Erika melangkahkan kaki meninggalkan masjid kampus, mencari angkot menuju laundry dan toko buku yang ingin di masuki lamaran. Matahari sedang terik - teriknya kulihat dihandphone pukul 12.40 WIB
"Pak berhenti disimpang empat lampu merah depan ya." Pinta erika pada supir angkot yang ku naikiKakinya melangkah menuju toko buku yang tak jauh dari lampu merah, toko buku besar dipinggir jalan yang cukup terkenal dikota ini, biasanya mahasiswa-mahasiswa yang sedang mengerjakan penelitian akan membeli buku disini.Toko cukup ramai erika melihat muda-mudi berkacamata sibuk dengan bacaan dimeja. "Permisi kak, maaf menganggu? Beberapa hari yang lalu saya lihat dihalaman sosmed bahwa toko ini sedang mencari pegawai? Jadi apa masih bisa saya melamar pekerjaan yang ditawarkan tersebut". Tanya erika kepada salah satu pegawai toko tersebut"Oh kalo untuk itu lamaran bisa dititipkan di kasir kak, nanti jika berkasnya lulus akan dipanggil untuk interview, kakak tulis saja nomor handphone yang bisa dihubungi sama bagian yang bertanggung jawab". Jelasnya kepada erika dengan wajah ramah"Apa ada yang bisa saya bantu lagi kak? ". Tanyanya "Apa disini bisa sambil kuliah kak kerjanya? ". Erika melontarkan pertanyaan tersebut karena informasi pada iklan yang mereka buat disosmed tak begitu detail menjelaskan."Bisa kak, rata - rata disini masih kuliah dan sekolah termasuk saya yang masih kuliah karena disini part time dan gajinya dihitung perhari pegawai toko itu itu bercerita"."Ternyata ia juga masih kuliah satu tingkat diatas erika hanya beda kampus, merasa cukup setelah beberapa pertanyaan kulontarkan. Erika pamit sembari meletakkan lamaran pada kasir".Erika beranjak menuju minimarket samping toko buku, melepas dahaga yang terasa kering terakhir minun dirumah pagi tadi, perut juga lapar namum sengaja ditahan. Sangat sayang menghabiskan uang yang susah-susah ibu cari pikirnya, toh dirumah ibu juga masak walau seadanya. Menjelang sampai kerumah biarlah ditahan puasa saja dari pagi sampai kemagrib saja bisa, alasan yang selalu ada diotak erika agar tidak makan diluar, cara ia berhemt dengan uang yang ada. "Korannya kak, hari ini banyak kisah inspiratif pengusaha yang sukses diusia muda". Sapa seorang bocah laki-laki penjual koran yang membuyarkan erika yang dari tadi menikmati minuman dingin depan minimarket. Erika memandangi tubuh mungil bocah yang menawari koran tersebu. Tampak lusuh dengan beberapa koran ditangan, erika merasa bocah itu sama seperti dirinya sedang berjuang tapi erika lebih beruntung masa kecil yang tak lepas dijalanan menjadi penjual koran atau lainnya. Jika kata erika mereka itu penjual iba, yang membeli hanya iba akan kehidupan orang bukan membeli apa yang mereka jajakan, "Kejam sekali dunia ini untuk yang tak terlahir berada". Kata erika lirih"Tidak boleh seperti itu kak, tidak satupun manusia yang terlahir sia - sia di dunia ini. Kita cuma jalani saja kok jika terasa berat bisa jadi jalanan kita sedang mendaki supaya sampai ke atas, jika dunia kita terasa mudah barangkali jalan kita sedang menurun mau jatuh kebawah". Tutur bocah itu seakan menasehati dengan diakhiri tawaErika tersentak mendengar jawaban yang keluar dari mulut ocah itu, yang ternyata mendengar omongan erika, beristigfhar dalam hati kalah dengan anak ini".."Duh pintarnya, makasih ya. Berapa harga korannya dik?". Tanya erika dengan senyum merekah"4000 saja kak, tapi dibeli buat baca ya jangan di buat bungkus gorengan apalagi cuma dibeli karena kasihan". Pinta bocah tersebut "Kasihan yang bikin korannya, karya nya tidak dihargai makin hari mentang - mentang sudah modren". SambungnyaAnak yang luar biasa dengan pikiran dan tutur kata di usia yang masih belia, seperti pepatah di dewasakan oleh keadaan. Kurangnya dimewahkan oleh kehidupanlah alasan anak seperti ini jauh lebih dewasa ketimbang mereka orang - orang kaya bertingkah seperti bocah yang semena - mena."Baik adik pintar, satu ya korannya". Erika menyodorkan uang dua puluh ribu. "Uang pas aja kak, nggak ada kembaliannya". Memberikan koran"Sudah makan? erika menanyai bocah tersebut"."Belum kak"."Yasudah ambil saja kembaliannya, buat beli makanan. Kakak tak ada juga uang pas""Buat tabung boleh tidak kak, makannya nanti saja dirumah"."Iya boleh dik"Pasti bocah tersebut sama prinsipnya dengan diriku pikir erika jika soal makanan, erika tersenyum.Uang saku dari ibu 50 puluh perminggu hanya akan erika pakai 30 untuk ongkos angkot pulang pergi sisanya akan kutabung setiap minggunya. Yah bisa digunakan untuk hal - hal seperti ini" Makasih kak, semoga kakak sukses seperti berita hari ini". Bocah berlari seraya melambaikan tangan, Menuju lampu lantas yang sudah merah. Erika mendoakan bocah penjual koran tersebut yang tidak sempat ia tanya namanya tadi. Semoga sukses dalam perjuangan ini dik, erika memandangi bocah tersebut yang masih kelihatan dilampu merah menawarkan koran pada para pengendara. Bersambung Wah pinter banget adek penjual korannyaErika sudah berada dirumah riski, ia mengamati rumah dua lantai tersebut dari ruang tamu yang bisa melihat kesemua sisi, matanya tak menemukan siapapun selain dirinya yang berdiri mengigil kedinginan. Riski sudah hampir 10 menit meninggalkannya pergi kekamar."Ngapain berdiri disitu?"Suara riski mengagetkan erika."Lo yang nyuruh gue tunggu disini"Erika mengernyitkan dahi atas pertanyaan riskiRiski tertawa, "Maksud gue kenapa nggak duduk aja, takut kursinya basah? "Erika berdehem mendengar riski yang memberikan pertanyaan yang di jawab sendiri."Udah ada balasan dari ibu lo?""Belum, tapi dia pasti khawatir banget".Erika menatap handphonenya, ketika di mobil tadi erika sudah mengirimkan pesan ke ibu untuk menandakan dirinya baik - baik saja. Namun, sampai sekarang belum ada balasan. Erika sudah berusaha menelpon tapi tidak ada jawaban dari ibunya. Perasaan bersal
Rintik - rintik gerimis sudah berubah menjadi tetes hujan. Erika memeluk erat tas yang sudah dimantelkan agar tidak terlalu basah, gadis tersebut masih enggan meneduhkan dirinya. Lalu lalang kendaraan melaju begitu cepat dijalanan tak peduli ada dia yang sedang kehujanan. Erika tidak tahu sudah pukul berapa sekarang, hpnya disimpan ditas agar tidak ikut basah. Ia sendiri sudah basah keseluruhan badan. Beberapa mobil melaju kencang digenangan air jalan menambah penderitaan dengan cipratan, tidak ada makian atau umpatan kepada pengendara. Erika sibuk memikirkan nasibnya dan berharap akan ada angkot meski dikeaadaan seperti ini. Erika mengangkat kakinya berbalik badan menuju emperan toko yang sudah tutup setelah berapa lama dia berdiri dia hujan. Dia menyerah menunggu angkot dipikiran erika tidak akan ada lagi angkot yang lewat melihat sudah berapa lama ia berdiri menunggu, dirinya sekarang har
Sudah pukul sembilan malam. Erika masih mengobrol bersama tori, dika dan pak wiranto yang baru sempat berkenalan dan bicara banyak dengannya. Sungkan erika meninggalkan obrolan tersebut ditambah pak wiranto orang yang senang bicara."Udah yok pak pulang, udah jam sembilan lewat nih"Dika memotong pembicaraan pak wiranto yang asik bicara tentang banyak hal, kata tori pak wiranto memang seperti itu terlebih jika bertemu orang baru seperti erika.Laki - laki umur 40an itu melirik jam tangannya.Kemudia tertawa " Oh yaampun kebanyakan ya cerita bapak. Yaudah kita lanjut besok lagi ya" yang kembali ia akhiri dengan tawa menatap semua orang."Iya kebanyakan, udah malem nih" Dika mendorong badan pak wiranto menuju pintu keluar."Eh tunggu" pak wiranto membalik tubuhnya menoleh kepada erika dan tori yang berjala
Erika sudah siap untuk berkerja hari ini, dipikirannya masih terpikir akan perkataan yang riski ucapkan tadi. Apakah dia begitu lemah selama ini dimata orang-orang.Erika sudah sampai di luar cafe, kondisi cafe tidak begitu ramai, hanya ada beberapa penggunjung yang sepertinya mahasiswa. Mungkin karena belum jam makan siang jadi belum terlalu ramaiTanpa langkah ragu erika melangkahkan kaki memasuki cafe tiada gengsi atau malu yang menganggu pikirannya jika akan bertemu dengan orang yang akan mengenalinya.Erika menyemangati dirinya sendiri,"Okeh erika fighting, gue bisa semangat jangan sampai mengecewakan hari ini. Okay"Erika meletakkan tangannya didada......"Permisi kak",Erika menghampiri kasir."Eh iya, udah siap kerja hari ini kak? ""Siap kak, jadi saya boleh mulai dari mana?? "."Ini kak di ganti dulu bajunya, bisa ganti dibelakang ada khusus karyawan".Sikasi
Erika sudah siap untuk berangkat kuliah dengan dandanan seadanya namum tak memungkiri wajah cantik akan tetap cantik meski tidak didandani pakaian mewah ataupun make up mahal."Ibu, nenek. Erika berangkat kuliah dulu ya"."Pulang jam berapa nanti??","Nanti erika kabari ya bu"."Emang anak kamu mau kemana? Pake ditanya pulang jam berapa? Dia kuliahkan ya pulang seperti biasa"."Dia ada kerjaan buk katanya kemaren habis kuliah""Kerjaan?""....Erika masih berdiri menunggu angkot, tapi pikirannya dipenuhi pesan dari riski semalam, akan menjemputnya kekampus hari ini. Meski erika sudah menolaknya semalam namun tak ada jawaban yang membuat erika ragu, bagaimana jika riski tetap menjemputnya."Gue naik angkot apa nunggu dia jemput ya, tapi kan semalaman udah gue tolak tapi nggak ada balasan, Gimana nanti kalo dia jemput?? Terus gue udah pergi?? Nan
Erika berjalan mengikuti riski sampai kemobilnya, ketimbang harus membayar apa yang riski bicarakan tadi."Jadi pulang sama gue??".Riski yang menyadari erika yang mengikutinya keparkiran kampus."Gue nggak ada duit buat bayar traktiran tadi, tau gitu gue bakal nolak ditraktir lo."Riski tersenyum melihat erika yang bicara menunduk kebawah. Dengan suara yang cukup lantang, erika bukan tidak terlihat merutuk ke riski namun terlihat seperti merutuki diri sendiri di mata riski dengan caranya seperti itu."Gue bercanda kali soal traktiran tadi"."Maksud lo apa?, jelas - jelas tadi lo bikin dua opsi? ""Jadi lo pikir gue serius?, gue nggak sejahat itu kalo meras orang kayak lo"."Yaudah masuk gue antar lo pulang kalo yang ini nggak bercanda dari awal".....Mobil sport riski yang seharusnya bisa membawa erika lebih cepat sampai kerumah, justru