“Jadi kita akan melakukan acara pertunangan terlebih dahulu atau langsung pernikahan?” tanya Hasan.
Kini, kedua keluarga baik dari pihak Isabel maupun Ahmed tengah duduk bersama di ruang keluarga rumah Isabel. Mereka tengah membicarakan pasal rencana pernikahan kedua anak mereka.
“Tidak usahlah, lagian itu bukan tradisi dari kita kan? Ada baiknya kita menghalalkan mereka secepatnya saja,” ucap Raif tak sabar. Ia pun diangguki oleh Hasan yang jua nampak setuju oleh idenya.
“Baiklah, kita tidak memakai acara pertunangan. Untuk tanggal pernikahan kita tentukan sekarang, ya?” putus Hasan mantap.
Mereka pun tampak berpikir, hari apa sekiranya yang baik untuk dijadikan tanggal ijab kabul dan pesta pernikahan Ahmed dan Isabel.
“Bagaimana kalau tanggal 28 bulan depan? Tepat hari ulang tahun Isabel,” usul Ahmed. Pria itu menatap sejenak Isabel yang duduk di hadapannya diapit oleh Umi dan Abinya.
“
Seusai mengunjungi makam Ivana, Ahmed pun kembali membawa Isabel berkunjung ke suatu tempat. Isabel pun hanya menurut saja, karena ia tahu bahwa Ahmed akan selalu menjaga dan tak akan berbuat tak baik padanya.“Kita mau ke mana lagi, Ahmed?” tanya Isabel seraya menolehkan kepalanya menatap Ahmed yang tengah fokus mengemudi.“Tunggu aja kalau sampai nanti. Aku pastiin kamu bakal senang dengan tempat itu,” ucap Ahmed dengan seulas senyum di wajahnya. Tak ada lagi raut dingin di wajah pria itu. Yang ada hanya senyum hangat dan hormat kepada Isabel.Isabel pun hanya menganggukkan kepalanya mengerti, ia kembali menolehkan kepalanya ke jendela. Menatap jalanan yang sepi dipenuhi pepohonan yang menghiasi jalanan. Membuat mata Isabel menjadi segar menatapnya.Hingga, Ahmed memberhentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang cukup besar, tetapi terlihat sederhana. Pekarangan yang luas dipenuhi anak kecil yang tengah bermain dengan riang. Mem
"Isabel."Suara panggilan dari seorang pria itu terdengar lembut di telinga Isabel.Sontak Isabel membalikkan kepalanya, menatap pria pemilik suara yang familiar di kepalanya tersebut. Ia pun berjalan mendekati pria tersebut.Gaun putihnya yang menjuntai hingga lantai, dan menyapu lantai keramik tersebut. Tetapi, ia tak peduli, ia tetap berjalan cepat ke arah pria tersebut.Pria yang sangat ia rindukan."Sean, ini beneran kamu? Aku merindukanmu, Sean!"Kedua tangan Isabel ingin memeluk tubuh Sean, tetapi pria itu langsung menghilang bagai partikel yang berterbangan.Kedua mata Isabel membulat sempurna, ia menolehkan kepalanya ke sana, kemari. Mencari pria yang tadi berada di hadpaannya."Sean! Kamu di mana!" seru Isabel. Gadis itu berteriak, berlari bagai orang kesetanan."SEAN!"***Isabel memekik keras sebelum ia terbangun dari tidurnya dengan napaa tersengal-sengal. Ia pun sontak
“Jadi, bisa kamu jelaskan ucapan kamu?”Saat ini Isabel tengah duduk di salah satu rumah makan junk food bersama Kakak Sean, yang ia ketahui namanya adalah Sea. Gadis itu tampak menatap kesal dan angkuh ke arah Isabel.“Sean pergi dari rumah karena tak mendapatkan restu dari kedua orang tuaku untuk menikahimu!” sergah Sea, amarahnya tampak sudah di ujung tanduk dan akan meledak sebentar lagi.Tubuh Isabel mematung seketika, ia tak tahu harus berkata apa. Lidahnya terasa kelu seketika dan tenggorokannya seperti tercekat sesuatu. Hatinya seperti tercelos membuat lubang yang cukup besar di sana.“T-ttapi, dia berkata bahwa dia telah bertunangan dengan seorang gadis yang seiman dengannya!” seru Isabel, kedua matanya telah panas dan berkaca-kaca.Terdengar suara tawa meledak dari Sea, gadis itu seakan meledek Isabel dan hal itu membuat Isabel merasa tak nyaman.“Kenapa kamu ketawa?” tanya Isabel yan
“Isabel! Ayo cepat, Ahmed sudah nungguin kamu dari tadi. Lama banget sih,” omel Hana dengan suara yang lebih mirip seperti teriakan.Bagaimana tidak, Isabel sudah tiga puluh menit berdandan dan tak kunjung keluar dari kamarnya. Membuat Ahmed yang sudah datang sedari tadi menunggunya sangat lama di ruang tamu.Akhirnya, Isabel pun keluar dari pintu kamarnya. Tampak cantik dengan gamis berwarna cokelat muda dipadukan dengan hijab berwarna putih yang licin. Terlihat sempurna dan sangat menutupi tubuh Isabel.Gadis itu pun segera menghampiri Ahmed yang telah beranjak dari duduknya. Ia hanya menatap Uminya dengan tatapan polos dan cengiran kecil.“Maaf, ya, nunggu lama,” ucap Isabel merasa bersalah.“Nggak apa-apa kok. Ayo kita pergi sekarang, sebelum jam makan siang. Nanti menunggunya lama lagi,” ajak Ahmed.Kepala Isabel pun mengangguk mantap, ia mengambil telapak tangan Hana dan menciuminya. Diikuti oleh Ahm
Jam masih menunjukkan pukul lima subuh, Isabel dan keluarganya baru saja menyelesaikan ibadah salat subuh, berdoa agar apa yang akan mereka lakukan hari ini dilancarkan oleh Allah SWT, sebagai sang pencipta.Bahkan saat ini jantung Isabel tak bisa berdetak dengan normal, terus berdegup kencang membuat Isabel bertambah gugup. Ia merasa hatinya tak karuan saat ini. Senang, sedih, dan gugup dalam waktu bersamaan.Isabel senang bisa menikah dengan pria yang baik dan selalu menghormati dirinya. Ia sedih karena harus melepaskan cintanya yang telah ia ukir bersama Sean. Dan ia gugup karena ini merupakan pernikahan pertamanya dan berharap menjadi pernikahan terakhir dalam hidupnya.Bunyi decitan pintu yang dibuka membuat lamunan Isabel buyar, ia pun menolehkan kepalanya menatap seseorang yang ternyata Hana berdiri di depan pintu.“Isabel, penata riasnya udah sampai nih. Dia bakal rias kamu, menjadi ratu yang paling cantik hari ini,” ucap Hana seraya d
“Kalian siapin diri buat nanti malam dulu. Nanti sorean ada tukang rias yang datang lagi ke kamar ini,” ucap Hana sesaat sebelum ia menutup pintu kamar Isabel.Kini Isabel dan Ahmed tengah terduduk kaku di atas ranjang Isabel yang berseprai murah muda. Bahkan kedua pasangan tersebut tak berani tuk saling menatap.Setelah bersalaman dengan beberapa kerabat dekat mereka, Isabel dan Ahmed pun masuk ke kamar tuk beristirahat agar nanti malam saat resepsi bisa bugar dan tak tumbang di tengah-tengah acara.“Bel,” panggil Ahmed memecahkan keheningan di kamar tersebut.Isabel pun menolehkan kepalanya menatap Ahmed malu-malu. “Ada apa?”“Kita kan sekarang sudah menjadi suami istri yang halal di mata agama dan hukum, masa panggilannya nama doang. Gak mau gitu punya panggilan sayang kayak pasangan lain?” goda Ahmed seraya menaik turunkan sebelah alisnya.Sontak Isabel mencubit kecil pinggang Ahmed, membua
“TUNGGU!”Wanita berambut cokelat tersebut berjalan mendekati panggung, tampak perut buncitnya menjadi sorot utama semua orang.Isabel yang tak tahu apa-apa pun menatapnya bingung dengan kening yang mengerut, kedua alisnya saling bertautan. Seolah bertanya ada apa dengan wanita tersebut.Tanpa aba-aba, wanita itu menampar pipi Ahmed dengan keras, membuat suara yang cukup menggema dan mengagetkan para tamu yang hadir di sana. Kedua mata Isabel pun melotot ke arah wanita tersebut.“Apa-apaan sih kamu?!” bentak Isabel. “Sinting atau gila?! Datang-datang ke nikahan orang malah nampar. Gak waras, ya?”Sisi sarkas dan julid Isabel akhirnya keluar juga, gadis itu tak segan tuk mengatakan apa yang ada di pikirannya. Walaupun akan menyakiti hati orang yang mendengarnya.“Lo tau? Cowok yang lo nikahin ini adalah pacar gue! Dan sekarang gue lagi hamil anak dia! Kalau lu gak percaya, tanya dia aja. Apa dia kenal sama gue atau gak!” ucap wanit
Para tamu baru pulang secara keseluruhan saat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, hal itu pun membuat kedua pengantin yang berdiri di atas panggung kewelahan dibuatnya.Bagaimana tidak, mereka berdiri dan menampilkan pose terbaik mereka selama hampir dua jam lebih hanya untuk menangkap gambar yang sempurna di kamera. Agar bisa dicetak dan dijadikan kenangan yang dibingkai sempurna di dalam sebuah album.Kini, yang tersisa hanya keluarga inti saja dari pihak Isabel dan Ahmed, mereka pun juga sama capainya dengan kedua pengantin tersebut setelah menyambut ratusan tamu baik rekan bisnis kedua orang tua mereka, maupun teman dekat Isabel dan Ahmed. Mereka pun memilih untuk ke kamar hotel yang telah dipesan.Untung saja hotelnya terletak tepat berdampingan dengan gedung resepsi pernikahan Ahmed dan Isabel dilangsungkan. Membuat mereka tak harus berlama-lama lagi menempuh perjalanan darat yang tambah membuatnya lelah."Ma, Pa, Mi,Bi, kita berdua ke kamar