Home / Romansa / Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO / Bab 108. Membantu Emily

Share

Bab 108. Membantu Emily

Author: Silvania
last update Last Updated: 2025-03-30 13:40:03

"Nyo-Nyonya tadi ke rumah mengambil kalung pemberian ibunya yang ditinggalkan nyonya di dalam lemari pakaiannya dan sekarang Nyonya berjalan menuju bus yang ada di sana," tunjuknya ke arah depan.

Arnold segera masuk ke dalam mobil dan melajukan nya dengan kecepatan tinggi berharap bisa bertemu Emily dan membawanya kembali.

Mobil Arnold menepi tepat di belakang Bus yang baru saja Emily masuki.

"Emily!" tangannya terangkat namun kembali dijatuhkannya di atas setir. Arnold lalu memukul setir kemudinya karena kesal. Hanya terlambat beberapa detik dan dia harus kehilangan kesempatan ini.

Bus melaju dengan pelan, Arnold akhirnya memutuskan untuk mengikuti bus yang membawa Emily untuk memastikan bahwa istrinya sampai ke rumah dalam keadaan selamat.

Perhentian pertama, Arnold ikut menepikan mobilnya. Tidak disangka ternyata Emily turun dan berjalan menuju Mall. Arnold kembali melajukan mobilnya dan memarkirkannya di parkiran Mall dengan tetap mengikuti arah langkah Emily.

Saat keluar d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 219. Sekretaris Baru Meresahkan

    Emily menyipitkan matanya, menatap sang suami yang mendongakkan kepala, menunggu jawabannya. "Aku tanya kamu karena kamulah yang akan tersiksa menahan rindu saat aku tidak ada di rumah!" ucapnya dengan penuh percaya diri, padahal jelas-jelas dia yang selalu resah ketika tidak ada kabar dari istrinya. "Apa tidak sebaliknya? Kau yang tidak bisa jauh dariku, hm?" Arnold bangkit dari posisi tidurnya dan langsung menarik tengkuk Emily, lalu menciumnya dengan lembut. "Karena aku mencintaimu, juga calon buah hati kita," gumamnya lirih setelah melepaskan bibirnya. "Jadi, apa kau mengizinkanku untuk kembali memegang Maurer?" "Aku bingung. Aku ingin kau selalu bersamaku, tapi aku juga tahu bahwa kau bukan sepenuhnya milikku. Kau milik orang tuamu, Arnold. Jadi sudah selayaknya kau membantu mereka, terlebih kondisi Papa seperti sekarang ini." "Jadi aku harus menerimanya, walaupun waktuku akan semakin sedikit untukmu?" tanyanya sambil menarik tubuh Emily dan memeluknya erat. Emily hanya di

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 218. Maurer Untuk Arnold

    Mandy dan Yolanda terlihat salah tingkah. Yolanda bahkan tampak sangat pucat. "Tante, kenapa tidak dijawab?" Sorot mata tajam Arnold membuat keduanya kesulitan bernapas. "Yolanda, jawab!" seru Arnold semakin menuntut. "Itu—" "Memangnya kenapa kalau kami pulang lebih dulu? Kalian kan sudah ada di sini!" potong Mandy, mencoba membela diri. Perkataan itu justru membuat Arnold semakin geram. "Kalian—" "Sayang, sudahlah. Jangan berdebat di depan Papa," ujar Emily sambil merengkuh tubuh Arnold dari belakang. Suaminya memang mudah tersulut emosi jika sudah menyangkut orang-orang yang dicintainya. Arnold mengusap wajahnya kasar, lalu berbalik dan memeluk Emily. "Apa kau mau kembali ke rumah? Aku akan meminta Robert mengantarkanmu pulang. Kau pasti lelah." Ia mengecup kening Emily dan mendekapnya erat. Di saat-saat seperti ini, Arnold sangat membutuhkan Emily, namun ia juga mengerti kondisi istrinya. "Aku di sini saja menemuimu. Biarkan Mama yang pulang," ujar Emily s

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 217. Hari Bahagia

    "Lepaskan!" Wanita itu berteriak, membuat orang-orang di sekitar mereka menatap heran. Arnold seketika melepaskan cengkeramannya. Tanpa perlu melihat wajahnya, ia tahu bahwa wanita ini bukanlah Sarah. "Apa yang Tuan lakukan? Kenapa menarik tangan saya?" cecarnya, melontarkan berbagai pertanyaan. "Maafkan aku, aku salah orang," ucap Arnold sembari membungkuk, lalu segera berlalu kembali ke kedai kopi dengan ribuan pertanyaan memenuhi kepalanya. "Kenapa wajahnya berbeda sekali? Tapi aku yakin Sarah ada di sini," gumamnya sambil menoleh ke kanan dan kiri. Arnold tidak bisa mengabaikan pikiran tentang Sarah, terlebih saat ini Emily sedang mengandung. "Kenapa lama sekali, Sayang?" tanya Emily ketika Arnold duduk kembali di kursinya. Minuman dan camilan mereka sudah tersaji di atas meja sejak beberapa waktu lalu. "Antre. Banyak orang, Sayang," jawabnya berbohong. Emily mengangguk pelan, lalu menyesap jus jeruk yang Arnold pesan untuknya. Mereka bertiga berbincang ringan, namun Arno

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 216. Katakan Siapa Dirimu!

    Sean tampak berpikir. Ia mencoba mengingat-ingat lagi, namun sulit karena dirinya tidak melayani secara langsung. Sean baru saja datang kala itu, jadi ia hanya melihat sekilas. "Mungkin yang kau bilang benar. Aku salah lihat, Arnold." Mendengar jawaban Sean, Arnold bisa bernapas lega. Setidaknya hingga resepsi selesai, Arnold ingin semuanya berjalan lancar tanpa hambatan berarti. Cukup sudah beberapa hari ini ia memikirkan banyak hal yang tidak penting. Saat mereka berdua berbincang, Emily keluar dari kamar ganti dengan senyum lebar. Ia benar-benar puas dengan gaun resepsi karya Sean. "Sean, kami pamit. Terima kasih untuk gaun luar biasanya!" ujar Arnold sambil merangkul Emily. Keduanya tampak bahagia karena persiapan pesta sudah hampir rampung. Sean mengangguk. "Sampai ketemu di pesta. Aku sungguh tidak sabar melihat kalian bersanding!" Mereka bertiga saling menatap sejenak. Bukan hanya Sean, Arnold dan Emily pun tak sabar menantikan malam pesta itu tiba. --- "Bioskop, Rober

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 215. Sarah Bebas?

    "Kenapa kau bertanya lagi?" Mandy berdiri menghadap jendela kaca, tangan terlipat di dada. "Bukankah kamu yang menginginkannya? Kau menginginkan Arnold dan tidak rela dia bersama wanita lain?" Jovanka terdiam di tempatnya. Tubuhnya bergetar, tak menyangka ibunya bisa melakukan tindakan nekat seperti ini. "Ma, sebaiknya kita pergi ke psikiater!" "Ke psikiater? Kau menganggap Mama gila, hah?!" Mandy menatap tajam ke arah Jovanka yang berdiri tak jauh darinya. Sorot matanya berkilat penuh amarah. "Kemari!" titahnya sambil menggerakkan telunjuk. Yolanda perlahan mendekat. Bibirnya pucat pasi. "Ingat, selesaikan apa yang sudah kita mulai. Dan Mama peringatkan, jangan pernah menceritakan apa pun kepada siapa pun—kalau kau tidak ingin bernasib sama seperti Yura!" Yolanda menggeleng cepat. Harusnya dia lebih peka sejak dulu, ketika ibunya tega mencekik hewan peliharaan mereka sewaktu di Jerman, hanya karena membuang makanan yang diberikan. Apa karena Papa selalu memukuli

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 214. Lindungi Anak Kita

    Arnold kembali ke rumah dengan wajah lesu. Kalau hanya soal pekerjaan, dia tidak akan sepusing ini. "Sayang!" Emily yang sejak tadi menunggunya langsung menghambur ke pelukannya begitu Arnold masuk ke rumah. "Aku sudah menunggumu sejak tadi. Kau pulang terlambat tapi tidak mengabariku!" rajuk Emily sambil melepaskan pelukannya. Wajah cemberutnya bahkan masih terlihat sangat cantik di mata Arnold. "Maafkan aku. Tadi aku mampir ke rumah Mama sebentar, mengabari soal resepsi pernikahan kita." Tangannya terulur merapikan helaian rambut Emily, lalu turun mengusap lembut perut istrinya yang masih datar. Arnold benar-benar tidak sabar ingin melihat perut itu membesar. "Padahal aku juga rindu Mama. Tapi tidak apa-apa, besok aku ke rumah Mama ya, boleh?" tanyanya sambil bergelayut manja di lengan Arnold. "Boleh, apa sih yang tidak boleh untukmu?" Satu kecupan mendarat di pipi Arnold, disusul kecupan kedua di bibirnya. Baru saja keduanya hendak menuju tangga, Robert memanggil

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 213. Selidiki Semua Yang Mencurigakan

    Sepulang dari kantor, Arnold dan Robert langsung menuju Ting Resto. Arnold harus menemui karyawan yang semalam memaksa Emily meminum jus jeruk. Sepanjang perjalanan, Arnold tampak berpikir keras. Hidupnya yang semula sangat bahagia bersama Emily, tiba-tiba mulai dipenuhi masalah. Sulit rasanya menjalani kehidupan normal seperti pasangan lain. Namun, Arnold cukup sadar diri. Dulu ia memang bersikap sangat keterlaluan kepada Emily. Mungkin ini adalah teguran dari Tuhan. “Robert!” “Ya, Tuan.” “Menurutmu, aku punya musuh?” Sepanjang kariernya, Arnold nyaris tak pernah menghadapi masalah. Namun, akhir-akhir ini, beberapa kejadian mulai mengusik pikirannya. “Musuh pasti ada, Tuan. Terlebih, Tuan selalu berada di puncak dalam dunia bisnis,” jawab Robert. “Tapi itu dulu. Sekarang aku sudah bukan bagian dari Maurer. Masa jaya itu sudah lewat, dan kini aku mulai merintis dari bawah. Lalu, kenapa musuhku baru muncul sekarang?” “Saya juga tidak tahu, Tuan.” Robert tak berani ber

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   212. Hadiah Spesial Untuk Emily

    Emily mengangkat gelasnya dan bersiap meminumnya. Namun, aroma jeruk yang menyeruak masuk ke dalam rongga hidungnya membuatnya mual. “Kenapa baunya begini?” batinnya. Emily meletakkan kembali jus jeruk itu dan mengambil tisu untuk mengusap hidungnya yang berair. Penciumannya sangat sensitif. “Ada apa, Nyonya?” tanya pelayan itu cemas. Ia harus memastikan Emily meminum jus itu, agar orang yang menyuruhnya tidak mencelakai adiknya. Ya, dia dipaksa membubuhkan racun ke dalam minuman Emily agar adiknya selamat dari tangan penjahat. Entah mimpi apa semalam, Yura mendapat telepon dari orang tak dikenal. Orang itu tahu tentang reservasi Arnold Edgar dan menyuruhnya memasukkan bubuk racun yang telah dikirimkan sebelumnya. Yura tentu saja menolak. Namun, malangnya, adik laki-lakinya berada di bawah kekuasaan orang jahat itu. Orang tersebut berjanji akan membantunya menyelesaikan kasus hukumnya, asalkan Yura “bermain bersih”. “Entahlah, aku mual. Maaf, bawa saja kembali jus jeru

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 211. Jebakan

    "Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa kau masih tidak percaya padaku?" Arnold memegang kedua pundak Emily dan menatap lembut manik mata sendu istrinya. "Tidak, bukan begitu..." Keraguan kini melanda. Haruskah Emily jujur? Atau diam saja dan melupakan pesan ancaman itu? Ia tercenung sejenak. Suaminya baru saja mengalami kejadian yang tidak mengenakkan—haruskah ia menambah beban pikirannya? "He, Sayang. Kenapa melamun?" Arnold mengusap pipi Emily dengan punggung tangannya. Pipi lembut itu tampak merona alami. "Arnold, kita bicara di kamar saja," ucap Emily, kemudian menarik lengan suaminya dan membawanya meniti anak tangga. Sesampainya di kamar, Arnold langsung mengunci pintu. Tanpa banyak bicara, ia membopong Emily dan merebahkannya di tempat tidur. "Arnold, aku ingin bicara dulu!" Emily hendak bangkit, namun Arnold menahan tubuhnya. "Nanti saja. Masih banyak waktu untuk kita berbincang. Aku sudah tidak tahan..." Emily hendak memprotes, namun bibirnya lebih dulu d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status