#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku
5. Berubah?
"Udah denger belum, kemarin Kak Marsel bilang kalau Ayana cuma permainannya doang lho."
"Masa sih?"
"Iya. Berita itu udah kesebar luas."
"Kasihan ya."
"Ngapain kasihan, dianya aja yang kepedean."
Ayana hanya bisa menunduk dalam. Langkahnya yang gontai membuatnya harus lebih lama mendengarkan kalimat-kalimat pedas itu. Banyak tatapan mata tertuju ke arahnya. Hingga tanpa sengaja dia melihat sepasang sepatu yang berdiri di hadapannya. Dia mendongak dan menemukan Jasmin dan kedua sahabatnya. Ayana semakin menciut ketika melihat seringai dari ketiganya. Tubuhnya pun sudah membunyikan alarm berbahaya kepadanya. Percayalah, sekarang dia tahu apa yang akan mereka lakukan kepadanya.
"Nah ini dia si gadis menyedihkan itu, Gaes. Iya sih, diangkat jadi pacar. Tapi sayang, cuma dijadiin boneka doang. Hahaha!"
Ayana memejamkan kedua matanya erat-erat. Kedua tangannya meremas ujung roknya. Mati-matian dia menahan tangisnya. Sedangkan, Jasmin yang melihat korbannya tak berkutik pun semakin gencar melakukan aksinya. Bahkan, tak ayal kalimat gadis itu sesekali mendapatkan sorakan sepakat dari para murid lainnya yang menyaksikan. Membuat hati Ayana semakin tersayat. Tidak ada yang bisa dia harapkan sekarang. Ayana tidak memiliki satu saja teman. Pacar? Jangan mengharapkan cowok berengsek itu! Sudah dipastikan dia juga tengah tertawa, bahagia melihatnya terlihat kacau seperti ini.
"Uluh-uluh, saran dari gue nih. Lo putusin aja deh si Marsel, biar gue yang gantiin lo. Kan, kasihan juga hati lo lama-lama, cuma dijadiin mainan doang." Ayana masih diam. Gadis itu senantiasa mendengarkan kalimat pedas Jasmin dan kedua sahabatnya, tanpa ada niat mengelaknya.
"Kata siapa dia mainan gue hah?!"
Suara dingin itu terdengar nyaring. Membuat suasana menegang. Kehadiran Marsel tidak pernah mereka duga. Bukankah sangat mustahil jika Marsel akan membela gadis yang bahkan dibuang di depan orang-orang kemarin? Lalu, sekarang? Drama apa lagi ini? Bukannya bersyukur, Ayana malah semakin terisak. Dia bingung dengan apa yang diinginkan oleh kekasihnya itu.
Jasmin yang melihat cowok yang dia kejar-kejar selama ini datang, tersenyum manis. Mendekat ke arah Marsel dan langsung bergelayut manja di lengan kekar pemuda itu. Membuat Marsel berdecih. Dengan kasar dia menepis lengan Jasmin, membuat gadis itu mengaduh kesakitan. Marsel beralih menatap Ayana yang masih setia menunduk. Perlahan dia mendekat. Berjongkok di depannya seraya meletakkan rambut gadis itu yang menutup wajah cantiknya ke belakang. Menunjukkan wajah sembab gadis itu.
"Don't cry, please. Ada gue di sini buat jagain lo. Sorry soal kemarin ya?" Marsel tersenyum manis. Ayana yang mendengar itu mendongak. Sedangkan orang-orang yang menyaksikan hanya bisa membelalakkan kedua matanya, terkejut.
Setelah mengatakan itu. Marsel kembali bangkit. Menatap tajam ke arah Jasmin dan kedua antek-anteknya yang masih terkejut. Pemuda itu mendesis seraya mengepalkan kedua tangannya. Siapa pun yang melihat Marsel sekarang sudah dipastikan bergemetar, ketakutan. Pemuda itu pun juga menatap ke sekeliling, yang langsung menunduk ketika mendapatkan tatapan tajam darinya.
"Siapapun yang ganggu milik gue! Bakal dapat akibatnya! Gue gak main-main!" tegasnya.
Jasmin mendongak, dengan terbata-bata dia berkata, "Bu-bukannya kamu udah putusin dia, Mars?"
Marsel kembali menatap Jasmin. "Gue gak pernah ngucapin kata 'putus' kemarin! So, Ayana masih punya gue!"
Tidak ada lagi yang berani bersuara. Melihat itu, Mars tersenyum sinis. Lalu, tanpa aba-aba menggendong Ayana secara bridal style, membuat gadis itu terpekik. Melangkah lebar, membawa gadisnya menjauh dari tempat itu. Ayana hanya bisa menurut. Dia mengalungkan kedua tangannya di leher Marsel dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang pemuda itu. Percayalah dia malu bercampur tidak percaya bahwa Marsel akan menggendongnya di depan banyak murid seperti tadi.
'Ya, Tuhan. Tolong, jantung Ay mau copot!'
Setelah sampai di depan salah satu bilik kamar mandi perempuan, Marsel menurunkan tubuh Ayana perlahan. Gadis itu sudah tidak lagi terisak. Walau begitu, wajahnya masih terlihat kacau. Marsel dan Ayana saling diam. Melihat gadis di depannya belum masuk untuk mencuci wajahnya membuat Marsel mengembuskan napasnya pelan. Tidak sadarkah gadis itu bahwa dirinya sudah menahan malu sejak pertama masuk ke ruangan itu. Ayolah, kini banyak siswi yang menatap ke arahnya.
"Kenapa belum masuk? Cuci mukamu, Ay." Marsel dibuat greget sendiri oleh kekasihnya itu. Sedangkan Ayana? Gadis itu mengangguk cepat dan segera masuk ke dalam bilik.
Marsel memilih bersandar ke dinding seraya menunggu gadisnya keluar. Gadisnya? Ah, dia jadi sedikit canggung untuk mengklaim gadis itu sebagai gadisnya. Bukankah kelakuannya kemarin sungguh diluar batas? Lalu, masih pantaskah dia mengakui sebagai pemilik Ayana? Untuk menghilangkan rasa bosan. Mars memainkan handphone-nya, entah mengapa gadis itu sangat lama di dalam. Status yang mengatakan bahwa kejadian yang Mars lakukan tadi pagi begitu ramai di media sosial. Pemuda itu tidak ambil pusing. Mendengar pintu di depannya terbuka, Marsel mendongak. Menatap Ayana yang sudah terlihat lebih segar daripada sebelumnya.
"Udah?" tanya Mars sekadar basa-basi. Ayana mengangguk seraya tersenyum.
"Kalau begitu, temani aku sarapan. Tidak ada bantahan!" ujar Mars cepat ketika melihat bibir gadis itu terbuka dan ia yakini akan menolak perintahnya. Melihat bibir Ayana yang langsung terkantup rapat karena ucapannya barusan membuat Marsel tersenyum. Digandengnya lengan gadis itu dengan lembut. Melangkah beriringan menuju ke kantin sekolah.
"Ternyata berita itu benar?"
"Halah, palingan juga drama doang."
"Bagus deh kalau baikkan, kan kasihan Kak Ayananya."
Ayana terus menunduk. Hingga dia merasa ada lengan kekar yang melingkar di perutnya. Membuat gadis itu mendongak, mendapati Marsel yang tersenyum seraya mencoba mengatakan bahwa semuanya baik-baik aja. Ayana hanya mengangguk ragu lalu menatap lurus ke depan. Keduanya memasuki kantin yang begitu ramai. Marsel menarik lengan Ayana dan segera menuju ke meja di mana Ale dan Zewa duduk. Keduanya langsung heboh, bahkan Zewa sampai memukul meja seraya bersiul menyambut kedua sejoli itu.
"Cie, yang kemarin berantem sekarang udah akur ae," ledek Ale.
"Kayaknya kemarin ada yang bilang, 'Ambil aja! Gratis buat kalian!'." Zewa pun ikut meledek.
Ayana hanya tersenyum canggung. Sedangkan Marsel mendelik kesal kepada kedua sahabatnya uang sudah asik terbahak. Marsel menarik lembut lengan Ayana agar duduk di samping dirinya. Membuat gadis itu tersenyum senang. Apakah Marsel sudah berubah? Tetapi, setengah dari hatinya masih ragu. Apakah ini hanya drama juga? Ayana menggelengkan kepalanya pelan, mencoba mengusir pikiran buruk itu. Membuat Marsel menatap khawatir kepadanya.
"Kamu kenapa? Pusing?" tanya Marsel lembut.
"Enggak papa kok, Kak." Ayana tersenyum manis.
"Aduduh, senyumannya buat hati abang meleleh, Dek," celetuk Zewa yang berhasil membuat Marsel mendengus.
Marsel bangkit dari duduknya hendak memesan makanan. Sebelumnya dia sudah mencoba menawarkan makanan kepada gadisnya, tetapi Ayana hanya menjawab es jeruk saja. Mau tak mau Marsel mengangguk saja. Dia tidak mau membuat gadisnya tak nyaman karena sifatnya yang keras. Sepeninggal Marsel, Ayana, Ale, dan Zewa larut dalam candaan mereka bertiga. Dari kejauhan sesekali Marsel menatap ke arah mereka, tepatnya ke arah gadisnya. Tersenyum penuh arti. Hingga semuanya berubah ketika seseorang datang dan menggebrak meja yang diduduki Ayana, Zewa, dan Ale.
"Parasit harus dibasmi!"
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku6. Kemarahan VanyaAyana terlonjak kaget. Gadis itu mengerjapkan matanya, seraya menatap gadis yang terlihat amat marah di depannya. Gadis itu adalah kakak kelasnya dan juga merupakan teman sekelas kekasihnya, Marsel. Entah mengapa, perasaan menjadi tidak enak, terlebih ketika melihat Vanya menatapnya nyalang penuh kebencian. Semua mata kini menatap ke arah meja Ayana, Zewa, dan Ale."Lo apa-apaan sih! Buat kaget aja," ketus Zewa."PMS kali," gumam Ale.Sedangkan Vanya melotot. Menatap tajam ke arah kedua pemuda di depannya yang hanya dibalas dengan tatapan malas oleh Ale dan Zewa. Keduanya sudah biasa menghadapi tingkah gadis itu. Melupakan semua ucapan kedua teman satu kelasnya, Vanya kini beralih menatap gadis yang tengah menatapnya bingung. Tanpa aba-aba, Vanya menjambak rambut panjang milik Ayana. Membuat sang empu menjerit dan langsung berdiri karena jambakan
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku7. Jalan BarengDi sebuah kamar yang tidak terlalu besar, seorang gadis berbaring di atas kasurnya seraya menatap langit-langit kamarnya. Senyum terus saja terukir di wajahnya. Kejadian tadi pagi berhasil membuat hatinya uang semula hancur kembali menghangat. Sikap Marsel membuatnya kembali mengurungkan niatnya untuk menyudahi hubungannya dengan kekasihnya itu. Ayana berguling ke kanan, menjadikan posisinya berubah menjadi tengkurap. Dia menggigit bantal gulingnya ketika tidak bisa menahan kebahagiaannya yang terlalu menggebu."Kak Mars romantis banget tadi, ya ampun!" pekik gadis itu tertahan. Dia tidak mau mengganggu ketenangan sang ibu.Sebuah notifikasi pada handphone-nya membuat Ayana menoleh. Menatap layar handphone-nya, yang menunjukkan sebuah pesan dari Mars. Dengan semangat gadis itu membaca pesan itu. Senyumannya semakin mengembang ketika mendapati sang kekasih sudah berad
Sebatas PERMAINAN Pacarku8. Ingkar JanjiDi depan rumah, Ayana tengah menunggu kehadiran Marsel. Kemarin malam, pemuda itu berjanji akan menjemputnya dan berangkat bersama ke sekolah. Senyuman manis setia menghiasi wajah gadis itu. Dengan sabar dia menunggu. Sesekali menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan apakah kekasihnya sudah segera sampai. Tetapi, sudah setengah jam sosok yang ditunggu-tunggu belum juga terlihat.Ayana mulai cemas. Sebab, lima belas menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Dengan segera dia mengambil handphone-nya, mencoba menghubungi Marsel. Sudah berulang kali, tapi tak kunjung mendapat balasan. Bahkan, untuk yang terakhir kalinya, telepon itu sengaja ditutup. Membuat Ayana terdiam. Pikirannya mulai menjelajah. Sibuk. Satu kata yang tiba-tiba datang di pikirannya. Ayana tersadar dari keterdiamannya, ketika melihat dia tidak memiliki banyak waktu lagi. Terlebih, jarak antara rumahnya dan sekolahnya cukup ja
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku9. Murahan?"Cinta memang membodohkan, kepintaran seseorang seketika hilang. Karena memang nyatanya sebuah rasa tidak lagi menggunakan logika melainkan perasaan."_Ayana_Langkah Ayana semakin cepat. Kini tujuannya adalah kantin sekolah. Menemui kekasihnya yang sudah dipastikan berada di sana bersama kedua sahabatnya. Dia ingin segera menyelesaikan kesalahpahaman tadi pagi. Dia tidak mau Marsel memikirkan tentang dirinya yang tidak-tidak. Tidak memperdulikan tatapan tajam dari para kaum hawa, gadis itu terus melangkah. Langkahnya berangsur-angsur pelan, ketika melihat sang kekasih tengah duduk bersama kedua sahabatnya. Marsel tampak sibuk dengan benda pipihnya.Ale yang menyadari kehadiran Ayana sontak menyikut pelan tubuh Marsel. Membuat pemuda yang duduk di sampingnya berdecak dan segera menoleh ke arah Ale. Ale yang melihat itu pun menunj
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku10. Jaga JarakSatu minggu Ayana harus menelan pahit kemesraan Marsel dengan Vanya. Keduanya tampak tertawa bahagia, melupakan dirinya yang masih berstatus sebagai kekasih Marsel. Mereka begitu tenang, seperti tidak memikirkan bagaimana kondisinya kini. Ayana hanya bisa menunduk ketika melewati keduanya. Genggamannya pada setumpuk buku di tangannya semakin erat. Hatinya sakit. Napasnya tercekat. Ketika melihat sang kekasih tidak menyapanya, bahkan untuk menoleh.Dia menahan isaknya. Menatap nanar punggung Marsel yang mulai menjauh bersama Vanya. Untung saja di koridor tersebut sepi. Membuatnya tidak akan mendengarkan tawa menyebalkan dari para siswa-siswi lainnya. Ayana mendongak, mencoba menahan air matanya yang hampir keluar begitu saja. Menghirup udara panjang lalu mengembuskannya pelan. Cukup membantu, sebelum dia kembali menuju ke tempat tujuannya.Kantor terlihat sepi. Ayana mencoba
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku11. Fitnah"Tanpa kepercayaan, berapa lama pun suatu hubungan terjalin semuanya tidak ada artinya."***Plak!Sebuah tamparan yang amat keras, berhasil mendarat di pipi kanan Ayana. Gadis yang masih menggunakan seragam sekolahnya itu menoleh. Meringis tertahan. Dia menatap tidak percaya dengan apa yang sang ibu lakukan. Sedangkan Erin menatap tangan kanannya nanar. Tetapi itu hanya sesaat. Perempuan paruh baya itu kembali memasang wajah marahnya. Ayana tidak tahu apa alasan ibunya menamparnya, bahkan terlihat marah seperti ini. Dia baru saja pulang sekolah. Tapi, apa?"Ibu?" Panggil Ayana pelan. Ditatapnya manik mata sang ibu."Kau!" Erin menunjuk putrinya. Tangannya bergetar menahan amarah. "Dasar pembuat malu saja!" lanjutnya kesal.Ayana menatap ke sekeliling. Di luar pagar rumahnya, terdapat beberapa orang-oran
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku12. FarezPintu kelas Ayana diketuk oleh seseorang. Membuat seisi kelas dengan serempak menoleh. Mendapati seorang pemuda dengan wajah datarnya. Semua murid mulai berbisik-bisik akan kehadiran salah satu most wanted di sekolah ini. Seorang pemuda yang digadang-gadang memiliki kelainan karena tidak pernah terlihat berbaur dengan seorang wanita selama ini. Berbeda dengan Ayana yang mengernyitkan dahi. Dia tidak mengenali pemuda itu. Bahkan seingatnya dia tidak pernah bertemu dengan pemuda itu selama bersekolah di sini."Ayana." Satu kata yang keluar dari bibir pemuda itu. Membuat suasana semakin gaduh. Terlebih baru saja beberapa jam yang lalu Ayana diputuskan oleh Marsel.Ayana menunjukkan dirinya sendiri seraya berucap 'Aku?' dengan wajah bingungnya. Mendapatkan anggukan dari sang pemuda, gadis itu mulai bangkit dan meminta izin kepada guru yang tengah mengajarnya. Kini keduanya berjalan
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku13. BercabangJam dinding sudah menunjuk pukul sebelas malam, tetapi seorang pemuda masih belum jua masuk ke alam mimpinya. Dia terus berguling-guling ke sana-kemari mencoba memejamkan matanya. Tetapi, kejadian tadi pagi membuatnya merasa tidak tenang. Entah apa yang dia rasakan. Ada rasa takut, kesal, dan argh, entahlah. Semuanya tampak bercabang. Marsel menghempaskan selimutnya kesal. Dia beranjak menuju ke balkon rumahnya. Mengambil salah satu batang rokok dan mulai menyesapnya. Dia tidak peduli jika nanti ketahuan orang tuanya. Dia hanya ingin menenangkan pikirannya. Ya, dengan merokok. Dengan tenangnya dia menghembuskan asap rokoknya. Sesekali menatap ke langit. Ada sesuatu yang hilang. Tapi apa? Bayangan Ayana dengan sosok yang dia benci terus saja terlintas. Membuatnya kesal setengah mati."Apa yang direncanain, Farez?" monolognya. Dia terus saja menghisap rokoknya seraya memikirka