Share

Bab 4. Nasehat Bocah Penjual Koran

Erika melangkahkan kaki meninggalkan masjid kampus,  mencari angkot menuju laundry dan toko buku yang ingin di masuki lamaran. Matahari sedang terik - teriknya kulihat dihandphone pukul 12.40 WIB

"Pak berhenti disimpang empat lampu merah depan ya." Pinta erika pada supir angkot yang ku naiki

Kakinya melangkah menuju toko buku yang tak jauh dari lampu merah,  toko buku besar dipinggir jalan yang cukup terkenal dikota ini, biasanya mahasiswa-mahasiswa yang sedang mengerjakan penelitian akan membeli buku disini.

Toko cukup ramai erika melihat muda-mudi berkacamata sibuk dengan bacaan dimeja. 

"Permisi kak,  maaf menganggu? Beberapa hari yang lalu saya lihat dihalaman sosmed bahwa toko ini sedang mencari pegawai? Jadi apa masih bisa saya melamar pekerjaan yang ditawarkan tersebut". Tanya erika kepada salah satu pegawai toko tersebut

"Oh kalo untuk itu lamaran bisa dititipkan di kasir kak,  nanti jika berkasnya lulus akan dipanggil untuk interview, kakak tulis saja nomor handphone yang bisa dihubungi sama bagian yang bertanggung jawab". Jelasnya kepada erika dengan wajah ramah

"Apa ada yang bisa saya bantu lagi kak? ". Tanyanya 

"Apa disini bisa sambil kuliah kak kerjanya? ". Erika melontarkan pertanyaan tersebut karena informasi pada iklan yang mereka buat disosmed tak begitu detail menjelaskan.

"Bisa kak,  rata - rata disini masih kuliah dan sekolah termasuk saya yang masih kuliah karena disini part time dan gajinya dihitung perhari pegawai toko itu itu bercerita".

"Ternyata ia juga masih kuliah satu tingkat diatas erika hanya beda kampus, merasa cukup setelah beberapa pertanyaan kulontarkan. Erika pamit sembari meletakkan lamaran pada kasir".

Erika beranjak menuju minimarket samping toko buku,  melepas dahaga yang terasa kering terakhir minun dirumah pagi tadi,  perut juga lapar namum sengaja ditahan. Sangat sayang menghabiskan uang yang susah-susah ibu cari pikirnya, toh dirumah ibu juga masak walau seadanya. Menjelang sampai kerumah biarlah ditahan puasa saja dari pagi sampai kemagrib saja bisa, alasan yang selalu ada diotak erika agar tidak makan diluar,  cara ia berhemt dengan uang yang ada. 

"Korannya kak, hari ini banyak kisah inspiratif pengusaha yang sukses diusia muda". Sapa seorang bocah laki-laki penjual koran yang membuyarkan erika yang dari tadi menikmati minuman dingin depan minimarket. 

Erika memandangi tubuh mungil bocah yang menawari koran tersebu. Tampak lusuh dengan beberapa koran ditangan,  erika merasa bocah itu sama seperti dirinya sedang berjuang tapi erika lebih beruntung masa kecil yang tak lepas dijalanan menjadi penjual koran atau lainnya. 

Jika kata erika mereka itu penjual iba,  yang membeli hanya iba akan kehidupan orang bukan membeli apa yang mereka jajakan,  

"Kejam sekali dunia ini untuk yang tak terlahir berada". Kata erika lirih

"Tidak boleh seperti itu kak,  tidak satupun manusia yang terlahir sia - sia di dunia ini. Kita cuma jalani saja kok jika terasa berat bisa jadi jalanan kita sedang mendaki supaya sampai ke atas,  jika dunia kita terasa mudah barangkali jalan kita sedang menurun mau jatuh kebawah". Tutur bocah itu seakan menasehati dengan diakhiri tawa

Erika tersentak mendengar jawaban  yang keluar dari mulut ocah itu, yang ternyata mendengar omongan erika, beristigfhar dalam hati kalah dengan anak ini"..

"Duh pintarnya,  makasih ya. Berapa harga korannya dik?". Tanya erika dengan senyum merekah

"4000 saja kak,  tapi dibeli buat baca ya jangan di buat bungkus gorengan apalagi cuma dibeli karena kasihan". Pinta bocah tersebut 

"Kasihan yang bikin korannya,  karya nya tidak dihargai makin hari mentang - mentang sudah modren". Sambungnya

Anak yang luar biasa dengan pikiran dan tutur kata di usia yang masih belia, seperti pepatah di dewasakan oleh keadaan. Kurangnya dimewahkan oleh kehidupanlah alasan anak seperti ini jauh lebih dewasa ketimbang mereka orang - orang kaya bertingkah seperti bocah yang semena - mena.

"Baik adik pintar, satu ya korannya". Erika menyodorkan uang dua puluh ribu. 

"Uang pas aja kak,  nggak ada kembaliannya". Memberikan koran

"Sudah makan? erika menanyai bocah tersebut".

"Belum kak".

"Yasudah ambil saja kembaliannya,  buat beli makanan. Kakak tak ada juga uang pas"

"Buat tabung boleh tidak kak,  makannya nanti saja dirumah".

"Iya boleh dik"

Pasti bocah tersebut  sama prinsipnya dengan diriku pikir erika jika soal makanan, erika  tersenyum.

Uang saku dari ibu 50 puluh perminggu hanya akan erika pakai 30 untuk ongkos angkot pulang pergi sisanya akan kutabung setiap minggunya. Yah bisa digunakan untuk hal - hal seperti ini

" Makasih kak, semoga kakak sukses seperti berita hari ini". Bocah berlari seraya melambaikan tangan, Menuju lampu lantas yang sudah merah. 

Erika mendoakan  bocah penjual koran tersebut yang tidak sempat ia tanya namanya tadi. Semoga sukses dalam perjuangan ini dik, erika memandangi bocah tersebut yang masih kelihatan dilampu merah menawarkan koran pada para pengendara.

                        Bersambung

 

Wah pinter banget adek penjual korannya

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status