Share

Karakter Baru

Renata memperhatikan laki-laki itu dari atas sampai bawah. Ia manis dan tidak begitu asing.

 “Kamu siapa?” Tanya Renata bingung.

Penampilan laki-laki itu begitu sederhana, ia hanya memakai kaos polos, celana pendek, serta sandal jepit di kakinya. 

Bukannya menjawab pertanyaannya, laki-laki itu malah duduk di sampingnya, kemudian tersenyum sambil memandang laut biru yang terbentang luas di depan mereka.

“Udah puas nangisnya?” Tanyanya.

"Ya. Kamu siapa?” Ulangnya.

“Entahlah, aku juga nggak tahu,” jawabnya kini memandan Renata teduh.

Renata memandang laki-laki itu lama sebelum ia kembali bertanya dengan tatapan menyelidik. “Kamu ngapain disini?”

“Karena kamu menginginkan aku berada disini, Renata.” Jawabnya lembut.

“Tunggu, darimana kamu tahu namaku? Dan jika aku tidak menginginkanmu disini, apa kamu akan menghilang sekarang?” Tanya Renata lagi.

“Coba aja, kita nggak pernah tahu” Laki-laki itu mengangkat sedikit bahunya.

Renata menatap laki-laki itu lama menimbang-nimbang apa ia akan mengenyahkannya dari mimpi malam ini, atau membiarkannya saja.

“Kamu tidak mau kan?” Laki-laki itu tersenyum dengan lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin manis.

Gadis itu hanya mendengus pelan, “sok tahu!”

“Nikmati saja. Aku sudah menunggu waktu yang lama untuk bisa berbicara denganmu.”

Renata mengernyitkan dahi, “sudah menunggu waktu yang lama?”

“Ya,” balasnya tersenyum.

“Kamu ini makhluk apa sih? Kamu bukan karakter ciptaanku? Kenapa kamu bisa berada disini? Kamu makhluk halus ya?” Mata Renata melotot saat menyebutkan kalimat terakhir. Ia takut.

“Renata, jika kamu berikir seperti itu, maka ini akan menjadi bagian dari mimpi burukmu yang lain. Aku juga kurang mengerti untuk apa aku disini yang jelas aku sudah cukup lama disini, dan kehadiranmu benar-benar menolongku. Aku kesepian disini. Sebelum kamu membuat ini menjadi sebuah pedesaan dan dermaga aku terkurung di dunia yang aneh."

Alis gadis itu terangkat, “dunia seperti apa? kamu tidak akan berbuat jahat padaku kan?” Tanya Renata sedikit curiga.

“Aku akan melakukan apapun sesuai pikiranmu,” jawabnya tenang.

Renata mengangkat alisnya, pikiran jahilnya terlintas.

Tiba-tiba terdengar suara seperti benda yang tercebur. Laki-laki itu sudah tidak ada di sampingnya.

Ia menunggu, berusaha membuktikan bahwa laki-laki itu pasti tidak akan sanggup berlama-lama berada dibawah air. Tapi ini kan mimpi? Tidak mungkin seseorang terbunuh disini kan? Ia mulai ragu dengan keputusannya.

Sepuluh menit berlalu. 

"Hei! Cukup menyelamnya!"

Tak lama kemudian beriak air bermunculan, laki-laki itu muncul dan berenang menuju tepian dermaga.

“Kamu baik-baik saja?” Tanya Renata cemas.

Laki-laki itu tertawa, “apa barusan kamu mengira aku akan mati disini, Renata? Di dunia mimpi?” Tanyanya disela tertawa.

Renata berdecak kesal, kemudian menjauh dari hadapan laki-laki itu yang masih mengibas-ngibaskan rambut basahnya.

“Mau kemana? Tunggu aku!” Ia berdiri mengejar Renata, tetapi kakinya yang masih basah itu membuat tubuhnya tidak seimbang. Ia tergelincir dan akhirnya jatuh dengan bunyi yang keras.

Renata segera menengok ke belakang, mencari asal suara tersebut.

"Kau sengaja? Tega sekali!" Laki-laki itu mencoba berdiri, kemudian terpeleset lagi.

Renata tertawa saat melihat laki-laki itu hanya bisa bersungut kesal.

“Bodoh,” ejek Renata disela tawanya.

Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya, meminta bantuannya.

Renata berjalan mendekat..

-

Bunyi alarm kembali membangunkan Renata pagi itu.

Meski sedikit pusing, ia segera beranjak dari tempat tidurnya dan bersiap pergi ke sekolah.

Renata semakin bersemangat untuk mencari tahu lebih banyak tentang lucid dream. Ia bahkan berani menyelipkan ponsel dibawah buku pelajarannya untuk melakukan pencarian lebih banyak melalui internet.

Beberapa artikel yang dibaca Renata menyebutkan bahwa, sangat sulit bagi pemula untuk menciptakan karakter dalam mimpinya.

Selain itu, tidak mungkin seseorang bisa memimpikan wajah seseorang yang bahkan belum ia lihat sebelumnya di dunia nyata.

Ia benar-benar penasaran pada sosok laki-laki dalam mimpinya itu. Ia begitu fokus, hingga celaan Desty dan persoalan Haris-Siska itu berhasil teralihkan. Bahkan penjelasan guru sejarahnya pun gagal mengalihkan Renata dari pikirannya.

“Renata Sanjaya! Ulang bagian yang baru saja saya bacakan!” Kata Bu Hani tiba-tiba.

Si pemilik nama tersentak, ia sadar namanya lah yang baru saja menjadi objek perhatian seisi kelas.

Dena menggeser bukunya yang sudah diberinya garis tipis dibawah kalimat sesudah titik dalam satu paragraf akhir.

“Reaksi keras ditunjukkan pasukan tentara Jepang, saat desas-desus kemerdekaan semakin kencang terdengar. Sebagian dari mereka masih saja memperlakukan rakyat pribumi seperti budak.”

Renata berhenti membaca, setelah melihat garis tipis yang berhenti di bawah tanda titik. Sambil berdoa dalam hati bahwa yang ia baca, benar-benar yang dimaksud gurunya itu.

Tanpa berkomentar, Bu Hani kemudian melanjutkan penjelasannya.

Kali ini Renata memperhatikan sungguh-sungguh penjelasan Bu Hani, tanpa melewatkannya sedikitpun.

-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status