Share

Pandu

“Renata?”

“Ya,” jawab Renata sambil tersenyum.

“Sudah lama disini?” Tanya laki-laki itu dengan pakaian yang sama seperti kemarin.

“Lumayan,” balas Renata mengalihkan pandangannya pada lautan lepas.

Malam ini Renata kembali mengatur mimpinya agar bisa bertemu laki-laki itu. Masih di tempat yang sama. Dermaga yang pernah ia lihat di tayangan televisi, entah di negara bagian mana, yang jelas ia suka sekali tempat ini.

“Bagaimana keadaanmu hari ini?” 

“Sedikit lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Aku terlalu penasaran denganmu, jadi aku lupa meladeni celaan Desty dan sikap menyebalkan romeo-juliet di kelasku.” Renata mendengus.

“Desty?” Alis laki-laki itu terangkat sedikit.

“Oh, aku lupa menceritakan soal kakak kelas yang sangat perhatian itu. Setiap langkahku selalu dicela, cara berpakaian, cara berbicara, bahkan kehidupan pribadiku. Aku bingung darimana ia mengetahui semua itu, kadang sikapnya membuatku tertekan.

“Selain itu juga ada pasangan romeo-juliet di kelasku, mereka itu dulunya pacarku dan sahabatku, yang kemudian menjadi pasanganan paling fenomenal.

"Belum lagi nilaiku yang tiba-tiba merosot drastis! Bayangkan, aku mendapat nilai enam dengan tinta merah di kertas ulangan fisikaku kemarin. Aku belum pernah membayangkan sebelumnya semua tekanan ini berhasil menggangguku. Lebih tepatnya mengganggu alam bawah sadarku. Mereka seperti mimpi buruk yang terus menghantuiku di dunia nyata maupun di dunia mimpi. Itu sebabnya aku sekarang disini.” Tutup Renata setelah panjang lebar bercerita, kemudian ia menghela napas. Ia merasa sedikit lega sudah mengeluarkan segala yang ia tahan selama ini.

“Itukah yang membuatmu menangis semalam?” Tanya laki-laki itu pelan.

Renata menoleh padanya. Laki-laki itu memandangnya dengan tatapan lembut seperti kemarin. Membuatnya sekali lagi bertanya-tanya dalam hati, siapa sebenarnya orang ini?

“Sepertinya.”

“Kamu gadis yang hebat Renata, jangan biarkan mereka melemahkanmu."

“Darimana kamu tahu, kita baru bertemu kemarin.” Renata mendelik.

Sebagai jawaban, laki-laki itu hanya mengangkat bahu kemudian berdiri.

“Mau kemana?” Renata mendongak melihatnya yang kini jauh lebih tinggi darinya.

“Ayolah, apa kita akan menghabiskan malammu di tempat ini saja?”

“Kemana kita?” Tanya Renata penasaran.

“Ini mimpi siapa? Haruskah aku yang memutuskan?” Balasnya gemas.

“Kita kembali ke desa kemarin saja ya?” Tawar Renata.

“Baiklah,” jawabnya.

Mereka berjalan melewati jalan setapak seperti kemarin. Tetapi kali ini perjalanan mereka sepertinya lebih panjang dari kemarin.

"Kau punya nama?" Tanya Renata.

Laki-laki itu mendadak berhenti, diikuti Renata. Kemudian laki-laki itu menatap Renata dengan pandangan menyelidik.

“Apa?” Tanya Renata bingung.

“Sampai kapan pikiranmu ingin kita berjalan di tempat ini?” Ia balik bertanya pada Renata.

Renata tersenyum salah tingkah, sejak tadi ia memang berharap perjalanan yang mereka lalui ini lebih lama dan lebih panjang.

“Baiklah, baik.” Balas Renata menyerah.

"Kau bisa menentukan nama untukku," celetuknya sambil terus berjalan.

"Pandu. Nama yang cocok untukmu."

Setelah melewati pohon besar. Mereka tiba di desa, suasana sedikit berbeda dengan terakhir kali ia datang ke tempat ini. Para warga terlihat begitu tegang. Anak-anak tidak lagi berlarian senang, mereka berada dalam dekapan ibu masing-masing.

“Ada apa ini?” Renata bertanya, tetapi Pandu sudah tidak ada di sampingnya.

Berulang kali Renata membayangkan Pandu hadir di dekatnya. Tetapi tetap saja tidak ada.

“Pandu?” Panggil Renata pelan.

Tidak ada yang memperhatikannya, semua sibuk menatap ujung jalan di sebelah kanan Renata.

Tak lama kemudian, bunyi berisik yang berasal dari mesin mobil terdengar semakin dekat. Seluruh warga di desa itu menahan napas.

“Mereka datang!” Teriak seorang pria di ujung jalan, diikuti suara tembakan yang memekakkan telinga Renata.

Seluruh warga berlarian, termasuk dirinya. Ia harus menyelamatkan diri dari tempat ini. Ia tahu ini hanya mimpi, tapi ia harus bertemu Pandu sebelum memutuskan untuk terbangun. Kemana laki-laki itu meninggalkannya disaat yang berbahaya seperti ini.

Renata memasuki rumah tempat pertama kali ia berhasil mengatur mimpi. Ia bersembunyi di kolong tempat tidur sambil bersedekap.

Suara pintu didobrak terdengar nyaring dari kamar yang Renata tempati.

Tak lama kemudian suara langkah kaki semakin mendekat, sampai akhirnya mereka membuka dengan kasar pintu kamar tempat Renata bersembunyi.

Renata menahan napas, tubuhnya menegang. Sepasang kaki sedang berjalan mondar-mandir dihadapannya. Tanpa menunggu waktu yang lama, kaki itu segera menjauh dari hadapannya mengecek kamar lain.

Baru saja tubuhnya melemas, tiba-tiba ia merasa seseorang menggenggam tangannya. Renata segera menoleh, hampir saja ia berteriak sebelum ia menyadari siapa orang yang kini berada di sampingnya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status