Renata menggenggam beberapa kerikil dalam tangan mungilnya, kemudian melempar satu per satu ke danau. Kerikil itu memantul beberapa kali di atas air sampai akhirnya tenggelam.
"Hei, kamu terlihat sangat kesepian!" Ucap Bian kecil dengan nada mengejek.
Renata mendelik, "Kamu juga!"
"Kamu betah di sini?"
"Nggak, tempat ini aneh! Tapi aku malas di rumah, sepi banget."
"Iya sih aneh, tapi di sini tenang."
"Di rumah kamu berisik?"
"Iya, banyak yang berantem!"
-
Sepasang suami istri berdiri di samping tubuh anaknya yang kini sudah begitu dewasa. Mereka menatap pasrah, entah keputusan untuk ikhlas apakah keputusan yang tepat.
Sementara pun jika anak mereka terbangun, ada kemungkinan psikologisnya tidak ikut bertumbuh seperti fisiknya.
Bian dan Renata mengelilingi area rumah sakit menghabiskan waktu agar tidak terlalu bosan menatapi tu
Dua orang perawat sibuk memindahkan seorang pasien ke dalam ruang ICU. Dokter dan perawat lainnya dengan sigap menyiapkan alat pemicu detak jantung.“Detak jantungnya melemah, Dok!” kata seorang perawat.Sementara yang kini matanya terpejam tidak mendengar suara apa-apa.Kesadarannya hilang seutuhnya.***Renata merasakan badannya terasa lemas, perlahan ada suara yang konstan terdengar. Lalu diikuti suara orang-orang berbisik pelan.Matanya berat sekali untuk dibuka, tapi ia begitu ingin melihat pemilik banyak suara yang ia kenal.“Ren,” panggil Tian khawatir.Renata akhirnya berhasil membuka matanya pelan. Dibalik alat bantu pernafasan bibirnya tersenyum.“Syukurlah kamu sudah sadar.” Kata Dena lega.Sementara Ibunya hanya bisa menangis sambil mengucapkan syukur berulang kali dan Ayahnya menghela napas lega.Kondisi Renata stabil, namun sejak perawat melaporkan kalau ada tanda pergerakan dari jari tangannya. Seluruh keluarganya dan Dena langsung berkumpul di kamar Renata dengan harap
Seorang anak perempuan berusia empat tahun menangis tanpa henti setelah terbangun dari tidurnya. Sudah dua hari orang tuanya kebingungan bagaimana cara menidurkannya. Mereka pikir wajar saja Renata kecil sering rewel seperti anak-anak seumurnya. Jadi mereka hanya membuatkan Renata kecil sebotol susu untuk menenangkannya. Tapi bukan, bukan itu. Baru saja Renata kecil kehilangan sahabatnya saat tidur. Ia menunggunya tapi tak kunjung kembali. Renata kecil sedih dan marah. Ia mencari anak itu hingga terjatuh beberapa kali. Tetapi anak itu tak membantunya berdiri. Jahat! Renata kecil mulai membencinya.-------“Renata, ayo kita main sekali lagi!” Teriak seorang anak laki-laki seumurnya.“Aku capek, mau pulang!” Balas Renata.Anak laki-laki itu tersenyum, “iya deh,” katanya mengalah. Sementara seorang anak perempuan lain sudah menunggunya di tepi taman.“Itu, kakakmu kan?” tan
“Ren, bisa kita bicara sebentar?” Haris membelai bahu Renata pelan.Setelah selesai memasukkan buku-bukunya kembali ke dalam tas, Renata mengangguk. Mereka berjalan keluar kelas.Sudah sepuluh menit sejak bel pulang berbunyi dan suasana sekolah semakin sepi. Mereka terus berjalan dalam diam melewati beberapa kelas, hingga akhirnya Haris berhenti di taman belakang sekolah.Disana ternyata sudah ada yang menunggu mereka, Siska, sahabat Renata. Ia berdiri gelisah, beberapa kali memainkan kakinya tak tenang.“Siska?” Panggil Renata heran.Siska mendongak, matanya menyiratkan kesedihan. Renata semakin tak mengerti apa yang terjadi disini.Haris menatap Renata beberapa saat. Ada yang salah, pikir Renata.Ia benar-benar mengenal Haris, ia sudah menjalin hubungan selama satu setengah tahun dan pandangan itu seperti ketika Haris telah melakukan kesalahan
-Kemampuan mengatur mimpi atau yang sering disebut sebagai Lucid Dream termasuk kedalam cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang mimpi (Oneriologi).Menjadi seorang oneironaut (pengendali mimpi) bukan sebuah hal yang mustahil. Banyak orang beranggapan bahwa orneironaut memiliki kemampuan sejak lahir, tetapi penelitian telah membuktikan dan beberapa orang telah berhasil melakukannya dengan latihan.Kunci dari lucid dream adalah konsentrasi dalam menjaga kesadaran saat tidur, sehingga mimpi dapat kita kendalikan sesuai alur yang kita kehendaki.Namun hanya sedikit orang yang berhasil saat mencobanya pertama kali, karena prosesnya sedikit menakutkan. Apalagi ketika sudah berada pada tahap sleep paralysis, yaitu keadaan dimana kita tidak bisa menggerakkan anggota tubuh.-Renata mengerjapkan matanya berulangkali, meski sulit dipercaya, tetapi lucid dream sudah berhasil menarik perhatiannya kali ini.
Berita buruk, mimpinya semalam ternyata benar-benar hampir terjadi. Tadi sore kakaknya menelepon Renata untuk memberitahu firasat adiknya itu ternyata benar. Rendy, teman satu kos Tian yang kemarin mengajaknya pergi jalan-jalan menikmati suasana malam di Bogor ternyata saat ini sedang berada di rumah sakit, kondisinya cukup parah. Setelah motornya mengalami kecelakaan dengan mobil yang melaju dari arah berlawanan kemarin malam. Renata bergidik ngeri. - Percobaan ketiga dimulai, Renata memejamkan matanya, tubuhnya mencapai relaksasi maksimal, dengan bantuan musik instrumen. Ia semakin mengantuk tetapi telinganya masih fokus. Pikirannya masih aktif, tetapi tubuhnya mulai lemas. Renata tidak bisa merasakan tubuhnya bergerak, dan kemudian cahaya terang memenuhi pandangannya. Perlahan-lahan semuanya jelas. Satu-persatu objek mulai bermunculan. Lemari kusam berada di depannya. Tempat tidur yang sedang ia tempati, pintu keluar di samping lema
Renata memperhatikan laki-laki itu dari atas sampai bawah. Ia manis dan tidak begitu asing.“Kamu siapa?” Tanya Renata bingung.Penampilan laki-laki itu begitu sederhana, ia hanya memakai kaos polos, celana pendek, serta sandal jepit di kakinya.Bukannya menjawab pertanyaannya, laki-laki itu malah duduk di sampingnya, kemudian tersenyum sambil memandang laut biru yang terbentang luas di depan mereka.“Udah puas nangisnya?” Tanyanya."Ya. Kamu siapa?” Ulangnya.“Entahlah, aku juga nggak tahu,” jawabnya kini memandan Renata teduh.Renata memandang laki-laki itu lama sebelum ia kembali
“Renata?”“Ya,” jawab Renata sambil tersenyum.“Sudah lama disini?” Tanya laki-laki itu dengan pakaian yang sama seperti kemarin.“Lumayan,” balas Renata mengalihkan pandangannya pada lautan lepas.Malam ini Renata kembali mengatur mimpinya agar bisa bertemu laki-laki itu. Masih di tempat yang sama. Dermaga yang pernah ia lihat di tayangan televisi, entah di negara bagian mana, yang jelas ia suka sekali tempat ini.“Bagaimana keadaanmu hari ini?”“Sedikit lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Aku terlalu penasaran denganmu, jadi aku lupa meladeni celaan Desty dan sikap menyebalkan romeo-juliet di kelasku.&rdqu
“Pandu?” Bisik Renata. Laki-laki itu sedang dalam posisi tiarap seperti dirinya, mereka sama-sama bersembunyi di kolong tempat tidur. Langkah kaki terdengar semakin jauh, Renata kini bisa dengan bebas berbicara walaupun masih dengan suara pelan. “Kamu darimana?” Renata bersungut kesal. Bisa-bisanya laki-laki itu meninggalkannya dalam keadaan seperti ini. “Maaf,” kata Pandu menyesal. “Tapi Renata, semuanya baik-baik saja, kamu bisa melakukan apapun disini. Termasuk melawan para Jepang itu.” Kata Pandu yakin. Renata mengangkat kedua alisnya, masih kurang yakin terhadap kemampuannya. “Coba lihat kursi di sebelah sana,” tunjuk Pandu pada sebuah kursi kayu yang bersandar pada din