Share

4). Malam Pertama

***

'Aludra berangkat abis maghrib, dadakan banget. Mama heran deh dia kaya semangat gitu, padahal dia kan mageran. Aneh ya, Lu?'

Duduk di closet sejak sepuluh menit yang lalu, Aludra terus memikirkan ucapan Aurora tadi saat pesta resepsi.

Malam ini semuanya selesai. Pesta resepsi usai pukul sepuluh malam, Aludra kembali ke kamar hotel untuk berisitirahat. Jika semalam dia tidur bersama Alula, maka malam ini dia akan tidur dengan Arka—suami saudaranya.

Aludra benar-benar harus mempersiapkan diri. Alula sudah pergi, dan mau tak mau dia harus mulai menjalani kehidupan barunya sebagai Alula dan semuanya dimulai dengan malam pertama yang akan terjadi sebentar lagi.

"Alula, kamu di mana?"

Terkesiap, pandangan Alula langsung tertuju ke arah pintu kamar mandi ketika suara Arka terdengar dari dalam kamar. Setelah pesta selesai, memang hanya Aludra yang langsung ke kamar untuk melepaskan semua riasan, karena Arka harus menemui anggota keluarganya yang besok akan langsung pulang ke Bandung.

"Di sini," jawab Aludra. Entah kenapa, jantungnya kini berdegup lebih kencang. Aludra takut. Dia sangat tak siap menghadapi malam pertamanya dan Arka karena memang sebelumnya dia tak menyiapkan apapun. Harus bagaimanakah dia sekarang?

"Kamar mandi?"

"Iya."

"Lagi apa?" tanya Arka.

Di tengah ketegangan yang dia rasakan, Aludra mendelik. "Menurut kamu di kamar mandi lagi apa? Main bola?" tanyanya.

Beranjak, dia merapikan piyama satin abunya sebelum melangkah menuju pintu lalu membukanya. Di dalam kamar, Arka masih berdiri dengan tuxedonya.

"Udah mandi?" tanya Arka.

"Udah tadi pagi," jawab Aludra apa adanya.

"Barusan enggak mandi?" tanya Arka lagi.

"Enggak," jawab Aludra singkat. Setelah pemikiran panjang, dia akhirnya mengambil keputusan untuk bersikap judes pada Arka agar laki-laki itu segan mengajaknya melakukan sesuatu di malam pertama mereka, atau lebih tepatnya malam pertama Alula karena sekali lagi, Aludra hanyalah pemeran pengganti yang tugasnya menjaga Arka selama Alula sekolah.

Itu berarti, Aludra tak boleh melakukan apapun dengan Arka, karena secara agama, dia tak memiliki ikatan apapun dengan Arka dan bukankah dua orang yang tak memiliki ikatan tidak boleh melakukan apapun yang berlebihan termasuk bercinta?

Ah, setelah ini sepertinya Aludra harus memutar otak untuk menolak ketika Arka nanti meminta jatah padanya. Dua tahun, Arka harus tahan dua tahun tak melakukan hubungan dengan dirinya karena yang harus melayani Arka di ranjang, tetaplah Alula—istri sahnya secara hukum maupun agama.

"Kenapa enggak mandi?" tanya Arka. "Kamu abis keringetan barusan. Enggak gerah emangnya?"

"Enggak," jawab Aludra. "Lagian terserah aku dong, mau mandi ataupun enggak pun terserah aku. Orang ini badan aku, milik aku. Kenapa kamu atur-atur? Gak ada hak ya, kamu atur aku."

"Kata siapa?" tanya Arka.

"Kata akulah," jawab Aludra.

"Mulai sekarang aku berhak atur kamu," kata Arka. "Meskipun kamu belum punya perasaan apapun sama aku, tapi status kamu itu istri aku dan kamu pasti tahu kalau tugas istri itu nurut sama suami."

"Ya tapi kan ...." Aludra menjeda ucapannya ketika dia hampir saja keceplosan bilang jika dirinya bukan istri Arka. Dalam hati dia ingin sekali mengatakan hal tersebut. Namun, sekali lagi Aludra tak bisa karena dia sudah berjanji pada Alula.

"Tapi kan apa?"

"Tapi kan aku males mandi!" ujar Aludra. "Udah deh, kalau kamu mau mandi, sana mandi. Aku mau tidur. Ngantuk."

"Tidur?" tanya Arka sambil menaikkan sebelah alisnya. "Yakin mau langsung tidur?"

"M-maksud kamu?" tanya Aludra yang lagi-lagi gugup. "I-iyalah e-emangnya mau apalagi?"

Melihat wajah ketakutan Aludra, Arka hanya mengukir senyum tipis. Dia cukup tahu apa yang sedang dipikirkan perempuan itu. Berjalan mendekat sambil melepaskan jasnya, Arka berdiri di dekat Aludra lalu sedikit mencondongkan kepalanya.

"Tenang aja, aku enggak akan lakuin apapun sama kamu malam ini," ucap Arka. "Aku enggak akan maksa yang enggak mau. Aku akan tunggu sampai kamu siap."

Menghembuskan napas lega, Aludra memandang Arka yang nyatanya juga tengah menatapnya. Untuk beberapa detik, dia terpesona dengan ketampanan suami saudaranya itu.

Alula. Bagaimana bisa dia menolak pria setampan Arka.

"Kenapa lihatin aku kaya gitu?" tanya Arka yang mulai sadar dengan tatapan Aludra.

Mengerjap, Aludra segera menyadarkan dirinya sendiri dari rasa terpesona pada Arka. "Enggak," jawabnya. "Siapa juga yang lihatin kamu. Pede banget."

"Mau lihatin juga enggak apa-apa sih, aku suami kamu sekarang," jawab Arka. Setelahnya, dia melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk membersihkan badan, karena badannya terasa lengket.

Arka masuk ke kamar mandi, Aludra membalikkan badannya lalu memandang pintu kamar mandi tersebut. "Kamu bukan milik aku," ucapnya. "Tugasku di sini cuman jaga titipan Kak Lula."

***

Hampir dua puluh menit membersihkan diri, Arka keluar dari kamar mandi tanpa memakai baju karena yang dia pakai hanya handuk putih yang melilit di pinggang—membuat perut atletisnya terekspos dengan jelas.

Berdiri sejenak di depan kamar mandi, lagi. Arka mengukir senyum tipis melihat Aludra yang suda tidur meringkuk di kasur seperti kepompong. Tak memakai selimut, Aludra pasti cukup kedinginan karena ac di kamar menyala.

"Polos banget kayanya kalau lagi tidur, padahal di makan malam waktu itu mukanya kelihatan judes banget."

Berjalan menuju kopernya di sudut kamar, Arka mengambil pakaian tidur untuk dia kenakan malam itu. Dibelikan langsung oleh Aurora—mertuanya, malam ini Arka memakai piyama yang sama dengan yang dipakai Aludra.

Menyisir rambut hitamnya yang basah, Arka berjalan menuju sisi kiri kasur untuk memindahkan Aludra ke tengah karena memang sekarang, dia tidur di bagian pinggir.

Mencondongkan badan, Arka mengulurkan tangannya untuk meraih tubuh Aludra yang meringkuk lalu mengangkatnya dengan sangat hati-hati. Namun, di detik yang sama Aludra yang merasa sedikit terganggu membuka matanya dan jelas saja dia terkejut ketika tiba-tiba berada di gendongan Arka.

"Heh ngapain?!" tanya Aludra yang langsung beringsut dari gendongan Arka dan berakhir terjatuh di kasur. "Aw!"

"Hey, are you okay?"

"Jangan mendekat!" ujar Aludra—masih dengab raut wajah panik sekaligus takutnya. "Kamu mau ngapain tadi?!"

"Aku, tadi aku cum-"

"Kamu udah janji ya enggak akan maksa," ucap Aludra yang kini duduk di kasur sambil terus mundur. "Jangan ambil kesempatan dalam kesempitan. Jangan pikir karena aku tidur, aku enggak akan ngerasa. Aku bisa tau apa yang kamu lakuin meskipun aku tidur."

"Emang aku mau ngelakuin apa?" tanya Arka. "Aku tadi cuman mau pindahin kamu tidur supaya enggak di pinggir, takut jatuh."

"Bohong!" ujar Aludra. "Masa pindahin tidur harus digendong segala."

"Ya memangnya kalau pindahin tidur harus gimana Alula? Digusur? Enggak mungkin, kan?" tanya Arka. "

"Enggak sopan banget aku gusur kamu."

"Ya tapi enggak gitu juga," ucap Aludra.

Menghembuskan napas kasar, Arka duduk di pinggir kasur sehingga posisi mereka kini ada di ujung kanan dan ujung kiri karena Aludra yang terus mundur agar menjauh dari Arka.

"Sekarang kamu tidur, besok pagi kita harus berangkat."

"Aku tidur, kamu buka-buka?" tanya Aludra. "Iya, kan? Maksud kamu itu, kan?"

"Buka-buka apa?" tanya Arka. "Kamu tidur, aku juga mau tidur. Capek."

"Bohong, kamu modus," kata Aludra tak percaya.

"Kok bohong, aku serius," ucap Arka. "Enggak percaya? Nih aku tidur nih."

Naik ke kasur, Arka membaringkan tubuhnya di sana dengan posisi miring dan tentu saja menghadap ke arah Aludra.

"Tuh, aku mau tidur."

"Tutup matanya," perintah Aludra.

"Iya," jawab Arka. Menurut, dia menutup mata. Sengaja tak menutup sepenuhnya, dia mengintip Aludra yang masih duduk. "Tidur Alula, besok harus bangun pagi."

"Jangan macam-macam," ucap Aludra memperingatkan.

"Aku mau tidur ini."

Berusaha percaya, Aludra akhirnya mau membaringkan tubuh di kasur. Sama seperti Arka, dia tidur dengan posisi miring. Tak mau Arka macam-macam, Aludra mengambil guling dan menjadikannya pembatas diantara dia dan Arka.

"Awas ya kalau guling ini sampai geser."

"Iya Lula, enggak. Aku mau tidur."

"Arka."

"Apa?"

"Jangan macam-macam!"

"Enggak Lula siapa juga yang mau mac-"

Ucapan Arka terhenti ketika suara ketukan terdengar dari arah pintu. Bukan hanya dirinya, Aludra pun ikut menoleh.

"Siapa?" tanya Aludra.

"Enggak tahu," jawab Arka. Beringsut, dia beranjak dari kasur. "Aku buka dulu."

"Iya."

Sementara Aludra menunggu di kasur, Arka berjalan menuju pintu lalu membukanya pelan dan hembusan napas kasar langsung keluar dari hidungnya ketika melihat seorang pria tersenyum tipis di depannya.

"Lagi ngapain?"

Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Hamid Ahmad
emang yakin GK jatuh cinta aludra
goodnovel comment avatar
Hamid Ahmad
kan dah mulai suka lihat arka
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
nah lo terpesona kan kamu ra dengan ketampanannya arka
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status