Share

Pandu

Author: Bellas
last update Last Updated: 2022-01-12 22:02:25

“Renata?”

“Ya,” jawab Renata sambil tersenyum.

“Sudah lama disini?” Tanya laki-laki itu dengan pakaian yang sama seperti kemarin.

“Lumayan,” balas Renata mengalihkan pandangannya pada lautan lepas.

Malam ini Renata kembali mengatur mimpinya agar bisa bertemu laki-laki itu. Masih di tempat yang sama. Dermaga yang pernah ia lihat di tayangan televisi, entah di negara bagian mana, yang jelas ia suka sekali tempat ini.

“Bagaimana keadaanmu hari ini?” 

“Sedikit lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Aku terlalu penasaran denganmu, jadi aku lupa meladeni celaan Desty dan sikap menyebalkan romeo-juliet di kelasku.” Renata mendengus.

“Desty?” Alis laki-laki itu terangkat sedikit.

“Oh, aku lupa menceritakan soal kakak kelas yang sangat perhatian itu. Setiap langkahku selalu dicela, cara berpakaian, cara berbicara, bahkan kehidupan pribadiku. Aku bingung darimana ia mengetahui semua itu, kadang sikapnya membuatku tertekan.

“Selain itu juga ada pasangan romeo-juliet di kelasku, mereka itu dulunya pacarku dan sahabatku, yang kemudian menjadi pasanganan paling fenomenal.

"Belum lagi nilaiku yang tiba-tiba merosot drastis! Bayangkan, aku mendapat nilai enam dengan tinta merah di kertas ulangan fisikaku kemarin. Aku belum pernah membayangkan sebelumnya semua tekanan ini berhasil menggangguku. Lebih tepatnya mengganggu alam bawah sadarku. Mereka seperti mimpi buruk yang terus menghantuiku di dunia nyata maupun di dunia mimpi. Itu sebabnya aku sekarang disini.” Tutup Renata setelah panjang lebar bercerita, kemudian ia menghela napas. Ia merasa sedikit lega sudah mengeluarkan segala yang ia tahan selama ini.

“Itukah yang membuatmu menangis semalam?” Tanya laki-laki itu pelan.

Renata menoleh padanya. Laki-laki itu memandangnya dengan tatapan lembut seperti kemarin. Membuatnya sekali lagi bertanya-tanya dalam hati, siapa sebenarnya orang ini?

“Sepertinya.”

“Kamu gadis yang hebat Renata, jangan biarkan mereka melemahkanmu."

“Darimana kamu tahu, kita baru bertemu kemarin.” Renata mendelik.

Sebagai jawaban, laki-laki itu hanya mengangkat bahu kemudian berdiri.

“Mau kemana?” Renata mendongak melihatnya yang kini jauh lebih tinggi darinya.

“Ayolah, apa kita akan menghabiskan malammu di tempat ini saja?”

“Kemana kita?” Tanya Renata penasaran.

“Ini mimpi siapa? Haruskah aku yang memutuskan?” Balasnya gemas.

“Kita kembali ke desa kemarin saja ya?” Tawar Renata.

“Baiklah,” jawabnya.

Mereka berjalan melewati jalan setapak seperti kemarin. Tetapi kali ini perjalanan mereka sepertinya lebih panjang dari kemarin.

"Kau punya nama?" Tanya Renata.

Laki-laki itu mendadak berhenti, diikuti Renata. Kemudian laki-laki itu menatap Renata dengan pandangan menyelidik.

“Apa?” Tanya Renata bingung.

“Sampai kapan pikiranmu ingin kita berjalan di tempat ini?” Ia balik bertanya pada Renata.

Renata tersenyum salah tingkah, sejak tadi ia memang berharap perjalanan yang mereka lalui ini lebih lama dan lebih panjang.

“Baiklah, baik.” Balas Renata menyerah.

"Kau bisa menentukan nama untukku," celetuknya sambil terus berjalan.

"Pandu. Nama yang cocok untukmu."

Setelah melewati pohon besar. Mereka tiba di desa, suasana sedikit berbeda dengan terakhir kali ia datang ke tempat ini. Para warga terlihat begitu tegang. Anak-anak tidak lagi berlarian senang, mereka berada dalam dekapan ibu masing-masing.

“Ada apa ini?” Renata bertanya, tetapi Pandu sudah tidak ada di sampingnya.

Berulang kali Renata membayangkan Pandu hadir di dekatnya. Tetapi tetap saja tidak ada.

“Pandu?” Panggil Renata pelan.

Tidak ada yang memperhatikannya, semua sibuk menatap ujung jalan di sebelah kanan Renata.

Tak lama kemudian, bunyi berisik yang berasal dari mesin mobil terdengar semakin dekat. Seluruh warga di desa itu menahan napas.

“Mereka datang!” Teriak seorang pria di ujung jalan, diikuti suara tembakan yang memekakkan telinga Renata.

Seluruh warga berlarian, termasuk dirinya. Ia harus menyelamatkan diri dari tempat ini. Ia tahu ini hanya mimpi, tapi ia harus bertemu Pandu sebelum memutuskan untuk terbangun. Kemana laki-laki itu meninggalkannya disaat yang berbahaya seperti ini.

Renata memasuki rumah tempat pertama kali ia berhasil mengatur mimpi. Ia bersembunyi di kolong tempat tidur sambil bersedekap.

Suara pintu didobrak terdengar nyaring dari kamar yang Renata tempati.

Tak lama kemudian suara langkah kaki semakin mendekat, sampai akhirnya mereka membuka dengan kasar pintu kamar tempat Renata bersembunyi.

Renata menahan napas, tubuhnya menegang. Sepasang kaki sedang berjalan mondar-mandir dihadapannya. Tanpa menunggu waktu yang lama, kaki itu segera menjauh dari hadapannya mengecek kamar lain.

Baru saja tubuhnya melemas, tiba-tiba ia merasa seseorang menggenggam tangannya. Renata segera menoleh, hampir saja ia berteriak sebelum ia menyadari siapa orang yang kini berada di sampingnya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebatas Mimpi   Bagian Akhir

    Dua orang perawat sibuk memindahkan seorang pasien ke dalam ruang ICU. Dokter dan perawat lainnya dengan sigap menyiapkan alat pemicu detak jantung.“Detak jantungnya melemah, Dok!” kata seorang perawat.Sementara yang kini matanya terpejam tidak mendengar suara apa-apa.Kesadarannya hilang seutuhnya.***Renata merasakan badannya terasa lemas, perlahan ada suara yang konstan terdengar. Lalu diikuti suara orang-orang berbisik pelan.Matanya berat sekali untuk dibuka, tapi ia begitu ingin melihat pemilik banyak suara yang ia kenal.“Ren,” panggil Tian khawatir.Renata akhirnya berhasil membuka matanya pelan. Dibalik alat bantu pernafasan bibirnya tersenyum.“Syukurlah kamu sudah sadar.” Kata Dena lega.Sementara Ibunya hanya bisa menangis sambil mengucapkan syukur berulang kali dan Ayahnya menghela napas lega.Kondisi Renata stabil, namun sejak perawat melaporkan kalau ada tanda pergerakan dari jari tangannya. Seluruh keluarganya dan Dena langsung berkumpul di kamar Renata dengan harap

  • Sebatas Mimpi   Perpisahan

    Renata menggenggam beberapa kerikil dalam tangan mungilnya, kemudian melempar satu per satu ke danau. Kerikil itu memantul beberapa kali di atas air sampai akhirnya tenggelam."Hei, kamu terlihat sangat kesepian!" Ucap Bian kecil dengan nada mengejek.Renata mendelik, "Kamu juga!""Kamu betah di sini?""Nggak, tempat ini aneh! Tapi aku malas di rumah, sepi banget.""Iya sih aneh, tapi di sini tenang.""Di rumah kamu berisik?""Iya, banyak yang berantem!"-Sepasang suami istri berdiri di samping tubuh anaknya yang kini sudah begitu dewasa. Mereka menatap pasrah, entah keputusan untuk ikhlas apakah keputusan yang tepat.Sementara pun jika anak mereka terbangun, ada kemungkinan psikologisnya tidak ikut bertumbuh seperti fisiknya.Bian dan Renata mengelilingi area rumah sakit menghabiskan waktu agar tidak terlalu bosan menatapi tu

  • Sebatas Mimpi   Reuni

    "Aku nggak akan mau balik, kita disini aja ya main!" "Kakak kamu galak! Aku nggak mau dimarahin lagi!"Suara perempuan terdengar dari kejauhan."Aku mau pulang, aku takut sama kakak kamu.""Jangan tinggalin aku Ren!" "Nanti kan kita bisa main lagi." "Nggak akan bisa, aku mau pergi aja dari sini." * Renata bisa merasakan tubuhnya, tapi ia tidak memiliki tenaga untuk membuka mata. Ia bisa mendengar suara orang tuanya, ia juga bisa mendengar suara mesin dengan nada beraturan. Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu dibuka, seseorang melangkah semakin dekat dengannya. "Kondisinya stabil, kita masih harus melakukan pengecekan, semoga semuanya baik-baik saja ya Pak, Bu." Lalu terdengar langkah kaki menjauh, diiringi helaan nafas dari Ayahnya. Bagaimana caranya aku bangun? Renata berpikir begitu lama, sampai ia sendiri bosan. Ia tidak tau sudah berapa lama waktu berlalu, yang ia sadari adalah ia lelah dan mengantuk.Ada banyak suara di kepala Renata. Semuanya terdengar beris

  • Sebatas Mimpi   Pulang

    Renata merapatkan jaketnya, sejak pagi hujan turun deras. Meski sudah reda sejak ia pulang sekolah tadi siang, namun hingga sore langit masih mendung dan udara terasa dingin.Ia menghentikan motornya di depan rumah Desty.Renata ragu beberapa saat sebelum menekan bel rumah Desty. Ia melihat garasi rumah yang sebelumnya kosong, saat ini sudah terparkir dua mobil disana."Renata?" Suara Desty terdengar memanggilnya.Renata mendongak ke asal suara, ternyata Desty memanggilnya dari balkon lantai dua rumahnya."Tunggu sebentar." Desty bergegas turun.Meski masih terasa sepi, namun setidaknya tidak seseram sebelumnya saat ia menyelinap ke rumah Desty tanpa raga."Minum Ren," Desty menawarkan dengan ramah.Renata diam beberapa saat, ia berusaha memahami situasi yang saat ini terjadi. Apa yang terjadi? Mengapa Desty tiba-tiba berubah ramah padanya?"Aku rasa, kamu sudah mendengar kabar dari Dena tentang Bian?"Renata mengangguk canggung."Aku nggak bisa menyalahkan kamu, kalaupun kamu lupa te

  • Sebatas Mimpi   Kelas Tiga

    Bel sekolah berbunyi.Hari ketiga sejak Renata resmi sebagai anak kelas tiga. Semangatnya masih terasa, ia begitu riang karena Desty sudah lulus. Ia bebas. Meskipun ia masih belum bertemu Dena selama dua hari sebelumnya usai libur panjang.-"Kamu yakin berangkat tengah malam gini sendirian? Mau aku temenin nggak?" Tanya Miko cemas."Aman. Aku udah biasa juga, kamu jaga Bian aja dulu disini. Nanti kapan-kapan aku main kesini lagi.""Kapan-kapan itu kapan?" Tanya Miko jahil.Dena mendelik sambil mendirikan kopernya, usai membereskan seluruh pakaiannya."Udah ah, aku mau berangkat sekarang ke bandara, ditemenin nggak nih?""Siap bu bos, siap." Miko menarik koper Dena menuju mobil."Sempat kan ya?" Tanya Dena khawatir."Lagian kenapa nggak izin aja sih. Maksa banget mau sekolah.""Aku udah izin dua hariiii," pekik Dena gemas.Miko mengangkat tangannya menyerah sebelum perdebatan terjadi."Aku bol

  • Sebatas Mimpi   Ingatan Renata yang Hilang

    Dena merapikan pakaiannya dari koper ke lemari pakaian yang tersedia di kamar tamu. Ia akan menghabiskan sisa libur sekolahnya di Singapura bersama keluarga Miko.Suara ketukan menghentikannya, "Dena," suara Miko terdengar dari luar kamarnya."Kenapa?" Tanya Dena."Aku boleh minta tolong nggak?""Jangan yang aneh-aneh!" Dena mendelik.Miko meringis, "enggak.""Minta tolong apa?"Miko menatap Dena ragu, "kamu bisa bujuk Desty biar keluar kamar nggak?"Beberapa menit berlalu, Dena berdiri di depan pintu kamar Desty. Baru saja tangannya terangkat ingin mengetuk kamar kakak kelasnya itu."Masuk!"Suara Desty terdengar dari kamarnya.Dena memberanikan diri masuk ke kamar Desty, "kak.""Ngapain berdiri di depan kamarku?" Tanya Desty datar."Gimana kabar Kak Desty?"Desty menghembuskan napas berat, "itu aja? Kamu cuman mau nanya itu?""Sebenarnya aku mau tau cerita Bian," Dena menurunka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status