tidak apa-apa. Tak usah kau paksakan."

"Aku tidak apa-apa!" bentak Lovelyn.

Vith kembali memandangi Lovelyn dengan saksama.

"Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Aku sanggup menghadapinya. Aku sanggup hidup di Scylaac." Lovelyn berhenti sejenak. " Aku ... aku muak dengan dunia ini. Segala kepalsuan, kebodohan, kenajisan. Aku sudah muak dengan itu semua!"

Lovelyn tersenyum lebar.

"Inilah dunia yang sesungguhnya. Dunia yang sebenarnya. Scylaac. Ya. Aku pantas berada di sini. Inilah rumahku."

"Kau tidak siap. Sama sekali tidak siap. Ayo, kuantar kau pulang."

"Aku siap! Ceritakanlah semua tentang Ruka! Ceritakanlah semua tentang Scylaac! Aku siap menjalani ini semua! Aku siap!"

"Pergilah kau!"

"Aku siap!"

"Pergi!"

"Aku siap!"

"Siapa bocah ini?" tanya Ruka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Scylaac. Kembalinya Dunia yang Sempurna.   50. Ayu (23)

    Semua penghuni Scylaac menjalani hidup tanpa mengenal kewajiban. Mereka semua tidak pernah membebani diri dengan pekerjaan. Itu tidak diperlukan. Hal itu bukan berarti penghuni Scylaac tidak bekerja sama sekali. Sebagian kaum campuran masih memiliki pekerjaan tetap di dunia luar. Mereka memang hidup berpindah-pindah dari Scylaac ke dunia luar dan sebaliknya hingga seterusnya. Tapi mereka tidak terikat pada pekerjaan mereka. Jika mereka mau, mereka dapat melepaskan status mereka di dunia luar dan hidup nyaman di alam Scylaac kapan pun mereka mau.Untuk orang asing, sebagian dari mereka bekerja dengan menjalankan apa yang mereka yakini. Ayu adalah contoh yang paling gamblang. Mungkin misinya di Scylaac tidak berorientasi kepada hasil berupa upah pekerjaan. Tetapi baginya apa yang dilakukannya itu tetaplah sebuah pekerjaan. Kebanyakan orang asing yang bekerja melakukan hal yang berbeda dengan dasar yang serupa. Mereka yakin dan percaya pada kebenaran diri sendiri.

  • Scylaac. Kembalinya Dunia yang Sempurna.   49. Ayu (22)

    Jika aku mengatakan bahwa para penduduk asli bisa dan biasa berinteraksi dengan hewan liar, mungkin itu sudah tidak lagi terdengar mengejutkan. Tetapi pengertian hubungan sosial bagi para penduduk asli jauh melebihi itu. Bagi mereka apa pun yang ada di alam Scylaac, hidup maupun mati, semua itu adalah sama. Semua itu adalah sesama mereka yang sama-sama hidup dan mati dalam satu kesatuan. Penduduk asli bisa menghabiskan waktu seharian penuh berinteraksi dengan pohon, air, bahkan batu. Itu sudah menjadi pemandangan yang sangat biasa di alam Scylaac. Mereka berinteraksi dengan menggunakan pikiran dan batin mereka - sesekali dengan mulut. Mereka berbincang-bincang, mereka bermain bersama, mereka saling berbagi kesenangan dengan semua yang ada di alam Scylaac. Mereka melakukan itu semua secara alami tanpa pernah sekali pun mereka paksakan untuk mereka umbar kepada para penghuni lainnya. Penduduk asli hidup dengan menjadikan alam sebagai bagia

  • Scylaac. Kembalinya Dunia yang Sempurna.   48. Ayu (21)

    “Kak?”“Kamu sudah bangun?” kata Baskara sambil tersenyum.“Itu apa?”“Tanaman obat. Bunga-bunga di sini bisa menjadi obat yang baik untukmu.”Ayu memandangi ramuan yang sedang dibuat oleh Baskara. “Aku baru tahu Kakak mengerti tentang ilmu tanaman.”“Tidak, kok. Aku hanya kebetulan saja mendengarnya dari percakapan para penduduk asli saat sedang mencari tempat untuk kita tinggali.”Ayu bangun dan mengambil posisi duduk.“Kakak tak perlu terus menjagaku di sini. Aku baik-baik saja, kok. Kalau Kakak mau, Kakak boleh jalan-jalan.”“Tidak, aku tidak mau meninggalkanmu. Kamu sedang sakit. Kamu pasti perlu bantuan sewaktu-waktu.”“Tak usah khawatir. Aku baik-baik saja. Aku juga tak mau jadi beban buat

  • Scylaac. Kembalinya Dunia yang Sempurna.   47. Ayu (20)

    “Kompresnya sudah dingin?” tanya Baskara.“Sedikit lagi,” jawab Ayu.Baskara menghela napas jenuh.“Mengapa kamu belum juga tidur?” tanyanya khawatir. “Dengan kondisimu yang seperti ini, kamu juga tidak akan bisa berbuat apa-apa. Lebih baik kamu istirahat saja sekarang. Kamu kan belum tidur lagi sejak tumbang subuh tadi.”“Kakak malah sama sekali belum tidur sejak semalam.”“Jangan pikirkan orang lain.”Ayu membuka kedua matanya.“Tuh, kan. Matamu juga sudah sangat merah. Tidurlah. Kamu pasti sudah sangat mengantuk, kan?”“Seharusnya aku tetap memejamkan mata saja tadi.”Baskara tersenyum. Ayu pun ikut tersenyum.“Kakak benar tidak mau tidur? Kakak juga pasti mengantuk, kan?&r

  • Scylaac. Kembalinya Dunia yang Sempurna.   46. Ayu (19)

    Selama berada di Scylaac, tak pernah sekali pun Ayu dan Baskara bertemu dengan penghuni perempuan - setidaknya yang bernyawa. Padahal mereka telah beberapa kali mendengar cerita tentang penghuni-penghuni perempuan. Bahkan dua dari keempat pencetus Scylaac pun adalah perempuan. Selama ini Ayu tak pernah ambil pusing akan hal itu. Tapi begitu akhirnya ia benar-benar melihat seorang penghuni perempuan, seluruh perhatian dan pemikirannya langsung terfokus penuh kepadanya.“Ya, Kakak benar. Itu memang perempuan. Tidak salah lagi.”Baskara kembali memandang Ayu. “Mungkin dia Yuhita atau Lala.”Ayu tidak menjawab. Ia seperti tertegun oleh pemandangan yang seharusnya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang dari tadi disaksikannya.“Apa mungkin itu ... Zia.”Baskara sedikit mengerutkan dahinya. “Kamu percaya yang seperti itu?”

  • Scylaac. Kembalinya Dunia yang Sempurna.   45. Ayu (18)

    “Kakak? Kakak tak apa-apa?” tanya Ayu khawatir.“I-iya. Aku baik-baik saja,” jawab Baskara, mencoba bersikap tenang. Tak lama kemudian, ia pun mengoreksi, “Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Aku mual.”Baskara pun akhirnya kembali muntah untuk yang kedua kalinya – sebelumnya ia juga telah muntah.“Sebaiknya Kakak tak usah melihatnya lagi. Awasi saja keadaan di sekeliling kita ini. Aku masih membutuhkan bantuan Kakak untuk itu,” kata Ayu lagi, sambil memegang pundak pacarnya itu.“Ya, kamu benar. Mungkin itulah yang terbaik untukku,” jawab Baskara sambil menyeka air matanya yang keluar secara natural oleh karena dirinya muntah.Baskara terguncang melihat pemandangan yang tersaji di depannya. Wajar saja. Aku tak menyalahkannya. Aku pun juga akan mengalami hal yang sama jika menjadi dirinya. Itu bukan sesuatu yang dapat

  • Scylaac. Kembalinya Dunia yang Sempurna.   44. Ayu (17)

    “Apa itu?”Baskara menengok ke arah Ayu. “Ada apa?”Ayu tidak menjawab. Ia tidak memerhatikan pertanyaan Baskara. Tidak begitu pun, Ayu tetap tidak akan bisa menjawab pertanyaan Baskara. Yang ada di sana itu bukan sesuatu yang pernah dilihatnya sebelumnya. Scylaac tak pernah memperlihatkan yang seperti itu sebelumnya. Itu adalah sesuatu yang baru.“Aku tidak mengerti. Apa maksud semua ini? Mengapa seperti ini?” kata Ayu lagi. Perkataannya kali ini mengindikasikan bahwa ia sudah mulai bisa mencerna apa yang ada di pandangan matanya itu. Walaupun pada akhirnya itu hanya memunculkan tanda tanya baru.Baskara sangat ingin melihat apa yang disaksikan oleh Ayu. Tapi ia takut fokusnya teralihkan dari tugasnya untuk mengawasi sekeliling. Ayu terlihat begitu terkejut. Ia tahu bahwa apa yang disaksikan pacarnya itu bukanlah sesuatu yang normal. Ia yakin dirinya pun juga akan

  • Scylaac. Kembalinya Dunia yang Sempurna.   43. Ayu (16)

    “Kakak sudah siap?”“Ya.”“Baik. Ayo kita lakukan.”Ayu dan Baskara pun berjalan menuju kaki gunung Tanah Langit.Ayu dan Baskara berjalan berdua di tengah terpaan salju tebal. Mereka hanya mengandalkan cahaya bulan, bintang, dan aurora untuk menerangi jalan mereka. Selama mereka berjalan, Ayu bertugas mengawasi area di depan dan di sebelah kiri mereka. Sementara itu Baskara bertugas mengawasi area di belakang dan di sebelah kanan. Mereka tidak boleh sampai ketahuan oleh penghuni Scylaac lainnya. Ayu tak percaya pada seorang pun penghuni Scylaac selain Baskara. Ia tak ingin ada seorang pun mengetahui apa yang mereka lakukan, sekalipun itu hanyalah seorang pecundang.Perjalanan yang memang sudah semestinya memakan waktu cukup lama itu, semakin terasa lebih lama karena kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Salju lebat turun semakin hebat. Ayu dan

  • Scylaac. Kembalinya Dunia yang Sempurna.   42. Ayu (15)

    “Sudah kuduga. Ternyata memang akan seperti ini jadinya.”Baskara menoleh ke arah Ayu. “Apa maksudmu?” tanyanya.“Para penduduk asli itu. Aku memang sudah menduganya dari awal. Ternyata aku memang mendapatkannya. Kepura-puraan pada mereka.”Baskara terkejut mendengarnya.“Jadi mereka memang bersandiwara?”“Tidak semuanya. Hanya beberapa yang sudah bisa kupastikan begitu. Sisanya, mereka tetap belum bisa kupastikan.”Baskara mengerutkan dahi.“Aku memang sempat ragu awalnya. Sebab ternyata di antara mereka yang sudah kueliminasi pun, banyak juga yang tampil dengan tidak terlihat bersandiwara. Itu benar-benar nyata dan meyakinkan. Aku jadi bingung karenanya. Untungnya, setelah mencari lebih jauh lagi, pada akhirnya aku dapat menemukan juga orang-orang bodoh yang memang jelas-

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status