"Apa yang terjadi? Siapa yang membuat Galang menangis?" Suara bariton seseorang yang tak asing lagi di telinga mereka, terdengar dari ambang pintu. Almira panik, wanita itu langsung menggendong Galang."Cup ... jangan menangis lagi, ya, Sayang," ucap Almira seraya mengelus-elus rambut Galang. Almira langsung menghampiri Yusuf. Terlintas ide jahat di pikirannya untuk membuat hubungan Yusuf dan Shafita retak."Tidak apa-apa, Mas. Tadi Galang tidak sengaja menumpahkan jus di lantai, terus Mbak Shafira memarahinya. Sampai-sampai mendorong Galang ke lantai. Mungkin Mbak Shafira juga tidak sengaja, aku paham kok kalau dia lelah mengerjakan pekerjaan rumah."Shafira terkejut, saat mendengar Almira memutarbalikkan fakta di depan Yusuf. Jelas-jelas dia sendiri yang mengatai anaknya dengan kasar. "Umi ...."Yusuf menatap tajam ke arah Shafira. "Aku tidak percaya, kamu bisa melakukan hal sejahat itu pada anak sekecil Galang. Kupikir kamu bisa belajar menyayangi Galang, dan menganggapnya seperti
Pagi-pagi sekali, Yusuf sudah berada di kantor. Lelaki itu menyandarkan kepala di sofa seraya memijat-mijat keningnya yang terasa sedikit pening. Sehari saja tak bertegur sapa dengan Shafira, berhasil membuat hati dan pikirannya menjadi tak menentu. Lelaki itu mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia tak habis pikir, mengapa Shafira tega melakukan semua itu pada Galang. Padahal setahunya, Shafira itu wanita penyayang dan begitu merindukan suara anak-anak untuk meramaikan rumah."Mengapa secepat itu dia berubah? Aaa ...!" teriak Yusuf seraya menjambak rambutnya frustrasi.Tiba-tiba pintu ruangan dibuka seseorang dari luar. "Woy ... masih pagi udah teriak-teriak kayak orang stres aja! Lagi kesambet, ya?"Yusuf berdecak kesal. "Kebiasaan! Masuk tanpa mengetuk pintu. Kembali keluar dan ketuk pintu terlebih dulu!" Lelaki bertubuh atletis itu tak mengindahkan ucapan Yusuf. Ia duduk di sofa, lalu menyandarkan kepalanya di sana. "Aku malas menuruti perintahmu! Aku udah duduk nyaman di sini.
Almira terkekeh. Wanita itu berjalan angkuh seraya memutari tubuh Shafira. "Kamu pikir, aku akan takut dengan ancamanmu, hah? Jelas-jelas aku lebih pintar segalanya darimu."Shafira tersenyum singkat. "Kasihan Mas Yusuf, ya. Setahunya kamu itu wanita salihah, makanya Mas Yusuf mau menikahimu. Sayangnya yang Mas Yusuf lihat hanya sebagian dari topengmu saja. Jangan lupa satu hal, Almira! Sepandai apa pun kamu bersandiwara untuk mendapatkan simpati Mas Yusuf, lama-lama akan terbongkar juga. Allah selalu punya banyak cara untuk menunjukkan mana yang salah dan benar, juga mana yang palsu dan tulus."Almira menarik kasar jilbab Shafira. Wanita itu mulai menunjukkan sifat bengisnya pada Shafira. "Kamu yang sudah memancingku untuk berbuat seperti ini. Jadi, jangan pernah macam-macam denganku, kalau ingin hidupmu selamat.""Kenapa kamu jahat dan liar seperti ini, Almira? Apakah masa lalu yang telah membuatmu seperti ini? Istigfar, Almira. Apakah kamu tidak kasihan melihat putramu yang setiap
"Shafira ... sini!"Shafira segera menghentikan pekerjaannya di dapur. Lalu, dengan setengah berlari menghampiri ibu mertuanya. "Ada apa, Bunda?""Shafira! Mengapa kamu membiarkan menantu kesayanganku mengerjakan pekerjaan rumah, hah?" "Aku tidak pernah menyuruh dia mengerjakan pekerjaan rumah, Bunda. Karena setiap hari pun, aku mampu menyelesaikannya sendiri. Mungkin itu kemauan bayinya sendiri, bukankah begitu Almira? Lagipula kalau hanya menyapu lantai tidak akan membuat Almira kelelahan kok. Justru itu bagus untuk si jabang bayi, biar sehat dan nanti lungsur langsar ketika melahirkan."Kata siapa? Kamu kan belum pernah hamil!" ucap ibu mertua Shafira dengan jutek."Ibu benar! Aku memang belum pernah hamil dan melahirkan, tetapi aku sering mendengar nasihat-nasihat itu dari para tetangga dan sanak saudara.""Dasar, pembohong ulung! Bilang saja kalau kamu itu iri, aku dimanja dan disayang oleh Bunda."Shafira terkekeh. Ia akui, Almira memang pintar berbicara dan mencari muka di d
Dengan setia Shafira mendengarkan cerita sang suami. Matanya berkaca, kala mengetahui kegalauan yang tengah melanda hati dan pikiran Yusuf. Meski hanya seorang ayah sambung, tetapi wanita itu tahu, kalau kasih sayang lelaki itu tulus untuk Galang."Apa yang harus kulakukan? Aku sudah telanjur menyayangi anak itu seperti putraku sendiri!" ucap Yusuf. "Bicarakan baik-baik dengan bunda, Bi!"Yusuf menggeleng. "Aku tahu siapa bunda. Dia keras kepala dan sulit untuk membujuknya. Bunda terlalu jauh ikut campur dalam kehidupan rumah tanggaku."Dalam hati, Shafira membenarkan kalau ibu dari suaminya itu terlalu ikut campur dalam rumah tangga anaknya. Susah memang, menjalani rumah tangga yang di dalamnya ada campur tangan orang tua atau mertua.Shafira mengembuskan napas perlahan. Ia tak dapat mungkiri, kalau hatinya pun telah menyayangi Galang bak putranya sendiri. Perangainya yang pendiam dan baik, telah membuat Shafira jatuh hati padanya.Galang yang malang, sedari kecil tampaknya dia tida
Yusuf mengusap gusar wajahnya. Pilihan yang cukup sulit, tidak mungkin ia memilih salah satu dari mereka. Shafira dan Galang sama-sama sangat berharga di hidupnya.Lelaki itu duduk lemas di sofa seraya memijat pelan keningnya yang terasa pening. Andai yang di depannya itu bukan seorang wanita yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkannya, mungkin ia tak segan-segan memarahi dan berkata kasar padanya."Apa yang kamu harapkan dari wanita seperti Shafira, Yusuf? Almira tak kalah cantik dan baik, apalagi sekarang dia tengah mengandung anakmu. Jangan sia-siakan hidupmu untuk wanita yang tidak bisa memberikan keturunan."Mendengar itu amarahnya semakin tak tertahan. Hati dan pikirannya mulai memanas. Jiwanya seakan-akan tergoncang hebat. Ia tidak terima dengan ucapan terakhir sang bunda. Tak ada yang sia-sia dengan kebersamaannya bersama Shafira. Justru, ia merasakan kenyamanan dan ketenangan saat sedang bersamanya.Shafira, wanita yang selalu mengerti dan memahami di setiap kead
Almira menatap garang ke arah Yusuf. Wanita itu tidak terima dengan apa yang dikatakan Yusuf tentangnya. Walaupun jauh di dasar hatinya, ia membenarkan kalau dirinya bukanlah sosok seorang ibu yang baik. Namun, semua itu ada alasannya. Trauma dan luka hati di masa lalu yang telah membuatnya seperti itu."Kamu tidak tahu luka di masa laluku seperti apa, Mas! Jadi, jangan pernah mengecapku sebagai wanita yang begitu buruk di matamu.""Galang, kita main di taman belakang yuk!" Tiba-tiba Shafira datang dan langsung menuntun Galang menjauh dari Almira dan juga Yusuf.Yusuf menatap tajam ke arah Almira. "Lalu, jika anakku lahir ke dunia, kamu juga akan melakukan hal yang sama padanya?""Tentu saja tidak! Kecuali kalau kamu melukai hatiku."Yusuf menggeleng singkat. "Jadi, karena luka yang ditorehkan mantan suamimu itu, lalu kamu membalaskan dendammu pada anak yang tak berdosa seperti Galang? Di mana hati nuranimu sebagai seorang ibu, Almira? Apa salah Galang padamu? Apakah kamu tidak menyada
"Iya, ini aku! Kenapa? Pastinya kamu tidak menyangka, kalau aku akan mengikutimu sampai di sini!""Mas, aku ...."Tanpa banyak berkata lagi, Yusuf langsung menarik paksa Almira keluar dari sana. Dada lelaki itu bergemuruh sangat hebat. Bagaimana tidak, wanita yang selama ini ia nilai salihah dan baik, ternyata seperti itu kelakuannya. Yusuf membuka pintu mobil dengan kasar, lalu memaksa Almira masuk ke dalamnya. Tak berselang lama, Yusuf melajukan mobil dengan kecepatan tinggi."Mas, jangan ngebut! Aku masih ingin hidup," ucap Almira.Yusuf tak menghiraukan ucapan Almira. Lelaki itu berpura-pura tidak mendengarnya. Ia masih sangat kesal, bahkan mungkin sangat kecewa dengan kenyataan tentang istri keduanya itu."Mas ... kamu dengar tidak! Jangan ngebut bawa mobilnya. Aku takut mati, Mas!"Yusuf mengerem mobilnya mendadak. Lelaki itu menoleh ke arah Almira. Sorot matanya menunjukkan kalau ia tengah menahan amarah yang cukup besar."Kamu takut mati, hah? Sementara dengan pergi ke disk