Home / Romansa / Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO / Bab 5. Kamu Sudah Menikah

Share

Bab 5. Kamu Sudah Menikah

Author: Silvania
last update Last Updated: 2025-02-11 10:38:32

Arnold berjalan keluar kamar tanpa mempedulikan Emily yang memohon kepadanya.

Dibukanya pintu kamar, Sarah langsung menghambur ke dalam pelukannya dengan tangis yang semakin kencang.

"Ada apa, Honey? Berhenti menangis." Arnold mengusap pundak dan rambut Sarah dengan lembut.

"A-aku mimpi buruk, aku takut sekali, Honey," jawabnya terbata.

"Sudah, tidak apa-apa, ada aku di sini. Aku akan menemanimu tidur." Arnold melepaskan pelukannya, mengusap kedua pipi Sarah, lalu mengecup keningnya.

Setelah menutup pintu kamar Emily, Arnold menggandeng Sarah dan membawanya kembali ke kamarnya.

Jangan ditanya bagaimana perasaan Emily saat melihat perhatian Arnold kepada Sarah. Sakit, sakit sekali. Namun, Emily cukup tahu diri. Dia hanyalah istri kedua yang tidak diharapkan oleh Arnold.

Setelah kepergian Arnold, Emily membenamkan dirinya di bawah selimut karena takut. Guntur dan petir yang bersahut-sahutan semakin menambah suasana horor di kamarnya yang gelap.

Emily tidak bisa langsung tertidur. Dia bahkan menutup telinganya agar tidak lagi mendengar suara petir yang menggelegar.

Sementara itu, di kamar sebelah, Sarah tidur nyenyak di pelukan Arnold. Rencananya berhasil lagi untuk mendapatkan perhatian Arnold dan menjauhkan suaminya tersebut dari Emily.

Keesokan harinya, seperti biasa, Arnold pergi bekerja diantar oleh Sarah dan Emily hingga ke depan mobilnya. Namun, hanya Sarah yang mendapatkan kecupan selamat tinggal. Berbeda dengan Emily, Arnold bahkan tidak memandangnya.

Setelah Arnold pergi, Emily kembali ke kamarnya. Nyonya Ruby sudah pulang ke rumahnya pagi-pagi sekali. Dia bahkan tidak sempat sarapan.

Saat menaiki anak tangga, samar-samar Emily mendengar Sarah menyebutnya perempuan penggoda. Namun, Emily menulikan telinganya. Kadang, Emily merasa lelah berdebat dengan Sarah. Mendiamkannya saat mulut tajam itu menghinanya terasa lebih menyenangkan bagi Emily. Biasanya, Sarah akan mengamuk sendiri jika Emily mengabaikannya.

Karena tidak ada kegiatan, Emily merasa bosan dan memutuskan menghubungi sahabatnya, Sera.

"Halo, Emily. Apa kabar? Sombong sekali kau setelah menjadi Nyonya Arnold!" Sera langsung menyindir Emily yang sudah sebulan lebih tidak menghubunginya.

"Maafkan aku, Sera, aku—"

"Aku hanya bercanda!" potong Sera sambil tertawa.

"Syukurlah. Aku pikir kau marah. Oh ya, Sera, apa kau sibuk? Maukah kau menemaniku berbelanja?"

"Tentu saja, aku sangat merindukanmu. Ayo kita pergi!"

"Tapi, bisakah kau menjemputku?"

"Tentu, kirimkan alamatmu. Aku meluncur sekarang!"

"Oke, aku akan mengirimkannya. Terima kasih, Sera."

Setelah menutup teleponnya, Emily segera bersiap. Sejak menikah, Emily tidak pernah pergi keluar kecuali bersama mama mertuanya. Itu pun sangat jarang.

Setelah Sera tiba, Emily turun dengan tergesa. Namun, di tangga, dia berpapasan dengan Sarah.

"Kau mau ke mana?" tanya Sarah dengan nada ingin tahu.

"Aku ingin membelanjakan uang suamiku. Kenapa?" jawab Emily berani.

Sarah menggeram kesal. Dia sangat tidak rela melihat Emily menikmati uang hasil kerja keras Arnold.

"Jangan terlalu boros! Arnold bekerja keras siang dan malam untuk mencari uang, dan kau malah seenaknya berbelanja!"

Emily berlalu begitu saja tanpa memedulikan Sarah. Setahu Emily, Sarah hampir setiap hari berbelanja, sedangkan dirinya belum pernah sekalipun.

Dicueki oleh Emily membuat Sarah semakin meradang. Dia memutar otaknya untuk mencari cara mengerjai Emily dan langsung mendapat ide.

Setelah Emily pergi, Sarah mengikuti mobil yang membawa madunya itu. Selain tidak ingin kalah karena Emily akan berbelanja, dia juga berharap bisa mempermalukan Emily.

Sesampainya di pusat perbelanjaan, Emily dan Sera berkeliling hampir ke semua toko yang mereka lewati, hanya sekadar melihat-lihat. Sebenarnya, tujuan Emily adalah membeli pakaian tidur yang nyaman. Apalagi, Emily sedang hamil. Gaun tidur transparan yang selama ini dikenakan sering membuatnya masuk angin.

Saat keluar dari toko baju tidur, Emily dan Sera berpapasan dengan James, teman mereka semasa kuliah sekaligus laki-laki yang sudah lama mengagumi Emily.

"Emily, Sera!" James terlihat sangat senang. Setelah lulus kuliah, dia sibuk membangun usaha ayahnya agar sukses dan bisa melamar Emily.

"James, apa kabar?" Emily mengulurkan tangan. James menyambutnya ragu saat melihat cincin di jari manis Emily.

"Kau sudah menikah?" tanyanya ragu.

"Hmm, iya. Aku sudah menikah sebulan yang lalu."

Harapan James pupus seketika.

"Selamat, Emily. Aku turut berbahagia!" James memasang wajah ceria untuk menutupi kesedihannya. Salahnya yang tidak pernah menyatakan perasaannya kepada Emily.

"James, kau terlambat. Padahal, Emily menunggumu," canda Sera, membuat Emily mencubit lengannya.

James tertawa kering, membuat Emily merasa tidak enak.

"Apa kalian mau makan siang bersama?" tawar James.

"Tentu saja mau!" sahut Sera bersemangat. Lama tidak bertemu, banyak yang ingin diceritakannya.

Ketiganya berjalan menuju restoran tidak jauh dari toko tadi.

Sementara itu, dari sudut lain, Sarah yang terus mengawasi Emily tersenyum licik. Dia segera menghubungi Arnold untuk mengadukan Emily.

"Ayo angkat!" Sarah tidak sabar menunggu Arnold mengangkat teleponnya.

"Ya, Honey!" suara bariton Arnold terdengar.

"Honey, kau harus tahu kelakuan istri keduamu!"

"Apa maksudmu?" tanya Arnold bingung.

"Tadi aku melihat Emily bertemu pria lain di mal. Sekarang mereka makan bersama di restoran!"

"Apa? Kau yakin itu Emily?"

"Tunggu. Aku akan mengirim fotonya!"

Sarah mengambil foto Emily dan James tanpa menyorot Sera. Setelah mengirimnya, Sarah tersenyum puas.

Arnold yang menerima foto itu langsung gelisah. Dia menelepon Sarah kembali.

"Di mana mereka sekarang?"

"Restoran cepat saji Blue Sky Mall," jawab Sarah cepat.

Arnold menutup telepon dan melaju menuju mal itu dengan wajah marah. Di sisi lain, Sarah menahan senyumnya.

"Rasakan itu, jalang!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 290. Happy Family

    Hari-hari berlalu dengan cepat. Emily menjalani kehamilan keduanya dengan kondisi fisik yang tidak semudah sebelumnya. Rasa lelah, mual di pagi hari, hingga perubahan suasana hati yang tiba-tiba sering membuatnya merasa rapuh. Namun kali ini, ia tidak merasa sendiri. Arnold jauh lebih sigap, bahkan sering kali lebih cerewet dari Nyonya Ruby dalam menjaga kesehatan istrinya.“Jangan makan pedas dulu, nanti perutmu mulas,” kata Arnold suatu sore ketika melihat Emily mencoba mengambil sambal di meja makan.Emily mendengus gemas. “Arnold, aku hanya ingin sedikit saja. Bayangkan, seharian aku muntah, ini satu-satunya yang bisa bikin nafsu makan kembali.”Arnold menghela napas panjang. “Baiklah, tapi hanya satu sendok, ya? Jangan lebih. Kalau sampai kamu sakit, aku yang panik setengah mati.”Nyonya Ruby yang duduk di seberang meja hanya tersenyum melihat keduanya. “Kalian berdua persis anak-anak. Saling ribut tapi tidak bisa dipisahkan.”Meski sering adu mulut kecil, Emily tahu betul bahwa

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 289. Cari Istri Baru

    “Bisa-bisa istrimu pingsan, Arnold!” Nyonya Ruby terkekeh sambil melirik sang cucu dan Arnold pun ikut tertawa. Setelah puas berbincang dan memastikan Cassie terlelap dengan tenang, Arnold akhirnya kembali ke kamarnya. Ia menarik napas lega ketika melihat Emily sudah tidur dengan posisi normal, tak lagi membelakanginya seperti beberapa malam sebelumnya. Wajahnya terlihat jauh lebih damai. Arnold mendekat, duduk di sisi ranjang, lalu menatap wajah istrinya yang tertidur. Dengan hati-hati ia mengusap helai rambut yang jatuh di kening Emily. “Terima kasih… karena sudah memberiku kebahagiaan yang berlipat,” bisiknya lirih. “Mungkin ini berat untukmu, tapi aku janji akan menemanimu melewati masa-masa sulit ini.” Dikecupnya kening Emily penuh kelembutan, lalu rasa lelah akhirnya menyeret Arnold ikut terlelap di sisinya. *** Keesokan paginya, Emily bangun lebih awal. Ada rasa rindu yang menuntunnya melangkah menuju kamar Nyonya Ruby, ingin segera menengok putri kecilnya. Ia mengetuk

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 288. Belum Bisa Menerima

    Emily lebih banyak diam setelah tahu dirinya kembali hamil. Pikirannya bercampur aduk, tubuhnya pun terasa lebih cepat lelah dari biasanya. Yang membuat hatinya makin sedih, Cassie menolak minum ASI langsung darinya. Setiap kali didekatkan, Cassie hanya merengek, lalu menepis lembut seolah enggan.Demi kebaikan Cassie dan juga Emily, Nyonya Ruby akhirnya memberikan saran."Lebih baik Cassie diberi susu formula saja, Em. Dengan begitu lebih mudah juga untuk babysitter nanti membantu merawat Cassie. Apalagi trimester pertama kehamilanmu pasti berat."Nada suara Nyonya Ruby lembut, penuh pertimbangan.Emily hanya mengangguk lemah. Ia tahu mertuanya benar, meski tetap saja ada perasaan bersalah dalam hatinya karena tak bisa lagi memberi ASI langsung."Ma, Emily mau istirahat dulu," ucap Emily lirih setelah selesai makan malam. Tubuhnya sudah benar-benar lelah."Istirahatlah, Nak. Cassie biar Mama yang jaga malam ini," jawab Nyonya Ruby dengan penuh kasih.Malam itu, Nyonya Ruby memutuskan

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 287. Emily Akhirnya Tahu

    "itu, ini maksudnya buat Cassie. Kan Cassie masih makan darimu, masih minum ASI-mu, jadi secara tidak langsung vitamin itu juga masuk ke dalam tubuh Cassie."Nada suara Nyonya Ruby lembut, penuh perhatian seperti biasa.Emily menganggukkan kepalanya pelan. Ia tahu betul, wanita paruh baya itu memang selalu begitu. Sejak dulu, sejak kehamilan pertamanya yang berakhir dengan kehilangan, Nyonya Ruby tidak pernah berhenti memperhatikannya. Hampir setiap bulan membawakan vitamin, suplemen, bahkan makanan bergizi, seolah ingin memastikan menantunya tidak kekurangan apa pun."lihat, cucuku kehausan. Beri ASI dulu," ucap Nyonya Ruby sambil menyodorkan Cassie kecil yang merengek.Emily segera menyambut bayinya. Dengan hati-hati ia menyusui Cassie. Tangisan mungil itu perlahan mereda, berganti dengan suara isapan kecil yang tenang. Emily tersenyum samar, perasaan lelahnya sedikit terobati setiap kali melihat wajah polos putrinya.Setelah Cassie tertidur dengan kenyang, Nyonya Ruby kembali menga

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 286. Bayi?

    Arnold keluar dari kamar dengan langkah terburu, perasaannya campur aduk, di sisi lain ia takut, tapi sisi lainnya Arnold juga bahagia. Ia segera mengambil ponsel dari meja ruang tamu, menekan nomor ibunya, lalu menempelkan ponsel ke telinga.“Mama, Emily… dia hamil lagi,” ucap Arnold pelan, nadanya terdengar hati-hati. Selain ingin memberi kabar, ia juga bermaksud bertanya bagaimana cara merawat istri yang sedang hamil dalam kondisi masih menyusui.Namun, belum sempat ia melanjutkan kalimatnya, panggilan tiba-tiba terputus begitu saja. Arnold menatap layar ponsel dengan dahi berkerut.“Mama ini suka seenaknya,” desahnya pelan, menghela napas panjang.Ia pun kembali melangkah ke kamarnya. Saat masuk, pandangannya menyapu sofa kosong—Emily tidak ada di sana. Hatinya langsung berdesir cemas. Arnold bergegas menuju kamar mandi, mengetuk pintu dengan sedikit panik.Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Emily keluar dengan wajah pucat pasi, matanya sayu seakan menahan rasa lelah luar biasa.

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 285. Merahasiakannya

    Emily mengangguk pelan, bibirnya mengulas senyum tipis. "Ayo kita makan sekarang," ajaknya lembut sambil menggenggam tangan Arnold dan menariknya keluar dari kamar. Mereka berjalan beriringan menuju ruang makan yang tampak hangat oleh cahaya lampu gantung berwarna kekuningan. Sesampainya di meja makan, Emily hendak menarik kursi untuk dirinya sendiri, namun Arnold segera bergegas mendahuluinya. Ia dengan cekatan menarik kursi itu dan menuntun Emily untuk duduk. Tidak hanya itu, ia juga mengambilkan sendok dan garpu, lalu menyendokkan makanan ke piring istrinya. Gerakan sederhana itu membuat Emily terdiam sejenak, matanya berkedip tak percaya. "Aku masih bisa mengambil sendiri, sayang," ujarnya dengan nada tersipu, pipinya bersemu merah karena sikap manis Arnold yang jarang ia lihat sebelumnya. Arnold tersenyum hangat, menatapnya penuh perhatian. "Tidak apa-apa. Sesekali aku melayanimu. Lagi pula kau baru keluar dari rumah sakit," katanya tulus. Ia lalu duduk di kursinya sete

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status