Home / Romansa / Sebatas Teman Tidur / Part 6. Aku Yang Hina

Share

Part 6. Aku Yang Hina

last update Last Updated: 2025-01-16 15:28:38

“Masuk!” perintah Adrian ketika pintu mobil telah terbuka. Ia mendorong sedikit tubuh Lea, lalu mengikutinya masuk.

Tanpa sebuah peringatan Adrian langsung mencium bibirnya dengan kasar. Lea tidak menyukai momen ini. Ia merasa Adrian seperti menganggap dirinya itu pelacur.

Hah pe lacur? Mengapa harus ditanya. Bukankah sejatinya memang begitu anggapan Adrian padanya. Perempuan seperti apa yang rela memberikan keperawanannya hanya demi sejumlah uang. Lalu ia berharap apa? Dirinya bukan sebuah berlian yang berharga.

Ingatan Lea kembali tertuju pada kejadian empat bulan yang lalu , usai operasi Leo berjalan dengan lancar namun adiknya dinyatakan koma. Sore harinya ia menepati janjinya dengan mendatangi apartemen Adrian. Di sana lelaki itu sudah menunggu dirinya dengan memberikan surat perjanjian.

“Enam bulan?” tanya Lea usai membaca surat perjanjian di tangannya, di mana di sana dinyatakan kontrak itu akan berlangsung selama enam bulan, dan saat itu Lea tidak boleh terikat hubungan dengan pria lain, dengan kata lain Lea tidak boleh memiliki kekasih.

“Ya, kamu tahu kan enam bulan setelahnya aku akan menikah dengan Belinda. Dan tentu saja aku harus mengakhiri hubungan kita.” Adrian menerangkan seraya menatap gadis yang tengah duduk di sofa itu. “Jangan berani melanggar aturan kontrak dariku, Lea. Selama kamu terikat perjanjian denganku, jangan pernah berpikir untuk menjalin hubungan dengan pria lain.”

“Kenapa?” tanya Lea sedikit keberatan. Pasalnya Adrian sendiri memiliki tunangan, kenapa dirinya tidak boleh. Bukankah hubungan ini hanya terjalin demi kepuasan Adrian.

“Aku tidak suka berbagi.” Jawaban yang singkat dan jelas, membuat Lea terkekeh pelan. Ia jelas mengerti apa yang dimaksud oleh sang atasan.

“Pak Adrian pikir saya itu tipe perempuan yang gampang menjajakan tubuh saya pada sembarang pria begitu?” tanya Lea dengan sorot mata kesal, lalu menggeleng tersenyum getir. “Jika bukan terpaksa saya juga tidak mau melakukan ini. _But its okay_ anggap saja aku tengah berkorban demi keluarga. Akan aku tepati surat perjanjian ini sesuai dengan apa yang anda minta.”

“Okey.” Tanpa rasa bersalah Adrian menyeringai senang. “Kalau tidak di kantor panggil saja namaku Adrian.”

“Baiklah Ian.” Lea mengulurkan tangannya sebagai tanda kesepakatan bersama, Adrian membalasnya. Sejenak Adrian terpaku mendengar nama yang perempuan itu sematkan dan juga melihat senyum di bibirnya, meski ia tahu senyum itu terlihat terpaksa ia menyukai momen ini. Ian — nama itu dalam sejenak terdengar spesial baginya.

“Oh ya satu lagi yang harus kamu ingat, Lea. Dan ini harus kamu taati.” Adrian menatap wajah cantik Lea dengan serius. “Urusan kita murni profesional sesuai perjanjian yang tertulis. Dilarang menggunakan hati.”

Lea tertegun sejenak, sebelum kemudian mengangkat sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman yang terasa getir bagi dirinya. “Saya mengerti karena saya cukup sadar diri siapa saya di mata anda Pak Adrian Briliantoro.”

“Balas aku Lea!” teguran Adrian membuat lamunan Lea tentang kisah lalu tersentak, seketika ia tersadar.

“Ian, ini kan di mobil.” Lea berharap Adrian sadar akan tingkahnya yang tidak pantas di tempat tersebut. Tapi, nyatanya ucapan Lea hanya dianggap angin yang lewat oleh pria itu. Tidak peduli berada di mana baginya ketika ia membutuhkan teman tidur, Lea harus ada. Itu suatu perjanjian mutlak yang tidak bisa diganggu gugat siapapun.

“Kau tenang saja tidak akan ada yang lihat, jika bukan kamu sendiri yang memberi tahu. Kaca mobilku terlihat gelap dari luar," ucap Adrian seolah mengerti apa yang dipikirkan perempuan itu.

“Tapi, Ian...”

“Diam! Dan turuti perkataanku. Anggap saja ini sebagai hukuman karena kamu berani jalan dengan pria lain,” nada bicara Adrian terdengar tegas tidak dapat dibantah sedikitpun.

Lagi, tidak ada yang mampu Lea lakukan selain terdiam pasrah. Mulutnya ingin menjerit menangis merasa perlakuan kasar Adrian, tapi siapa menyangka jika tubuhnya justru mendamba.

Rasanya Lea menyesal menuruti perintah Adrian untuk jalan jika pada ujungnya seperti ini. Harusnya ia lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit atau di rumah saja tadi.

Lima belas menit sudah Adrian berhasil menuntaskan hasratnya dengan gerak waktu yang cukup cepat. Wajahnya tampak cerah tidak peduli pada bibir Lea yang cemberut menahan kekesalan yang teramat dalam. Bagaimana mungkin tidak kesal, Adrian berhasil membuat tampilannya benar-benar kacau.

Seandainya tidak ada perjanjian itu, sudah ia cabik-cabik wajah atasannya itu yang terlihat begitu menjengkelkan.

“Ian, kamu tuh ya bisa-bisanya di tempat seperti ini ber cinta. Dan kamu bisa-bisanya membiarkan tunanganmu menunggu di sana. Dia pasti cemas akan dirimu, Ian.” Lea menyerocos mengomeli Adrian.

Menarik tubuhnya kembali merapikan pakaiannya, menoleh ke arah Lea yang masih saja cemberut. Adrian mengambil pakaian Lea yang ia lempar secara asal. “Crewet kamu ya. Biarkan saja dia menunggu. Yang penting aku senang.”

“Gila.” Lea mengumpat merubah posisinya menjadi duduk, merapikan pakaiannya.

“Aku gak gila. Cuma aku normal.”

“Normalmu kelewat batas, Ian. Bahkan di tempat seperti ini otakmu cuma isinya begituan doang.”

Adrian tak menghiraukan omelan Lea. Empat bulan bersama dengan Lea dengan hubungan yang jauh lebih in tim, membuat ia merasa terbiasa akan sikap Lea yang ternyata cerewet. Namun, baginya itu lebih baik. Akan terasa menyenangkan jika Lea lebih banyak bicara dibandingkan dengan Lea yang pendiam. Ia merasa hidupnya lebih berwarna tiap bersama perempuan itu.

“Sudah belum?” Adrian yang sudah rapi dengan pakaiannya menoleh ke arah Lea yang masih menoleh kesana-kemari mencari sesuatu. “Cari apa sih? Ayo kalau sudah keluar.”

“Pakaian dalamku mana, Ian? Kamu lempar kemana tadi?” Lea tampak gusar.

Adrian menggaruk tengkuknya yang tak gatal, mencoba mengingat dimana ia melemparkannya tadi.

“Ian!!”

“Apa sih? Bawel banget.”

“Bantuin nyari dong. Kamu gak takut kalau nanti gak ketemu, terus yang nemuin Belinda.”

“Eh jangan dong. Kamu mau lihat aku digantung sama Papa aku. Bisa-bisanya aku langsung di keluarin dari KK, dan kamu tahu artinya apa? Artinya aku jatuh miskin gak bisa nyenengin kamu lagi.” Adrian langsung bergerak mencari hingga pandangannya terhenti pada bagian bawah kursi. “Ini...”

Detik berikutnya kedua mata Lea melotot. “Ya ampun Ian, kenapa dirobek sih. Kamu tuh benar-benar ya!”

“Ah sudahlah ayo cepetan keluar. Ni Belinda udah nelpon aku terus!”

“Dasar laki-laki urusan nafsu saja nomor satu. Giliran udah begini aku ditinggal.” Ia menatap miris akan penampilan dirinya. Sejenak ia benar-benar merasa menjadi perempuan yang sangat hina. Adrian mengajak bermain di tempat yang tak seharusnya, merasa dirinya benar-benar wanita yang sudah tidak ada harganya. Namun, ia bisa apa? Saat ini memang pekerjaan dia hanyalah itu. Lea berjalan dengan lunglai masuk ke dalam mall tersebut.

Sementara Belinda ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebatas Teman Tidur    85. Tamat

    Melihat keberadaan Adrian di sana. Darwin langsung memutar tubuhnya dan meninggalkan ruangan rawat istrinya tanpa suara. Hal itu membuat Adrian tersenyum masam. Semua tidak luput dari perhatian penghuni ruangan tersebut. Dulu mereka sedekat jantung dan hati. Tapi, sekarang terasa jauh untuk digapai. Lea pun paham mengingat beberapa bulan ia sempat menjadi perusahaan keluarga mereka. Ada rasa sedih yang tiba-tiba mendera, mengingat kehadirannya justru menjadi pemicu keretakan hubungan darah seorang anak pada ayah kandungnya. “Mama, kenapa kakek tidak jadi masuk?” Pertanyaan Naka memecah kesunyian yang sempat tercipta.“Emm.... Mungkin ada yang ketinggalan sayang.” Perempuan yang kini menggunakan dress berwarna biru langit itu berkilah, sambil mengusap rambut putranya yang masih menatapnya dengan bingung.Sementara itu, Darwin yang keluar dari ruangan istrinya langsung berlalu menuju taman rumah sakit. Terdiam, sibuk dengan pemikirannya yang entah apa di dalamnya. “Kakek..." suara an

  • Sebatas Teman Tidur    84

    “Ada apa, Ian?" Lea melepaskan pelukannya menyadari perubahan wajah suaminya yang tidak cukup baik. “Tidak apa-apa.” Adrian berkilau menyimpan kembali ponselnya lalu duduk di kursi.“Gak mungkin gak ada apa-apa, wajah kamu saja terlihat murung seperti itu.” Adrian menghela napas berat, mendongak menatap istrinya. Tapi, belum sempat ia bersuara, Lea sudah kembali bersuara sambil menyodorkan secangkir kopi. “Ini di minum dulu kopinya?”Adrian mengangkat sebelah alisnya menatap secangkir kopi yang terlihat asapnya masih mengepul itu. “Bukannya itu buat kamu sendiri?”“Enggak.” Lea menggeleng lalu duduk di kursi sebelah suaminya. “Aku sengaja buatin untuk kamu loh.”“Makasih.” Adrian menyesap pelan kopi buatan istrinya tersebut. “Kok bisa pas gini sih?” lanjutnya.“Iya pas lah. Kan sudah sesuai takarannya.”“Ck! Bukan begitu maksudnya. Tapi, kebetulan sekali aku baru sampai rumah kok kamu sudah buatin kopi.”“Oh itu...” Lea meringis salah tingkah. “Aku dapat telpon dari Kak Maya kalau ka

  • Sebatas Teman Tidur    83

    Lea menatap wajah polos putranya yang sudah terlelap. Semakin beranjak besar, wajah Naka benar-benar persis seperti Adrian. Ah Adrian... Mengingat suaminya, wajahnya langsung berubah murung. Sejak perdebatannya tadi pagi hingga malam ini Adrian sama sekali tidak memberinya kabar. Hal itu membuat ia benar-benar sedih. Beranjak duduk, ia mengambil ponselnya di atas nakas. Ia gulir layarnya, berharap menemukan suatu pesan ataupun panggilan dari sang suami. Tapi, sama sekali tidak ia temukan apapun di sana. Menghela napas panjang, ia pun akhirnya keluar dari kamar, menuju ruang tamu. Dan saat itu kebetulan ada Leo yang baru pulang bekerja. “Kemana, Kak. Sudah malam bukannya istirahat?” tanya Leo karena memang waktu sudah menunjukkan pukul saat dinihari.“Cuma mau ke ruang tamu kok.” “Ngapain?”“Nunggu kakak ipar kamu.”Kening Leo tampak mengerut heran. “Lho, Kak Adrian belum pulang?”“Iya. Mungkin lembur,” kilah Lea berusaha berpikir positif. Ia tidak ingin adiknya pun menaruh curiga

  • Sebatas Teman Tidur    82

    Lea merasa heran karena sejak tadi suaminya tidak kunjung kembali ke meja makan.“Siapa sih tamunya, Kak?” tanya Leo.“Kakak juga gak tahu,” jawab Lea mengedikkan bahunya dengan perasaan bingung. Matanya menatap ke arah pintu seolah menantikan kembalinya sang suami. “Iya. Papa lama ih. Padahal Papa kan belum makan.” Naka yang tengah menikmati sarapannya pun ikut menimpali, membuat Lea pun terdiam sejenak dan berpikir.“Ya sudah. Biar Mama susul Papa dulu ya.” Meninggalkan keduanya, Lea pun beranjak menyusul suaminya. Langkahnya terhenti begitu menginjakkan kakinya di ruang tamu, ia mendengar suara suaminya yang terdengar begitu lantang. Memberanikan diri mendekat, ia singkap gorden rumahnya, matanya melotot melihat papa mertuanyalah yang menjadi tamu. “Oke. Papa tahu apa yang kau inginkan. Kau ingin Papa merestui pernikahan kamu kan?" Darwin menjeda ucapannya sejenak. “Ayo kita tukar persyaratan. Papa restui pernikahan kalian, tapi kamu harus bebaskan Delon.”Deg!Bukan hanya Adrian

  • Sebatas Teman Tidur    81

    “Ian...” Adrian menoleh dan terkejut melihat istrinya sejak tadi berada di dekat jendela, artinya Lea mendengar semua pembicaraannya. “Sayang, kenapa kamu di sini?" tanya Adrian sedikit gugup.“Justru harusnya aku yang tanya sama kamu. Ini ada apa sebenarnya?” Raut wajah Lea terlihat begitu penasaran. “Kamu bilang ....”Tok! Tok! Tok! Brak! Brak! Brak!Ketukan pintu yang terdengar begitu kencang disertai gedoran. “Adrian buka pintunya. Kakak belum selesai bicara?” Lea memandang ke arah suaminya. “Ian...”Adrian justru menggelengkan kepalanya dan berlalu melenggang masuk begitu saja. Sementara gedoran pintu semakin terdengar lebih kencang. “Adrian tolong bebaskan suamiku. Kakak mohon Adrian.” Nada bicara Shana terdengar begitu memelas, membuat Lea yang mendengarnya pun tidak tega. Tangannya bergerak hendak membuka kunci pintu, tapi tiba-tiba...“Kamu ngapain sayang?” Adrian tiba-tiba bersuara menghampirinya, membuat ia pun menoleh. “Mau buka pintu?"Lea mengangguk. “Iya, Ian. Kasih

  • Sebatas Teman Tidur    80

    Shana benar-benar frustasi dan bingung lantaran sudah beberapa pengacara yang ia sewa untuk membuat sang suami bebas. Tapi, tetap saja tidak berhasil lantaran di belakang Adrian ada pengacara Aditya yang tidak pernah terkalahkan dengan siapapun. “Lakukan semua cara untuk bisa membebaskan aku dari sini sayang,” pinta Delon saat ia menjenguk ke lapas. Sudah dua hari suaminya berada di tahanan, terlihat kacau dan tak terawat.“Apa yang harus aku lakukan, Mas? Aku sudah menyewa beberapa pengacara tapi tidak ada satupun yang berhasil.” Delon meraup mukanya, menghela napas kasar. “Lakukan segala cara, Shana. Aku tidak betah berlama-lama di sini."“Apalagi, Mas. Aku bahkan sudah bilang Papa. Bilang juga pada keluargamu tapi sama sekali tidak berhasil.” Shana menghela napas kasar. “Selain kamu telah hampir membunuh Lea. Kamu juga membunuh orang suruhanmu itu kan, Mas.”“Ishh... Sial!!”Setelah sesi jenguk suaminya selesai. Shana pun berlalu ke salah satu cafe, ia ingin membuang pikirannya y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status