Share

Kedukaan yang Membusuk

Author: Naomi Fa
last update Huling Na-update: 2021-03-19 18:00:25

"Selesai." gumam Alvan puas, selagi ia menumpuk pekerjaan terakhirnya di ujung meja.

Sejenak ia merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku, lalu menatap tugas hariannya yang menyerupai Gunung Everest, yang semakin menjulang tinggi seiring berjalannya waktu.

'Haruskah ia mengundurkan diri saja? Ini bukan pekerjaan, melainkan perbudakan.'

Cepat-cepat ia menyingkirkan pemikiran itu dan memperingatkan dirinya akan gaji besar yang ia terima dari dosen wanita tersebut, yang mungkin tidak akan ia dapatkan dipekerjaan lainnya.

Mungkin karena terlalu lelah, ia rasa dirinya menjadi banyak memikirkan hal-hal yang tidak logis.

Cepat-cepat Alvan membereskan meja serta akal sehat sehatnya, lalu ia bersiap untuk pergi ke lokasi pekerjaan sambilannya yang lain.

Sebelum meninggalkan ruangan, sesaat ia melirik ke arah meja dosennya yang kosong sedari siang tadi, sambil menimbang-nimbang apa yang harus ia lakukan saat ini.

Perlukah ia menunggu hingga dia kembali?

Tidak. Jangan. Selagi dia tidak ada di ruangan, ia justru harus melarikan diri secepat mungkin, sebelum dia menambahkan pekerjaan tambahan yang akan membuatnya terlambat berkerja.

Jadi dengan membulatkan tekad, Alvan meninggalkan ruangan dosen itu dan berjalan keluar menuju tempat parkir sepeda motor.

"Alvan." panggil seorang wanita yang terdengar sangat familier di telinganya. "Alvan."

Sontak langkahnya membeku dan ia hanya dapat berdiri mematung, bak seorang pencuri yang ketahuan ketika sedang melakukan tindak kriminal.

"Astaga." keluhnya sambil memejamkan matanya yang menolak menerima keadaan ini.

Dari arah punggungnya, terdengar suara sepatu tinggi yang bergerak semakin mendekatinya, hingga suara itu berhenti tepat di dekatnya.

"Kau mau pulang?"

Alvan membalikkan tubuhnya seperti robot, kemudian mencoba mengeluarkan seulas senyum kecil, yang lebih terlihat seperti penyesalan. "Ya."

"Kau sudah bekerja keras." puji Profesor Nia, setelah membebaninya dengan begitu banyak pekerjaan. "Karena itu aku akan memberimu sebuah hadiah."

Melihat betapa kerasnya dia memperlakukannya selama ini, membuat Alvan tidak yakin kalau hadiah yang dimaksudkannya akan sama seperti 'hadiah' yang ada di kepalanya.

Tanpa memberinya aba-aba, Profesor Nia langsung melemparkan kunci mobilnya, lalu tersenyum lebar ketika melihat dirinya berhasil membuat Alvan kebingungan. "Menyetirlah untukku. Aku akan memperkenalkanmu pada dunia 'kelas atas'."

Tidak peduli seberapa keras ia mencoba untuk menolaknya, Profesor Nia selalu berhasil menyeretnya pergi. Hingga, setelah penolakan yang hebat, pada akhirnya ia duduk di kursi pengemudi juga dan melakukan keinginannya.

"Seorang teman dekatku baru saja kehilangan kakeknya." jelasnya yang semakin membuatnya mempertanyakan 'di mana letak hadiah' yang dibincangkannya tadi. "Mungkin ini terlihat biasa untuk masyarakat pada umumnya. Namun bagi orang yang mengerti 'bagaimana cara kerja dunia kelas atas', mereka akan tahu kalau ini adalah bisnis. Karena yang meninggal saat ini adalah seorang pemilik grup perusahaan."

Seperti kata profesornya, Alvan hanyalah segelintir dari 'masyarakat umum'. Ia tak tahu kenapa kejadian duka itu menjadi bisnis. Ia juga tak mengerti kenapa kehadirannya di acara pemakaman itu akan menjadi sebuah hadiah baginya.

Namun seperti dapat membaca pikirannya, Profesor Nia mencoba menjelaskan situasi itu lebih lanjut, sehingga 'masyarakat awam' seperti dirinya, bisa mengerti keuntungan dari kejadian tersebut.

"Bayangkan saja, seorang pria kaya tutup usia dengan meninggalkan banyak harta. Sedangkan harta yang dimilikinya bukanlah harta biasa, tapi kekayaan yang memiliki unsur perputaran uang besar bagi perusahaan lain. Baru dengan satu alasan itu, maka acara pemakaman ini sudah memiliki daya tarik tersendiri bagi para direktur perusahaan lain. Mereka akan mengamati seperti apakah perusahaan akan berjalan nantinya, apakah akan semakin maju atau terpuruk, haruskah mereka melanjutkan kerja sama atau menghentikannya. Acara ini akan menjadi cara bagi mereka untuk meninjau apa yang terjadi kedepannya. Itu belum alasan lain seperti melihat siapa pewarisnya dan memperluas koneksi. Tentu acara ini akan menjadi sangat ramai."

Hanya dari ucapan dosennya, Alvan tahu di mana posisinya saat ini.

Pertama, ia tidak sedang dalam posisi harus mengamati kondisi perusahaan, karena ia tidak akan merugi atau menjadi untung dengan jatuh bangunnya perusahaan tersebut.

Mengenai 'penasaran', Alvan sendiri tidak memiliki alasan untuk merasa penasaran tentang siapa yang menjadi pewaris, sedangkan dirinya saja tidak tahu siapa yang meninggal maupun keluarga orang tersebut.

Sekarang, setelah menyisihkan dua alasan itu, kini hanya ada satu alasan tersisa baginya untuk hadir di pemakaman tersebut.

"Memperluas koneksi." gumamnya, yang entah bagaimana bisa terdengar oleh dosennya.

"Benar." jawabnya antusias, "Karena itu, anggap saja aku sedang membayarmu untuk semua kerajinanmu. Tidak mudah mendapatkan koneksi seperti ini. Karena itu, kau harus ingat baik-baik, aku sudah memberimu sebuah modal besar. Jadi, mulailah karirmu dengan baik."

Alvan tahu niat baik dosennya, tapi ia tidak yakin apakah niat baiknya itu akan ia gunakan kelak.

"Kenapa tidak menjawab?" tuntut Profesor Nia.

Meskipun enggan mengatakannya, ia pun akhirnya menjawab, "Ya, Profesor."

Kemudian sampailah mereka ke rumah duka yang dituju olehnya, dan benar seperti ucapan profesornya, tempat duka itu sangat ramai. Hingga jika ada orang yang salah paham, maka mereka pasti mengira kalau ada sebuah wisata yang didirikan di sana.

"Aku sudah menebak kerumunan ini. Hanya saja, ini tetap diluar dari dugaanku." komentar Profesor Nia, sebelum dia melangkah keluar dari mobilnya. "Ayo, kita masuk."

Karena ia tidak mengenal siapapun, dan belum pernah datang ke mari, Alvan sempat kehilangan arah. Karena itu, begitu ia menyusul Profesor Nia, ia langsung mengekorinya bak anak ayam yang mengikuti induknya.

Sesekali Profesor Nia tampak menyapa beberapa pelayat yang datang di sana, tapi semua dari mereka sepertinya tidak menyukai kehadirannya. Bahkan ada beberapa yang secara terang-terangan mengernyit, ketika dia menatapnya dari ujung kepala hingga telapak kaki. Namun Alvan tidak merasa terganggu sedikit pun, lagipula ia datang ke sana tidak untuk benar-benar mencari koneksi.

Hingga setelah berputar-putar, mereka pun akhirnya bertemu dengan keluarga yang berduka, atau kita bisa memanggilnya sebagai 'sang pewaris' yang akan mengelola semua kekayaan yang besar itu.

"Elsie." panggil Profesor Nia, selagi berlari memeluknya.

Tidak seperti yang dibayangkannya, sang pewaris ini tidak terlihat bersedih. Penampilannya pun cukup rapi untuk seseorang yang kehilangan keluarganya. Tidak hanya rapi, tapi dia juga cantik. Meskipun tidak terlalu jelas, tetapi jika dilihat lekat-lekat, dia ternyata menggunakan riasan yang tipis. Matanya tidak bengkak dan dia bisa tersenyum sangat lebar, padahal dia masih berada di rumah duka.

Ah, jadi beginilah cara kerja dari kelas atas. Kini Alvan mulai mengerti, dan dia tidak memiliki niat untuk bersentuhan dengan dunia semacam ini. Semua ini hanyalah kebusukan dan kepalsuan. Ia tak akan sudi untuk bahkan mencelupkan ujung kakinya ke perkumpulan seperti ini. Ia menyukai dirinya yang sekarang.

...****************...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Searching a Commoner Husband (Mencari Seorang Suami Jelata)   Epilog

    Nia, Elsie dan Alvan naik ke panggung untuk foto bersama kedua mempelai.Namun entah hanya perasaanya saja atau memang seperti itu adanya, Nia merasakan ada yang ganjal dengan hubungan Nia dan Alvan. Memang ia tahu kalau mereka berdua berpandangan dengan tidak ramah di ruang pengantin, tapi ia tidak menyangka kalau masalah itu akan bertahan hingga acara pernikahan hampir selesai.Kini acara yang tersisa adalah pelemparan bunga.Semua orang bersiap di posisi dan Nia pun sedikit menyingkir ke sisi panggung untuk memberi Elsie ruang untuk dapat menangkap bunga.Satu. Dua. Tiga.Bunga pun terlempar dengan sangat anggun, tapi semakin dilihat, ada yang aneh dengan arah pelemparan bunga. Hingga tiba-tiba bunga itu mendekatinya dan jatuh di tangannya.Sontak hal tidak terduga itu membuat semua orang gempar dan bingung.Merasa dia bukan seharusnya yang berhak menerima bunga itu, Nia menatap Elsie yang seharusnya m

  • Searching a Commoner Husband (Mencari Seorang Suami Jelata)   Kelelahan [Kebahagiaan] Yang Tidak Berakhir

    Ketika matahari mulai bergerak turun dan perlahan berjalan meninggalkan langit yang terang. Elsie duduk seorang diri di salah satu bangku rumah makan yang dibawah naungan perusahaannya, sambil menatap semburat warna jingga yang memenuhi langit. Sudah beberapa hari ia menetapkan untuk lembur beberapa hari di kantornya dan kini ia akhirnya keluar dari persembunyian setelah ia mengurung diri di dalam tembok kantornya. Semua ini karena bunga itu. Sungguh bunga yang sial. Bersamaan dengan kemarahannya yang kembali bangkit dari dalam hatinya, seorang pria yang ia benci selama beberapa hari ini malah muncul di depan wajahnya. Tidak perlu ditanya, Elsie pasti merasa marah. Dia sangat kesal hingga ketika Alvan mengambil duduk di depannya, ia berpaling ke arah lain seperti anak kecil. Namun masalahnya, ia tidak bisa menerima kekalahannya. Terlebih itu lantaran sebuah bunga sial yang malah terbang ke tempat yang salah. "Kenapa tidak pulang se

  • Searching a Commoner Husband (Mencari Seorang Suami Jelata)   Takdir Mereka Yang Melayang Di Udara

    Di tengah hiruk pikuk pernikahan yang meriah, Alvan dan Elsie duduk berdampingan dengan suasana kesenyapan yang mencekam layaknya yang terjadi pada pasangan yang sedang bertengkar.Hal ini dimulai lantaran Elsie melihat bagaimana Eizel sangat menyukai Anna dan tidak ragu-ragu dalam melangsungkan pernikahannya. Perasaan irinya itu pun ia sampaikan kepada Alvan, yang meskipun tampak tidak tergerak sedikitpun setelah mendengarkannya, tapi sejak mendengar Elsie menceritakannya, perlahan ia mulai mempertimbangkannya hal disebut dengan pernikahan.Namun Elsie yang tidak sabaran, merasa kode halusnya itu tidak akan mempan untu Alvan yang pada pandangannya tidak sensitif, sehingga Elsie dengan memberanikan diri mengatakan secara gamblang pada Alvan tentang keinginannya untuk menikah.Apakah itu salah? Tentu tidak. Terlebih Alvan tahu seberapa sulitnya bagi Elsie untuk memulai pembicaraan tentang pernikahan lebih dulu, dengan posisinya sebagai wanita. Itu adalah ke

  • Searching a Commoner Husband (Mencari Seorang Suami Jelata)   Keuntungan Menjadi Rekan Hidupku

    Alih-alih menunggu Anna di pelaminan dan melihat dari kejauhan calon istrinya yang berjalan seorang diri menghampirinya, Eizel memilih untuk berjalan bersama istrinya menuju ke pelaminan.Dengan menggandeng wanita yang dicintainya, ia mengumbar senyum yang sangat lebar nan bahagia. Lalu dengan mata yang saling berkaitan dengan Anna, ia menunjukkan kepada semua orang kalau dirinya sangat beruntung memiliki wanita ini sebagai teman hidupnya.Hingga setiba mereka di pelaminan, mereka menjalani seluruh prosesi pernikahan dan dipenghujung acara, sang pembawa acara menyatakan bahwa mereka sudah resmi menjadi suami istri.Seketika ruang pernikahan itu menjadi amat riuh. Para tamu bertepuk tangan dan tak sedikit yang memberi sorakan atas status baru mereka.Di tengah kebahagiaan yang bertaburan seperti confetti, Eizel menatap langit-langit dengan tercengang.Hidup itu sebuah misteri...****************...~Du

  • Searching a Commoner Husband (Mencari Seorang Suami Jelata)   Perhatianmu Dan Cinta Dariku

    Dengan gaun yang indah yang Nia kenakan di acara pernikahan, ia berjalan tergopoh-gopoh menuju ruang tunggu pengantin. Semua ini adalah salah dari dirinya yang bangun terlambat.Kemarin malam, usai mengatakan salam tidurnya, Nia lupa menyalakan alarm. Hingga, akibat dari perbuatannya, mereka pun jadi bangun terlambat. Hanya untung saja, pengantin wanita sudah bangun lebih dulu dan langsung pergi ke tempat di mana dia akan di rias.Namun di mana kawannya yang satu lagi, kalau tidak salah dia yang bertanggung jawwab dengan bunga buketnya. Lantaran dia menyekap bunga itu sejak pagi, yang katanya itu dia lakukan untuk dapat terhubung dengan bunga. Sehingga ketika pengantin wanita melemparkan bunganya nanti, dia dapat menangkapnya dan segera menikah.Baru dia pikirkan, suara temannya itu sudah terdengar dari kejauhan, meskipun di lobi itu sudah dipenuhi oleh tamu yang berbicara sendiri layaknya suara lebah."Nia."Dengan gaun merah men

  • Searching a Commoner Husband (Mencari Seorang Suami Jelata)   Malam Bagi Para Pemilik Perut Kosong

    ~Lima bulan Kemudian."Untuk pernikahan besok. Bersulang.""Bersulang.""Bersulang."Tiga wanita itu pun saling menyatukan kaleng soda mereka, hingga berbunyi suara 'ting' dari permukaan kaleng mereka yang saling bersentuhan.Namun ketika mereka hendak meminumnya bersama, Elsie langsung mengurungkan niatnya dan meletakkan soda itu dengan tatapan sia-sia."Kenapa?" tanya Nia pada Elsie yang tampak kesal lantaran tidak dapat meminum sodanya.Selagi melihat tubuhnya, ia pun mengeluhkan lemaknya yang bertumbuh pesat. "Akhir-akhir ini berat badanku banyak naik. Jadi aku tidak bisa meminum ini dan membuat gaunku kekecilan."Mendengar alasan Elsie, membuat Anna dan Nia menghentikan aktivitas mereka. Hingga satu per satu mulai meletakkan kaleng sodanya."Benar juga." gumam Anna dengan menatap sedih minuman soda itu.Seusai kaleng soda, kini mata mereka tertuju pada makanan melimpah yang ditaruh di

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status