Home / Romansa / Sebatas Teman Tidur / Part 2. Empat Bulan Yang Lalu

Share

Part 2. Empat Bulan Yang Lalu

last update Huling Na-update: 2024-12-31 18:46:12

Di dalam taksi Lea terus berpikir sambil menatap jalanan di luar jendela. Hubungannya dengan Adrian baru berjalan empat bulan. Namun, tetap berjalan di tempat tak ada kemajuan.

“Ah, memangnya aku berharap apa?” gumamnya merutuki pikirannya yang kelewat batas. Mengenyahkan dan kembali meyakinkan dirinya bahwa semua memang harus berjalan dengan semestinya. Kembali membuang arah ke jendela dengan pikiran mengembara pada kejadian empat bulan yang lalu.

Lea berjalan tergesa-gesa menyusuri koridor rumah sakit swasta. Ia baru pulang kerja pada dinihari. Ia baru bekerja di perusahaan Briliantoro Corp sejak tiga bulan yang lalu, selain itu ia juga mengambil pekerjaan part time di salah satu cafe. Semua ia lakukan demi mendapatkan pundi-pundi rupiah untuk mengobati Ayahnya yang saat ini tengah struk juga mengidap penyakit gejala jantung lemah. Ia juga harus membiayai adiknya — Leo yang saat ini masih menduduki kelas 3 SMA. Namun, saat baru tiba di rumah ia kejutkan dengan panggilan dari pihak kepolisian yang mengatakan adiknya mengalami kecelakaan yang diduga mendapatkan luka yang cukup parah.

Kedatangannya sudah ditunggu oleh pihak kepolisian. Mereka menerangkan dugaan penyebab kecelakaan, karena adiknya tengah mabuk. Lebih mengejutkannya lagi Leo membawa mobil miliknya temannya, yang harganya teramat mahal, ia bisa tahu saat polisi memperlihatkan foto mobil yang kini telah rusak parah akibat ulah Leo. Kini bukan hanya merasa cemas akan kondisi adiknya, melainkan bagaimana jika orang yang memiliki mobil itu meminta ganti rugi padanya.

“Ya Tuhan, Leo. Kamu bukan hanya membuat kakak kecewa karena berani meneguk minuman haram itu. Tetapi, kamu juga seakan membuat dunia kakak benar-benar hancur. Kakak hanya meminta kamu sekolah dengan yang benar. Kenapa kamu lakukan hal ini sama kakak, Leo. Ya Tuhan ... Aku harus bagaimana. Bagaimana aku bisa mendapatkan uang,” gumamnya suram. Pikirannya langsung kalut dalam seketika.

Dalam kekalutannya tiba-tiba ada dua orang menghampiri dirinya. Ketakutannya menjadi nyata dalam seketika, orang yang di hadapannya adalah teman Leo yang memiliki mobil mewah tersebut. Kedatangannya bukan berniat menjenguk, dan mengetahui kondisi Leo, tetapi menuntut ganti rugi mobilnya. Lea benar-benar merasa bingung dalam seketika. Saat itu juga pintu UGD terbuka seorang dokter tampak keluar dari sana menjelaskan kondisi Leo.

“Lukanya cukup parah. Ada benturan di kepalanya, ini harus dilakukan tindakan operasi. Jika dibiarkan akan terjadi komplikasi, dan itu bisa menyebabkan kematian.”

Kematian? Hal yang tak pernah Lea pikirkan. Dalam dunia ini, ia hanya memiliki Leo dan juga ayahnya. Ia tidak boleh kehilangan adiknya, meski beberapa kali adiknya kerap menyusahkan dirinya. Namun, ia teramat menyayanginya, ia yakin seiring berjalannya waktu ia akan berubah.

“Lakukan apapun untuk menyelamatkannya dokter.” Perkataan itu meluncur begitu saja dari bibir Lea. Namun, jawaban dokter mengejutkan dirinya.

“Uruslah administrasinya lebih dulu, Nona. Setelah tanda tangan kamu akan segera melakukan tindakan.”

Lea benar-benar marah mendengarnya. Apakah begini sikap seorang dokter? Apakah begini fungsinya rumah sakit? Kenapa dimana-mana semua memandang uang. Namun, sekeras apapun ia memberontak marah. Tidak akan ada yang peduli padanya. Dokter mengatakan itu di luar wewenangnya. Ya Tuhan Lea rasanya kepalanya ingin meledak saat itu juga. Belum lagi memikirkan biaya ganti rugi pada mobil milik teman Leo itu.

Dengan lunglai, pikiran suram. Ia berlalu menuju ruang administrasi menanyakan biaya yang harus ia tanggung. Lea benar-benar syok mendengarnya. Bahkan seandainya rumah sederhana miliknya ia jual itu tidak akan cukup membuatnya lunas.

Dengan berbekal nekat dan keyakinan yang kuat, ia mulai menghubungi teman-temannya meminjam uang. Namun, semua itu sia-sia. Tidak ada yang bisa menolongnya. Hanya Lily teman satu kompleks rumahnya yang mau meringankan sedikit bebannya. Namun, ia sendiri tidak mungkin mampu meminjam pada Lily, karena ia jelas tahu kondisi ekonomi sahabatnya itu yang juga begitu sulit.

“Aku turut berdukacita atas musibah yang menimpa adikmu, Lea. Maafkan aku tidak bisa membantu apapun selain doa.” Lily mengusap pundak Lea, kemudian mengulurkan sebuah amplop berwarna putih. “Maaf, aku hanya bisa membantumu segini.”

“Tidak, Ly. Aku tahu kamu bahkan lebih membutuhkan.”

“Tolong ambilah. Jangan buat aku merasa menjadi sahabatmu yang tidak berguna,” desak Lily.

Lea berjalan menyusuri jalanan dengan langkah letih dan lesu, dalam gelapnya malam. Ia meraup kesedihannya. Bersandar pada pilar lampu jalanan, ia menangis tergugu.

Tak ada pilihan pada akhirnya ia ingin mencoba meminjam perusahaan. Pagi hari ia berangkat bekerja seperti biasanya, meski wajahnya terlihat lesu karena beban masalahnya. Sebelum memulai aktivitas Lea berlalu menuju pantry untuk membuat minuman, kepalanya terasa pusing ia membutuhkan minuman hangat.

Saat ia tengah menunggu air mendidih dari dalam panci. Bu Hani — manager keuangan melangkah masuk mendekati dirinya.

“Sedang apa, Lea?” Bu Hani bertanya seraya mengambil gelas untuk meracik minuman.

“Buat teh, Bu.” Lea menoleh dan melihat aktivitas Bu Hani. “Ibu mau buat juga?”

“Iya, Lea. Tapi aku mau kopi, semalam kurang tidur. Jadi merasa ngantuk, kayaknya butuh kopi.”

“Biar nanti aku sekalian buatkan.”

“Tidak merepotkan?”

“Tidak sama sekali.”

Usai mengucapkan terima kasih, Bu Hani hendak berlalu. Namun, Lea tiba-tiba teringat sesuatu, dan mencegahnya pergi.

“Ada apa, Lea?”

Lea mengigit bibir bawahnya. Tampak menimang-nimang keputusannya. “Saya ingin berbicara sebentar, Bu.”

“Bicara apa, Lea?”

“Kalau saya mengajukan pinjaman ke perusahaan kira-kira boleh gak ya, Bu?” tanyanya serius sambil menuangkan air panas ke dalam dua gelas setelah mematikan kompornya.

“Berapa banyak, Lea?”

“Tiga ratus juta,” sahutnya yang membuat Bu Hani terkejut, menatap ke arah Lea seolah tak percaya.

“Banyak sekali, Lea.”

Lea mengangguk dengan kedua mata berkaca-kaca. “Iya, Bu. Aku sungguh membutuhkannya. Adikku kecelakaan, kondisinya parah harus segera di operasi. Sementara aku juga harus mengganti kerugian mobil yang ia rasakan. Tolong, Bu... Bantu aku. Aku janji akan mencicilnya. Bila perlu aku akan mengabdi pada perusahaan ini seumur hidupku.”

Terlihat Bu Hani tertunduk dengan wajah sendu. “Itu sangat banyak, Lea. Dan aku tidak yakin perusahaan akan memberikannya.”

Lea menunduk meremas blouse bagian bawahnya, dengan pikiran berkecamuk. Mereka tidak sadar jika aktivitas dan obrolan keduanya tengah di awasi oleh sang atasan, yang berdiri di samping pintu, ujung lorong yang menuju ruang direksi.

Bu Hani menghela napas berat, memandang ke arah Lea dengan berat. “Aku minta maaf, kali ini tidak bisa membantu.”

Lea tersenyum seakan semua baik-baik saja. “Tidak apa-apa, Bu. Saya mengerti.”

“Ya sudah aku permisi dulu. Ini ada sedikit uang dariku. Mungkin tidak bisa membantu, hanya untuk membeli segelas kopi saat menemani adikmu di rumah sakit. Maafkan aku, Lea.” Bu Hani memaksa tangan Lea untuk menerima beberapa lembar uang darinya.

Lea memandang ke arah lembaran uang di tangannya dengan tersenyum getir. Kemudian berbalik ke arah wastafel. Dan di sana ia mula menumpahkan tangisnya dengan pikiran frustasi. “Maafkan kakak, Leo.”

Tanpa ia sadari aktivitasnya masih di pantau oleh sang direktur — Adrian Briliantoro, tampak pria itu menyunggingkan senyumnya sebelum kemudian berbalik pergi. Dan kebetulan saat ia masuk ke dalam ruangannya di sana sudah ada Ben yang tengah menunggu dirinya untuk memberikan berkas.

“Cari tahu soal karyawan yang bernama, Lea bagian divisi pemasaran. Aku mendengar ia ingin meminjam uang cukup banyak. Aku ingin laporannya dengan segera.”

“Baik.” Ben keluar dari ruangan Adrian dengan kebingungannya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Sebatas Teman Tidur    85. Tamat

    Melihat keberadaan Adrian di sana. Darwin langsung memutar tubuhnya dan meninggalkan ruangan rawat istrinya tanpa suara. Hal itu membuat Adrian tersenyum masam. Semua tidak luput dari perhatian penghuni ruangan tersebut. Dulu mereka sedekat jantung dan hati. Tapi, sekarang terasa jauh untuk digapai. Lea pun paham mengingat beberapa bulan ia sempat menjadi perusahaan keluarga mereka. Ada rasa sedih yang tiba-tiba mendera, mengingat kehadirannya justru menjadi pemicu keretakan hubungan darah seorang anak pada ayah kandungnya. “Mama, kenapa kakek tidak jadi masuk?” Pertanyaan Naka memecah kesunyian yang sempat tercipta.“Emm.... Mungkin ada yang ketinggalan sayang.” Perempuan yang kini menggunakan dress berwarna biru langit itu berkilah, sambil mengusap rambut putranya yang masih menatapnya dengan bingung.Sementara itu, Darwin yang keluar dari ruangan istrinya langsung berlalu menuju taman rumah sakit. Terdiam, sibuk dengan pemikirannya yang entah apa di dalamnya. “Kakek..." suara an

  • Sebatas Teman Tidur    84

    “Ada apa, Ian?" Lea melepaskan pelukannya menyadari perubahan wajah suaminya yang tidak cukup baik. “Tidak apa-apa.” Adrian berkilau menyimpan kembali ponselnya lalu duduk di kursi.“Gak mungkin gak ada apa-apa, wajah kamu saja terlihat murung seperti itu.” Adrian menghela napas berat, mendongak menatap istrinya. Tapi, belum sempat ia bersuara, Lea sudah kembali bersuara sambil menyodorkan secangkir kopi. “Ini di minum dulu kopinya?”Adrian mengangkat sebelah alisnya menatap secangkir kopi yang terlihat asapnya masih mengepul itu. “Bukannya itu buat kamu sendiri?”“Enggak.” Lea menggeleng lalu duduk di kursi sebelah suaminya. “Aku sengaja buatin untuk kamu loh.”“Makasih.” Adrian menyesap pelan kopi buatan istrinya tersebut. “Kok bisa pas gini sih?” lanjutnya.“Iya pas lah. Kan sudah sesuai takarannya.”“Ck! Bukan begitu maksudnya. Tapi, kebetulan sekali aku baru sampai rumah kok kamu sudah buatin kopi.”“Oh itu...” Lea meringis salah tingkah. “Aku dapat telpon dari Kak Maya kalau ka

  • Sebatas Teman Tidur    83

    Lea menatap wajah polos putranya yang sudah terlelap. Semakin beranjak besar, wajah Naka benar-benar persis seperti Adrian. Ah Adrian... Mengingat suaminya, wajahnya langsung berubah murung. Sejak perdebatannya tadi pagi hingga malam ini Adrian sama sekali tidak memberinya kabar. Hal itu membuat ia benar-benar sedih. Beranjak duduk, ia mengambil ponselnya di atas nakas. Ia gulir layarnya, berharap menemukan suatu pesan ataupun panggilan dari sang suami. Tapi, sama sekali tidak ia temukan apapun di sana. Menghela napas panjang, ia pun akhirnya keluar dari kamar, menuju ruang tamu. Dan saat itu kebetulan ada Leo yang baru pulang bekerja. “Kemana, Kak. Sudah malam bukannya istirahat?” tanya Leo karena memang waktu sudah menunjukkan pukul saat dinihari.“Cuma mau ke ruang tamu kok.” “Ngapain?”“Nunggu kakak ipar kamu.”Kening Leo tampak mengerut heran. “Lho, Kak Adrian belum pulang?”“Iya. Mungkin lembur,” kilah Lea berusaha berpikir positif. Ia tidak ingin adiknya pun menaruh curiga

  • Sebatas Teman Tidur    82

    Lea merasa heran karena sejak tadi suaminya tidak kunjung kembali ke meja makan.“Siapa sih tamunya, Kak?” tanya Leo.“Kakak juga gak tahu,” jawab Lea mengedikkan bahunya dengan perasaan bingung. Matanya menatap ke arah pintu seolah menantikan kembalinya sang suami. “Iya. Papa lama ih. Padahal Papa kan belum makan.” Naka yang tengah menikmati sarapannya pun ikut menimpali, membuat Lea pun terdiam sejenak dan berpikir.“Ya sudah. Biar Mama susul Papa dulu ya.” Meninggalkan keduanya, Lea pun beranjak menyusul suaminya. Langkahnya terhenti begitu menginjakkan kakinya di ruang tamu, ia mendengar suara suaminya yang terdengar begitu lantang. Memberanikan diri mendekat, ia singkap gorden rumahnya, matanya melotot melihat papa mertuanyalah yang menjadi tamu. “Oke. Papa tahu apa yang kau inginkan. Kau ingin Papa merestui pernikahan kamu kan?" Darwin menjeda ucapannya sejenak. “Ayo kita tukar persyaratan. Papa restui pernikahan kalian, tapi kamu harus bebaskan Delon.”Deg!Bukan hanya Adrian

  • Sebatas Teman Tidur    81

    “Ian...” Adrian menoleh dan terkejut melihat istrinya sejak tadi berada di dekat jendela, artinya Lea mendengar semua pembicaraannya. “Sayang, kenapa kamu di sini?" tanya Adrian sedikit gugup.“Justru harusnya aku yang tanya sama kamu. Ini ada apa sebenarnya?” Raut wajah Lea terlihat begitu penasaran. “Kamu bilang ....”Tok! Tok! Tok! Brak! Brak! Brak!Ketukan pintu yang terdengar begitu kencang disertai gedoran. “Adrian buka pintunya. Kakak belum selesai bicara?” Lea memandang ke arah suaminya. “Ian...”Adrian justru menggelengkan kepalanya dan berlalu melenggang masuk begitu saja. Sementara gedoran pintu semakin terdengar lebih kencang. “Adrian tolong bebaskan suamiku. Kakak mohon Adrian.” Nada bicara Shana terdengar begitu memelas, membuat Lea yang mendengarnya pun tidak tega. Tangannya bergerak hendak membuka kunci pintu, tapi tiba-tiba...“Kamu ngapain sayang?” Adrian tiba-tiba bersuara menghampirinya, membuat ia pun menoleh. “Mau buka pintu?"Lea mengangguk. “Iya, Ian. Kasih

  • Sebatas Teman Tidur    80

    Shana benar-benar frustasi dan bingung lantaran sudah beberapa pengacara yang ia sewa untuk membuat sang suami bebas. Tapi, tetap saja tidak berhasil lantaran di belakang Adrian ada pengacara Aditya yang tidak pernah terkalahkan dengan siapapun. “Lakukan semua cara untuk bisa membebaskan aku dari sini sayang,” pinta Delon saat ia menjenguk ke lapas. Sudah dua hari suaminya berada di tahanan, terlihat kacau dan tak terawat.“Apa yang harus aku lakukan, Mas? Aku sudah menyewa beberapa pengacara tapi tidak ada satupun yang berhasil.” Delon meraup mukanya, menghela napas kasar. “Lakukan segala cara, Shana. Aku tidak betah berlama-lama di sini."“Apalagi, Mas. Aku bahkan sudah bilang Papa. Bilang juga pada keluargamu tapi sama sekali tidak berhasil.” Shana menghela napas kasar. “Selain kamu telah hampir membunuh Lea. Kamu juga membunuh orang suruhanmu itu kan, Mas.”“Ishh... Sial!!”Setelah sesi jenguk suaminya selesai. Shana pun berlalu ke salah satu cafe, ia ingin membuang pikirannya y

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status