Erika sudah siap untuk berkerja hari ini, dipikirannya masih terpikir akan perkataan yang riski ucapkan tadi. Apakah dia begitu lemah selama ini dimata orang-orang.
Erika sudah sampai di luar cafe, kondisi cafe tidak begitu ramai, hanya ada beberapa penggunjung yang sepertinya mahasiswa. Mungkin karena belum jam makan siang jadi belum terlalu ramaiTanpa langkah ragu erika melangkahkan kaki memasuki cafe tiada gengsi atau malu yang menganggu pikirannya jika akan bertemu dengan orang yang akan mengenalinya. Erika menyemangati dirinya sendiri, "Okeh erika fighting, gue bisa semangat jangan sampai mengecewakan hari ini. Okay"Erika meletakkan tangannya didada. ....."Permisi kak",Erika menghampiri kasir."Eh iya, udah siap kerja hari ini kak? ""Siap kak, jadi saya boleh mulai dari mana?? "."Ini kak di ganti dulu bajunya, bisa ganti dibelakang ada khusus karyawan".SikasiSudah pukul sembilan malam. Erika masih mengobrol bersama tori, dika dan pak wiranto yang baru sempat berkenalan dan bicara banyak dengannya. Sungkan erika meninggalkan obrolan tersebut ditambah pak wiranto orang yang senang bicara."Udah yok pak pulang, udah jam sembilan lewat nih"Dika memotong pembicaraan pak wiranto yang asik bicara tentang banyak hal, kata tori pak wiranto memang seperti itu terlebih jika bertemu orang baru seperti erika.Laki - laki umur 40an itu melirik jam tangannya.Kemudia tertawa " Oh yaampun kebanyakan ya cerita bapak. Yaudah kita lanjut besok lagi ya" yang kembali ia akhiri dengan tawa menatap semua orang."Iya kebanyakan, udah malem nih" Dika mendorong badan pak wiranto menuju pintu keluar."Eh tunggu" pak wiranto membalik tubuhnya menoleh kepada erika dan tori yang berjala
Rintik - rintik gerimis sudah berubah menjadi tetes hujan. Erika memeluk erat tas yang sudah dimantelkan agar tidak terlalu basah, gadis tersebut masih enggan meneduhkan dirinya. Lalu lalang kendaraan melaju begitu cepat dijalanan tak peduli ada dia yang sedang kehujanan. Erika tidak tahu sudah pukul berapa sekarang, hpnya disimpan ditas agar tidak ikut basah. Ia sendiri sudah basah keseluruhan badan. Beberapa mobil melaju kencang digenangan air jalan menambah penderitaan dengan cipratan, tidak ada makian atau umpatan kepada pengendara. Erika sibuk memikirkan nasibnya dan berharap akan ada angkot meski dikeaadaan seperti ini. Erika mengangkat kakinya berbalik badan menuju emperan toko yang sudah tutup setelah berapa lama dia berdiri dia hujan. Dia menyerah menunggu angkot dipikiran erika tidak akan ada lagi angkot yang lewat melihat sudah berapa lama ia berdiri menunggu, dirinya sekarang har
Erika sudah berada dirumah riski, ia mengamati rumah dua lantai tersebut dari ruang tamu yang bisa melihat kesemua sisi, matanya tak menemukan siapapun selain dirinya yang berdiri mengigil kedinginan. Riski sudah hampir 10 menit meninggalkannya pergi kekamar."Ngapain berdiri disitu?"Suara riski mengagetkan erika."Lo yang nyuruh gue tunggu disini"Erika mengernyitkan dahi atas pertanyaan riskiRiski tertawa, "Maksud gue kenapa nggak duduk aja, takut kursinya basah? "Erika berdehem mendengar riski yang memberikan pertanyaan yang di jawab sendiri."Udah ada balasan dari ibu lo?""Belum, tapi dia pasti khawatir banget".Erika menatap handphonenya, ketika di mobil tadi erika sudah mengirimkan pesan ke ibu untuk menandakan dirinya baik - baik saja. Namun, sampai sekarang belum ada balasan. Erika sudah berusaha menelpon tapi tidak ada jawaban dari ibunya. Perasaan bersal
Erika masih berkutat dengan berkas-berkas lamaran yang akan ia masukan esok pagi ke beberapa tempat, bermodalkan ijazah smanya. Erika sendiri masih mahasiswa semester dua yang masuk tahun lalu di kepeguruan tinggi swasta dengan modal beasiswa, beruntung sma kemaren satu yayasan dengan kepeguruan tersebut. Jadi erika bisa lanjut kuliah karena ia termasuk siswa berprestasi dan tergolong keluarga kurang mampu. "Ada saja jalan tuhan, jika ingin mengangkat derajat hambanya".Kalimat inilah yang selalu jadi pedoman erika dengan yakin suatu saat nasibnya akan berubah. "Belum tidur nak?".Pintu kamar erika dibuka oleh ibu yang melihat lampu kamarnya masih menyala "Belum buk.".Erika membuka pintu "Kenapa? Jangan suka begadang nggak baik lo ka. Udah jam 10 malam". "Hehe ya buk maaf, ini erika lagi siapi b
Pagi yang cerah disambut oleh erika dengan semangat. Cahaya matahari pagi yang ikut menyinari wajah cantiknya. Ada harapan besar erika hari ini, beberapa amplop coklat yang dipegang menunjukkan bahwa ia sudah siap untuk hari ini. "Buk erika pamit dulu ya".Erika mencium punggung tangan ibunya, yang sedang berbelanja sayur di tukang sayur langganan. "Hati-hati nak, semoga lancar". Senyum merekah ibu erika selalu jadi support system yang sangat hebat untuk erika sendiri. "Kemana erika rapi sekali, inikan hari sabtu nggak kuliah". Sahut para tetangga lainnya yang ikut berbelanja sayur. "Mau cari kerja buk, untung-untung ada yang nerima kan lumayan bisa bantu-bantu ibuku nantinya". Erika melempar senyum kesemua yang juga berbelanja. "Waduh,
Erika melirik jam diponsel yang sudah pukul 11.40 yang berarti sekitar setengah jam lagi akan masuk waktu solat zuhur dan makan siang, hari ini hari sabtu dimana memang aktivitas kuliah libur,. Jadi erika bisa mengantar lamaran kerjanya selesai hari ini,"Sepertinya lebih baik aku menunggu dimasjid kampus saja, selesai zuhuran baru lanjutkan lagi antar lamaran ke tempat laundry dan toko buku". Guman erika, yang beranjak pergi meningalkan cafe tersebut.Erika menuju masjid kampus yang tak jauh dari cafe dan tempat fotocopy yang ia masuki lamaran kerja tadi, kampus erika memang tergolong kampus swasta yang elit ditambah berada di pusat kota, dilengkapi fasilitas-fasilitas lainnya membuat erika beruntung sekaligus sengsara karena hampir seluruh mahasiswa anak orang kaya yang sangat jauh berbeda dengan erika."Eh pak mamad, sabtu masuk ya pak kerja ?? erika pikir kalo orang nggak kuliah bapak libur juga",Erika yang ber
Erika melangkahkan kaki meninggalkan masjid kampus, mencari angkot menuju laundry dan toko buku yang ingin di masuki lamaran. Matahari sedang terik - teriknya kulihat dihandphone pukul 12.40 WIB"Pak berhenti disimpang empat lampu merah depan ya." Pinta erika pada supir angkot yang ku naikiKakinya melangkah menuju toko buku yang tak jauh dari lampu merah, toko buku besar dipinggir jalan yang cukup terkenal dikota ini, biasanya mahasiswa-mahasiswa yang sedang mengerjakan penelitian akan membeli buku disini.Toko cukup ramai erika melihat muda-mudi berkacamata sibuk dengan bacaan dimeja."Permisi kak, maaf menganggu? Beberapa hari yang lalu saya lihat dihalaman sosmed bahwa toko ini sedang mencari pegawai? Jadi apa masih bisa saya melamar pekerjaan yang ditawarkan tersebut". Tanya erika kepada salah satu pegawai toko tersebut"Oh kalo untuk itu lamaran bisa dititipkan di kasir kak, nanti jika berkasn
Erika pergi meninggalkan minimarket dengan kata - kata bijak bocah penjual koran yang masih membekas, melangkah menuju laundry target terakhir yang akan dimasuki lamaran, tak jauh sekitar 15 meter dari minimarket disebrang jalan sana.Erika memandangi bagian depan laundry tersebut, sudah tak ada lagi papan iklan yang bertuliskan karyawan.Kakinya melangkah dengan ragu menghampiri karyawan laundry."Mau lamar kerja ya?", Pertanyaan laki - laki separuh baya dari belakang dengan seutas senyum ketika erika berbalik melihatnya"Eh iya pak, niatannya begitu". Jawab erika membalas senyumnya"Waduh maaf, nak kamu terlambat sudah keduluan orang bapak sedang butuh cepat soalnya". Jawabnya menjelaskanTernyata bapak tersebut pemilik laundry yang akan erika masuki lamaran."Nggak perlu minta maaf pak, bukan rezeki saya berarti disini hehe"."Kalo begitu saya pa