Home / Rumah Tangga / Sebelum Cinta Itu Hilang / Bab 27 - Batas Kesabaran

Share

Bab 27 - Batas Kesabaran

Author: Oldbee
last update Huling Na-update: 2025-07-23 10:37:57

Hujan masih menyisakan embun tipis di jendela saat pagi menjelang. Matahari belum sepenuhnya muncul, tapi suara ayam tetangga dan derit pintu pagar sudah jadi pengingat bahwa hari baru telah datang. Nadine berdiri di dapur kecil kontrakan sambil menggenggam cangkir kopi hangat yang baru saja ia buat. Matanya masih lelah, tapi pikirannya jauh lebih penat. Malam sebelumnya terlalu panjang, terlalu sunyi, dan terlalu banyak menyisakan bekas luka di dada. Raka datang di hari ulang tahun Lio, tapi kebersamaan itu hanya sebatas kulit. Ia tahu betul, yang rusak di antara mereka sudah terlalu dalam untuk diperbaiki hanya dengan senyum dan sepotong kue.

Lio masih terlelap di kamar, boneka pemberian Adrian dipeluk erat di dadanya. Nadine menghela napas, bersyukur anak itu masih bisa tertawa, masih bisa merasa gembira meski dunia di sekitarnya sedang runtuh perlahan.

Ketukan di pintu depan membuat Nadine terkejut. Ia menoleh cepat ke arah jam dinding, baru pukul tujuh lewat sedikit. Siapa yang d
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 50 - Tekanan Yang Menghimpit

    Hujan masih turun rintik-rintik ketika Nadine turun dari bus di halte dekat rumah. Matanya lelah, napasnya panjang, dan langkahnya terasa berat. Bayangan malam sebelumnya—saat ia duduk di mobil Adrian, memeluk keheningan yang tak sanggup ia pecahkan—masih mengendap di benaknya. Kata-katanya sendiri sebelum turun dari mobil mengulang seperti gema: "Terima kasih karena nggak pergi." Kata yang sederhana, tapi bermakna dalam. Karena dunia seperti sedang berbalik melawannya, dan hanya sedikit yang memilih tetap tinggal.Pagi itu, udara kantor terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena pendingin ruangan, tapi karena tatapan yang mengikutinya sejak ia melewati pintu depan. Nadine berjalan seperti biasa, menyapa pelan pada siapa pun yang berpapasan. Tapi tak ada yang benar-benar membalas. Hanya anggukan cepat, senyum kaku, atau bahkan diam yang terlalu kentara.Bisik-bisik berhenti seketika saat ia lewat di lorong. Nadine bisa merasakan kulit tengkuknya mengencang, punggungnya seolah men

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 49 - Janji Adrian

    Langkah kaki Raka yang menjauh dari kontrakan Nadine masih terngiang samar saat Adrian menurunkan kecepatan mobilnya, menepi di sisi jalan yang sepi. Udara malam terasa dingin menelusup celah-celah jendela yang sedikit terbuka. Di sebelahnya, Nadine duduk diam dengan pandangan kosong menatap ke luar, ke jalanan gelap yang hanya diterangi cahaya redup dari lampu-lampu trotoar. Tak ada kata-kata yang diucapkan selama perjalanan dari kantor Nadine, tapi diam itu tak terasa canggung. Justru mengendap sebagai semacam pengakuan bahwa mereka berdua telah melewati batas yang dulu dijaga rapat. Sesaat sebelum turun dari mobil, Nadine sempat menoleh ke arahnya. Mata yang masih sedikit sembap menatap dalam, menyisakan lelah dan sesuatu yang lain—sejenis keikhlasan, atau mungkin rasa syukur. "Terima kasih karena nggak pergi," katanya lirih, sebelum membanting pintu pelan dan melangkah masuk ke kontrakannya. Kata-kata itu sederhana, namun menghantam dada Adrian lebih keras dari yang ia perkiraka

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 48 - Pertengkaran Yang Tak terelakkan

    Langit sore itu murung, bergelayut mendung tanpa hujan. Di kontrakan kecilnya, Nadine baru saja selesai menyapu serpihan hatinya sendiri, yang semalaman berserakan di kamar tidur. Setelah menerima email anonim berisi bukti perselingkuhan Raka dan Tania, malam itu menjadi sunyi yang paling menggigit. Tangisnya telah kering, tapi sisa-sisanya masih melekat di wajah dan napasnya. Hari ini ia hanya ingin tenang. Namun ketenangan rupanya terlalu mahal untuk dimiliki.Suara ketukan keras membuyarkan pikirannya. Pintu digedor bertubi-tubi, nyaris seperti akan jebol.Degup jantung Nadine langsung melonjak. Ia tahu siapa itu bahkan sebelum membuka pintu.Raka.Wajah laki-laki itu tampak seperti badai yang sedang menahan diri untuk tidak meledak. Tapi begitu pintu terbuka, amarahnya pun tumpah tanpa aba-aba."Kau pikir aku nggak dengar orang-orang ngomong soal kau dan Adrian?!"Nadine tak bergeming. Ia berdiri tegak, memandangi Raka yang kini tampak jauh berbeda dari sosok yang dulu dicintainya

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 47 - Malam Di Mobil

    Langit malam menurunkan udara dingin yang perlahan menempel di kulit. Parkiran gedung kantor tempat Nadine bekerja sudah hampir kosong, hanya menyisakan beberapa kendaraan yang berjajar diam dalam gelap. Lampu-lampu jalan menerangi sebagian area dengan cahaya kekuningan yang temaram.Adrian memarkir mobilnya tak jauh dari pintu masuk. Ia turun, menyandarkan tubuh sejenak pada pintu mobil, menarik napas panjang sebelum melangkah. Seperti biasa, ia datang menjemput Nadine, walaupun tahu benar bahwa kehadirannya hanya akan memicu lebih banyak gosip di antara rekan-rekan kantor Nadine. Tapi malam ini berbeda—ada sesuatu dalam dirinya yang tak sanggup membiarkan Nadine pulang sendirian.Ia melihatnya dari kejauhan, duduk di pinggir trotoar tepat di depan lobi. Bahunya berguncang pelan, wajah tertunduk, tangan memeluk lutut. Tanpa perlu mendengar suara, Adrian tahu: Nadine sedang menangis.Ia berjalan mendekat perlahan. Suara langkah sepatunya menggema di parkiran yang sepi. Saat sudah cuku

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 46 - Luka Yang Kembali Terbukan

    Udara malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Di rumah kontrakan kecil yang mulai akrab dengan kesepian, hanya bunyi detak jam dinding yang menemani. Nadine duduk di ruang kerja sempit yang selama beberapa minggu ini menjadi tempatnya menyusun kembali hidup, meski berkeping-keping. Di sudut meja, secangkir teh meluruhkan uap hangat, menenangkan tangannya yang gemetar saat membuka laptop.Hari itu terlalu panjang, terlalu penuh dengan bisik-bisik kantor, pandangan sinis, dan sorot mata Adrian yang tak lagi mudah dibaca. Tapi justru di tengah semua keramaian yang melelahkan, rasa sepi itu tetap menyelinap, mendesak masuk ke dalam dada. Ia butuh sesuatu untuk dikerjakan. Apapun yang bisa menyibukkan pikiran. Maka ia mulai membuka email, menandai dokumen, membaca tanggapan rekan kerja, mencatat revisi yang harus segera dikirim. Namun di antara ratusan email pekerjaan yang menumpuk, matanya terhenti pada satu subjek yang membuat napasnya tercekat."Untukmu yang dikhianati."Tak ada pen

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 45 - Pesan Rahasia

    Langit malam tampak kelabu, awan gelap menggantung tanpa suara di atas atap apartemen Tania. Di dalam ruangan yang temaram, hanya diterangi lampu meja dan pantulan layar ponsel, Tania duduk bersandar di sofa. Ia menatap layar yang menyala, tetapi jarinya hanya melayang di atas papan ketik. Sudah puluhan menit ia memandangi ruang kosong tempat pesan itu akan ditulis.Jantungnya berdetak tak beraturan, bukan karena ragu, tapi karena kesal yang ditahan terlalu lama. Ia sudah cukup menjadi bayangan. Sudah terlalu lama hidup dalam diam, dalam pelukan-pelukan singkat yang hanya berani hidup di balik tirai kamar atau dalam sunyi hotel.Dengan satu tarikan napas, ia mulai mengetik."Kau tak bisa terus pura-pura menjadi suami setia."Tombol kirim ditekan dengan tegas. Suara kecil dari notifikasi terkirim terdengar seperti dentuman palu ke dinding hatinya. Ia berdiri, membuka jendela, menatap langit malam yang tertutup awan. Hening, sunyi, dan menggantung seperti hidupnya yang tertahan di ujung

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status