#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku
1. Pacar Tak Dianggap
"Hai angin malam,
Tolong sampaikan rinduku kepadanya,
Yang berada di sana,
Sosok yang amat kucinta,
Hai sinar rembulan,
Sampaikan rasa cintaku padanya,
Untuk dia seorang,
Yang selama ini kugenggam erat,
Untuk kamu yang tengah kuperjuangkan,
Tolong jaga hubungan kita,
Tolong hargai aku sekali saja,
Karena aku tak mau kita berpisah."
Ayana Salsabila Khoirunnisa. Gadis itu menghela napas setelah mencoretkan tinta penanya di buku diary miliknya. Diliriknya handphone miliknya. Dihidupkan benda itu, lalu masuk ke dalam applikasi WhatsApp. Dia tersenyum masam, ketika spam chatting-nya masih tak direspon oleh kekasihnya. Ayana memutuskan menutup buku diary-nya. Menatap ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan waktu yang sudah larut malam. Dengan segera gadis itu merebahkan dirinya di kasur empuk miliknya. Memejamkan mata, bersiap menuju ke alam mimpi.
***
"Kak Marsel! Kak! Tunggu!"
Pekikan itu berasal dari bibir Ayana. Gadis itu tengah berlari mencoba menyusul pemuda bertubuh jangkung dengan mata lebar nan tajam. Pemuda yang selama ini sudah menjalin hubungan dengannya selama satu bulan. Marsel yang namanya terus-menerus dipanggil, berdecak sebelum membalikkan tubuhnya. Menatap malas ke arah gadis di depannya yang kini tengah mengatur napasnya yang terengah-engah. Ayana kembali menegakkan tubuhnya setelah dicukup teratur pernapasannya. Dia tersenyum manis, menatap lekat wajah tampan milik kekasihnya. Pacarnya memang tampan! Tak heran jika banyak siswi yang terang-terangan mengatakan 'cinta' atau bahkan memperjuangkannya.
"Kak Marsel kenapa cuma read chat aku doang? Kan aku khawatir sama keadaan Kakak," ucap Ayana kental dengan nada khawatir.
Marsel tak langsung menjawab. Pemuda itu terlebih dahulu menatap tajam gadisnya. Oh, ayolah. Dia muak dengan gadis itu. Jika saja bukan karena perintah sang papa, dia tidak akan mau berdekatan dengan Ayana bahkan untuk menjalin hubungan dengannya. Marsel melipat kedua tangannya, angkuh.
"Gak penting!" ketusnya.
Ayana melongo. Bahkan dia sampai membenarkan kacamata bulatnya. Kaca mata itu hanya sebagai aksesoris semata, bukan kacamata khusus pengidap mata kabur. Gadis itu masih menatap tak percaya kepergian kekasihnya. Marsel meninggalkannya setelah mengatakan itu? Ayana mengerjap ketika dia mulai tersadar bahwa dirinya menjadi topik pembicaraan di pagi hari ini. Ck, dasar mulut-mulut kurang kerjaan.
Ayana kembali melangkah. Langkahnya begitu cepat. Bukan karena dia kesal atau sakit hati mendengar cibiran mereka. Tetapi, dia akan menuju ke kelas Marsel terlebih dahulu sebelum pergi ke kelasnya yang jaraknya cukup jauh. Bukan tanpa alasan dia pergi ke sana. Dia akan meletakkan bekal yang dia bawa untuk Marsel di laci meja pemuda itu. Ayana tersenyum ketika mendapati sapaan dari seorang pemuda yang duduk di samping bangku kekasihnya. Aleron, salah satu sahabat Marsel. Pemuda itu juga menjadi ketua kelas di kelas Xll IPS 3. Pintar, baik hati, lembut, romantis. Ah, bukankah dia berbeda sekali dengan pacarnya yang angkuh, kasar, dan tentunya tidak romantis. Andai saja hatinya mencintai pemuda di depannya, sudah dipastikan dia akan bahagia bersama Ale. Tapi, sekali lagi. Siapa yang bisa mengatur sebuah cinta yang datang tanpa aba-aba?
"Nganterin makan lagi, Ay?" tanya Ale berbasa-basi. Tentu saja pemuda itu hapal akan aktivitas sehari-hari gadis sahabatnya itu. Selalu membawakan bekal untuk Marsel, walau tak pernah disentuh oleh pemuda itu.
"Iya, Kak Ale." Ayana tersenyum. Gadis itu yang tak sengaja melihat setumpuk kertas yang digenggam oleh Ale pun mengernyit.
"Itu apa, Kak?" tanya Ayana sopan.
Ale menunduk. Mengikuti arah pandang Ayana yang rupanya tertuju pada beberapa lembar kertas yang dia genggam. Pemuda itu tersenyum lalu menjawab, "Tugas yang akan akan dikumpulkan nanti, Ay."
Ayana mengangguk paham. Dia meletakkan bekal yang masih dia genggam ke dalam laci meja Marsel. Tak lupa, sebotol air mineral juga dia masukkan ke dalamnya. Bukankah gadis itu sangat pengertian? Ale hanya bisa menggeleng pelan. Dia sebenarnya cukup prihatin akan gadis itu. Dia tahu bagaimana sikap sahabatnya terhadap Ayana yang jauh dari kata baik. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, sahabatnya juga sering kali melemparkan kalimat pedas kepada gadisnya dan berujung dengan senyuman miris yang terbit di bibir Ayana. Melihat Ayana yang berbalik, Ale segera melemparkan arah pandangnya. Kembali menatap satu persatu selembar kertas di depannya.
"Um, Kak. Kak Marsel udah ngerjain belum?"
Ale mengernyit. "Kayaknya sih belum," jawabnya.
Tampak Ayana menghela napas. "Tugas apa, Kak? Halaman?" tanyanya bertubi-tubi.
"Lo mau ngerjain buat dia, Ay?" tanya Ale cukup terkejut.
Ayana mengangguk mantap. Dia akan mencoba menjadi pacar yang baik dan pengertian. Dengan melakukan ini, siapa tahu Marsel akan menganggapnya ada bukan? Atau, bisa saja pemuda itu akan mulai lembut dengannya. Tidak masalah bukan jika dia berusaha?
"Iya, Kak."
"Tapi, lo kan anak IPA bukan IPS," celetuk Ale.
Ayana tersenyum tipis. "InsyaAllah, bisa," balasnya.
Ale hanya menganggukkan kepala saja. Dia memberitahukan tugas apa yang harus dikerjakan. Ayana tersenyum lega, setidaknya dia sedikit paham tentang sosiologi. Dengan cekatan, gadis itu mulai menjawab satu persatu soal yang cukup sulit. Walau tingkatan kelasnya dengan Marsel berbeda satu tingkat, tetapi gadis itu terlihat tak keberatan dalam menjawab soal-soal kelas yang lebih tinggi darinya. Zewa yang masuk ke kelas pun dibuat bungkam dengan aksi tersebut. Pemuda itu baru saja dari kantin untuk mengganjal perutnya. Dia juga merupakan sahabat dekat Marsel selama ini.
Zewa dan Ale saling pandang sebelum dengan bersamaan keduanya mengembuskan napas panjang. Heran dengan pemikiran sahabat mereka. Seharusnya Marsel bersyukur memiliki gadis seperti Ayana. Perhatian, baik, pintar, cantik. Kurang apa coba? Zewa duduk di depan Ayana. Membuat gadis itu mendongak sesaat dan menyapa pemuda itu dengan senyuman manisnya. Ayana memang sudah dekat dengan keduanya, jadi tidak heran jika gadis itu tak merasa gugup lagi.
"Rajinnya pacar sahabat aing," puji Zewa membuat Ayana tersenyum simpul.
Ale mencebik, "Gak kek lo. Nyontek terus."
Zewa yang mendengar itu melotot. Dia cukup tidak terima dengan ucapan sahabatnya yang satu itu. Ya, walaupun memang benar dia mencontek tadi pagi. Tetapi, setidaknya dia sudah berusaha! Ya, berusaha mencari contekan maksudnya!
Ayana ikut terkekeh. Gadis itu menatap sekali lagi jawabannya. Setelah dirasa cukup, diserahkannya jawabannya kepada Ale. Ale menerimanya, sesekali pemuda itu menatap ke jawaban gadis itu. Dia cukup terkesima dengan itu. Bahkan, soal yang cukup sulit menurutnya, gadis itu bisa menjawabnya tanpa merasa kesulitan. Sungguh luar biasa.
"Pinter banget sih lo, Ay," puji Zewa yang juga mengintip melihat jawaban gadis itu. Ayana hanya terkekeh pelan.
Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi. Membuat gadis itu harus segera pergi ke kelasnya. Setelah berpamitan dengan kedua sahabat kekasihnya, dia segera berlari kecil untuk segera sampai di ruang kelasnya. Sedangkan, Marsel. Pemuda itu berlari kencang ketika menyadari bahwa dirinya belum mengerjakan tugas rumahnya. Di koridor kelas, tanpa sengaja dia melihat Ale yang tengah berjalan dengan membawa setumpuk kertas.
"Ale! Woi!" teriaknya.
Ale mendongak, menatap sahabatnya yang tengah berlari ke arahnya. Baju keluar, rambut berantakan, dasi terikat di dahi. Memang sudah menjadi penampilan sehari-hari dari seorang Marsel Anggara Saputra.
"Gue nyontek dong!" pinta Marsel.
Ale memutar bola matanya jengah. "Udah dikerjain," ketusnya.
Jawaban dari Ale membuat Marsel tersenyum lega. "Thanks ya!" ujarnya seraya menepuk bahu pemuda itu.
"Makasihnya ke pacar lo sono," sungut Ale.
Marsel mengernyit. "Maksud lo?" tanyanya kurang paham.
"Bego! Makanya kalau punya otak dipake. Ayana tadi yang ngerjain tugas lo!" kesal Ale. Setelah mengatakan itu, Ale segera melangkah menjauh. Dia jadi cukup kesal dengan sikap sahabatnya itu, yang menurutnya cukup bodoh! Sedangkan, Marsel? Pemuda itu hanya mengedikkan bahunya acuh.
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku2. Mesin OtakPagi ini, Marsel datang lebih awal. Bukan tanpa alasan, pemuda itu berniat ingin numpang tidur sejenak sebelum mengikuti jam pelajaran nantinya. Semalaman dia tak bisa tidur dikarenakan Keyla-sang adik terus saja menangis meminta mainan. Setelah memarkirkan sepeda motornya, pemuda itu melangkah dengan gontai. Sesekali, dia menguap lebar. Tetapi, langkahnya harus berhenti ketika seorang gadis menghadang jalannya. Siapa lagi kalau bukan, Ayana?"Minggir!" ketus Marsel.Ayana tak menyerah. Dia terus menghadang jalan sang kekasih. Dengan senyumannya dia mengulurkan sebuah kotak makan kepada Marsel. Marsel hanya menatap malas bekal itu. Dengan kasar, ditepisnya kotak makan itu. Membuatnya berserakan di lantai. Ayana hanya menunduk. Senyumannya pun hilang tergantikan dengan bibir yang tertutup rapat."Jangan mimpi gue mau makan makanan
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku3. FlashbackSatu bulan yang lalu. Saat itu kehidupan Marsel masih dapat dikatakan baik-baik saja. Pemuda itu pun terkenal akan keramahannya. Murah senyum, suka menolong, baik. Hanya satu saja kekurangannya. Dia tidak cukup terlalu unggul dalam kemampuan otak. Hampir tiap hari semua pekerjaan dia kerjakan dari hasil menyontek. Jikalau tidak, maka nilainya akan kurang dari angka enam puluh.Saat itu, dia tengah duduk bersama kedua sahabatnya, Ale dan Zewa di kelasnya. Mereka bertiga tertawa bersama saat mendengarkan cerita yang Zewa ceritakan. Ya, humor mereka sangat recjeh. Tetapi, semua sikap Marsel berubah seratus delapan puluh derajat ketika Ayana, si gadis pandai-kebanggaan SMA Merdeka ini, tiba-tiba masuk ke dalam kehidupannya. Masih asik-asiknya mengobrol, panggilan yang ditujukan untuk Marsel terdengar nyaring di alat pemberitahuan yang terhubung di ruang kantor."Untuk Marsel Angg
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku4. MasalahMarsel menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk miliknya. Menatap langit-langit kamar. Pikirannya berkelana. Sepertinya dia menyesal telah melakukan kurang ajar kepada Ayana tadi pagi. Bahkan, kalimatnya sungguh sangat pedas. Ah, dia jadi memikirkan bagaimana kondisi gadis itu? Dia mengacak rambutnya kesal. Meraih handphone miliknya dan akan berencana menelepon gadis itu. Tetapi, belum sempat dia memencet tombol hijau untuk memulai teleponan mereka. Tubuhnya sudah terlebih dahulu terbentur tembok dengan cukup keras.Marsel meringis ketika merasakan sakit yang teramat di punggungnya. Dia menatap sang ayah yang rupanya pelaku dari itu semua. Mata Putra tampak jelas menampakkan akan kemarahan dan Mars tahu apa alasannya. Sudah dipastikan tidak jauh dari Ayana. Belum sempat Marsel mengeluarkan suaranya. Putra kembali membenturkan tubuh putranya itu dengan keras. Membuat Mars terpekik. Pekikan itu
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku5. Berubah?"Udah denger belum, kemarin Kak Marsel bilang kalau Ayana cuma permainannya doang lho.""Masa sih?""Iya. Berita itu udah kesebar luas.""Kasihan ya.""Ngapain kasihan, dianya aja yang kepedean."Ayana hanya bisa menunduk dalam. Langkahnya yang gontai membuatnya harus lebih lama mendengarkan kalimat-kalimat pedas itu. Banyak tatapan mata tertuju ke arahnya. Hingga tanpa sengaja dia melihat sepasang sepatu yang berdiri di hadapannya. Dia mendongak dan menemukan Jasmin dan kedua sahabatnya. Ayana semakin menciut ketika melihat seringai dari ketiganya. Tubuhnya pun sudah membunyikan alarm berbahaya kepadanya. Percayalah, sekarang dia tahu apa yang akan mereka lakukan kepadanya."Nah ini dia si gadis menyedihkan itu, Gaes. Iya sih, diangkat jadi pacar. Tapi sayang, cuma dijadiin boneka doang.
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku6. Kemarahan VanyaAyana terlonjak kaget. Gadis itu mengerjapkan matanya, seraya menatap gadis yang terlihat amat marah di depannya. Gadis itu adalah kakak kelasnya dan juga merupakan teman sekelas kekasihnya, Marsel. Entah mengapa, perasaan menjadi tidak enak, terlebih ketika melihat Vanya menatapnya nyalang penuh kebencian. Semua mata kini menatap ke arah meja Ayana, Zewa, dan Ale."Lo apa-apaan sih! Buat kaget aja," ketus Zewa."PMS kali," gumam Ale.Sedangkan Vanya melotot. Menatap tajam ke arah kedua pemuda di depannya yang hanya dibalas dengan tatapan malas oleh Ale dan Zewa. Keduanya sudah biasa menghadapi tingkah gadis itu. Melupakan semua ucapan kedua teman satu kelasnya, Vanya kini beralih menatap gadis yang tengah menatapnya bingung. Tanpa aba-aba, Vanya menjambak rambut panjang milik Ayana. Membuat sang empu menjerit dan langsung berdiri karena jambakan
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku7. Jalan BarengDi sebuah kamar yang tidak terlalu besar, seorang gadis berbaring di atas kasurnya seraya menatap langit-langit kamarnya. Senyum terus saja terukir di wajahnya. Kejadian tadi pagi berhasil membuat hatinya uang semula hancur kembali menghangat. Sikap Marsel membuatnya kembali mengurungkan niatnya untuk menyudahi hubungannya dengan kekasihnya itu. Ayana berguling ke kanan, menjadikan posisinya berubah menjadi tengkurap. Dia menggigit bantal gulingnya ketika tidak bisa menahan kebahagiaannya yang terlalu menggebu."Kak Mars romantis banget tadi, ya ampun!" pekik gadis itu tertahan. Dia tidak mau mengganggu ketenangan sang ibu.Sebuah notifikasi pada handphone-nya membuat Ayana menoleh. Menatap layar handphone-nya, yang menunjukkan sebuah pesan dari Mars. Dengan semangat gadis itu membaca pesan itu. Senyumannya semakin mengembang ketika mendapati sang kekasih sudah berad
Sebatas PERMAINAN Pacarku8. Ingkar JanjiDi depan rumah, Ayana tengah menunggu kehadiran Marsel. Kemarin malam, pemuda itu berjanji akan menjemputnya dan berangkat bersama ke sekolah. Senyuman manis setia menghiasi wajah gadis itu. Dengan sabar dia menunggu. Sesekali menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan apakah kekasihnya sudah segera sampai. Tetapi, sudah setengah jam sosok yang ditunggu-tunggu belum juga terlihat.Ayana mulai cemas. Sebab, lima belas menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Dengan segera dia mengambil handphone-nya, mencoba menghubungi Marsel. Sudah berulang kali, tapi tak kunjung mendapat balasan. Bahkan, untuk yang terakhir kalinya, telepon itu sengaja ditutup. Membuat Ayana terdiam. Pikirannya mulai menjelajah. Sibuk. Satu kata yang tiba-tiba datang di pikirannya. Ayana tersadar dari keterdiamannya, ketika melihat dia tidak memiliki banyak waktu lagi. Terlebih, jarak antara rumahnya dan sekolahnya cukup ja
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku9. Murahan?"Cinta memang membodohkan, kepintaran seseorang seketika hilang. Karena memang nyatanya sebuah rasa tidak lagi menggunakan logika melainkan perasaan."_Ayana_Langkah Ayana semakin cepat. Kini tujuannya adalah kantin sekolah. Menemui kekasihnya yang sudah dipastikan berada di sana bersama kedua sahabatnya. Dia ingin segera menyelesaikan kesalahpahaman tadi pagi. Dia tidak mau Marsel memikirkan tentang dirinya yang tidak-tidak. Tidak memperdulikan tatapan tajam dari para kaum hawa, gadis itu terus melangkah. Langkahnya berangsur-angsur pelan, ketika melihat sang kekasih tengah duduk bersama kedua sahabatnya. Marsel tampak sibuk dengan benda pipihnya.Ale yang menyadari kehadiran Ayana sontak menyikut pelan tubuh Marsel. Membuat pemuda yang duduk di sampingnya berdecak dan segera menoleh ke arah Ale. Ale yang melihat itu pun menunj