Beranda / Rumah Tangga / Sebelum Kita Bercerai / Bab 47. Tamu yang Ribut

Share

Bab 47. Tamu yang Ribut

Penulis: Clau Sheera
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-09 12:42:35

Dewangga bersandar di kursinya sambil menatap tajam Zefan.

“Apa kamu lagi bercanda?” tanya pria itu. “Kamu percaya bahwa kejadian itu bukan ulah Maura?”

“Ya, Bos. Anda dan nyonya Maura hanyalah korban dari rencana licik seseorang,” jawab Zefan dengan wajah serius.

Dewangga tertawa terbahak-bahak. “Bagaimana bisa kamu seyakin itu? Kamu bukan aku, yang melihat langsung bagaimana gilanya Maura yang dulu. Dia wanita yang selalu haus perhatian.”

Zefan terdiam, tak bisa berkata-kata. Hingga sekarang, dia hanya bisa menduganya tanpa memiliki bukti kuat.

Andai saja tiga tahun lalu dia langsung menyadari bahwa keduanya dijebak seseorang, mungkin bukti-buktinya akan mudah ditemukan.

Namun, dia baru menyadari bahwa semua itu hanyalah jebakan dari seseorang, setelah satu tahun berlalu saat dia melihat bagaimana sorot mata Maura.

Ya. Itu adalah sorot mata putus asa. Sorot mata yang ingin menyuarakan kebenaran, namun dunia tak mau mempercayainya termasuk suaminya sendiri.

Karena itulah Zefan mulai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 48. Kalimat Retorika

    “Permisi, siapa kalian dan ada apa kalian mencari saya?”Pria yang sempat mencengkeram kerah Ricko segera menatap wanita yang menghampiri mereka, dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Oh, Maura. Kamu lupa dengan kami?” tanyanya dengan senyuman licik sambil berdiri. “Kami temanmu, teman yang selalu kamu cari-cari saat kamu butuh kehangatan lelaki.”Dua orang pria lainnya segera tertawa senang mendengar ucapan rekan mereka.“Kudengar, kamu amnesia. Kami datang untuk mengingatkanmu tentang kami,” ujar salah satunya lagi, yang bertubuh lebih pendek sambil mendekat.“Siapa tahu kamu butuh kehangatan kami lagi malam ini, kami siap melayani,” lanjutnya sambil mengulurkan tangannya untuk menyentuh dagu wanita itu.Dengan cepat, tangan pria itu dipukul baki stainless yang dibawa wanita itu.“Berengsek! Gue bukan Maura! Gue cuma pura-pura jadi kak Maura! Kalau kalian nggak tahu yang mana yang namanya Maura, jangan sok-sokan pernah

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 47. Tamu yang Ribut

    Dewangga bersandar di kursinya sambil menatap tajam Zefan.“Apa kamu lagi bercanda?” tanya pria itu. “Kamu percaya bahwa kejadian itu bukan ulah Maura?”“Ya, Bos. Anda dan nyonya Maura hanyalah korban dari rencana licik seseorang,” jawab Zefan dengan wajah serius.Dewangga tertawa terbahak-bahak. “Bagaimana bisa kamu seyakin itu? Kamu bukan aku, yang melihat langsung bagaimana gilanya Maura yang dulu. Dia wanita yang selalu haus perhatian.”Zefan terdiam, tak bisa berkata-kata. Hingga sekarang, dia hanya bisa menduganya tanpa memiliki bukti kuat.Andai saja tiga tahun lalu dia langsung menyadari bahwa keduanya dijebak seseorang, mungkin bukti-buktinya akan mudah ditemukan.Namun, dia baru menyadari bahwa semua itu hanyalah jebakan dari seseorang, setelah satu tahun berlalu saat dia melihat bagaimana sorot mata Maura.Ya. Itu adalah sorot mata putus asa. Sorot mata yang ingin menyuarakan kebenaran, namun dunia tak mau mempercayainya termasuk suaminya sendiri.Karena itulah Zefan mulai

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 46. Bukti Tentang Reno

    Siang menjelang.Selesai mengantarkan paket-paketnya, Maura segera menuju restoran dan bekerja seperti biasa.Sementara di tempat lain, saat semua karyawan masih beristirahat siang, Zefan segera menghubungi beberapa orang yang membantunya melakukan penyelidikan terhadap pemilik kartu nama yang diterimanya dari Dewangga.“Gimana? Udah ada info, belum?” tanya Zefan melalui sambungan telepon sambil memperhatikan sekelilingnya yang sepi.“Sudah, tapi belum semua.”“Kirimin aja info yang udah kalian dapat lewat email. Sisanya, krim nanti,” pinta Zefan sambil membuka laptop di meja kerjanya, sekaligus mengakhiri panggilan teleponnya.Pria itu duduk dengan sabar menunggu email yang masuk, lalu Devina datang membawa dua buah kotak.“Pak Zef, apa pak Dewangga ada di dalam?” tanya wanita itu.“Ada. Habis makan tadi langsung meriksa kerjaannya. Kenapa?” tanya Zefan.“Ada paket buat pak bos,” kata Devina sambil meletakkan dua kotak itu di meja.“Dari?”“Dari toko pakaian dan toko sepatu. Apa pak

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 45. Kartu Nama

    Maura kembali ke kamar sambil membawa air dingin serta beberapa butir es dalam satu mangkuk.Sebelum dia mengompres matanya yang sedikit membengkak, dia meraih ponselnya dan mengirimkan pesan untuk Andreas.[Maura: Aku ada keperluan mendesak pagi ini. Apa boleh kalau aku masuk kerja siang hari?]Dia tahu itu hanyalah alasan yang dibuat-buatnya. Tapi Maura tak ingin memperlihatkan matanya yang seperti itu pada banyak orang.Setelah pesan itu terkirim, dia berbaring di sofa sambil mengompres matanya menggunakan sapu tangan yang sudah lebih dulu dibasahi air es.Tak lama kemudian, terdengar bunyi denting ponselnya, yang menandakan bahwa ada pesan masuk.Maura segera mengecek pesan itu, yang ternyata adalah balasan dari Andreas.[Andreas: Boleh. Datang aja ke restoran kalau urusanmu udah selesai.][Andreas: Atau kamu mau ngambil libur lagi hari ini?][Maura: Nggak, aku masuk siang nanti, ngambil shift siang. Makasih banyak, Mas.][Andreas: Sama-sama.]Maura kembali meletakkan ponselnya se

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 44. Gaun Sekuin

    Maura dan Dewangga sama-sama bungkam di sepanjang perjalanan hingga mobil yang mereka tumpangi tiba di depan rumah.Dewangga mematikan mesin mobilnya dan bersandar diam sambil mencengkeram kemudi, sementara Maura menatap rumah yang tak seperti rumah.Tentu saja. Itu rumah Dewangga, bukan rumahnya.Dia hanyalah orang yang menumpang di sana, yang terpaksa Dewangga terima karena status pernikahan mereka.Tapi status hanyalah status. Pernikahan mereka yang akan berakhir sebentar lagi, menyadarkan Maura bahwa dia sudah tak memiliki banyak waktu untuk tinggal di sana.Maura dengan gerakan tenang, membuka sabuk pengaman dan segera turun tanpa bicara, membuat Dewangga harus menghembuskan napasnya panjang.Padahal pria itu sedang menyusun kalimat dalam benaknya untuk meminta maaf.Haruskah dia meminta maaf saat mereka sudah berada di dalam rumah?Dewangga mengikuti Maura turun sambil menenteng paper bag berisi parfum.Ditatapnya sosok tubuh yang terlihat kecil itu memasuki rumah dan melewati r

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 43. Pertengkaran

    Maura mundur beberapa langkah dan secara naluri berlindung di balik tubuh Dewangga. Tiba-tiba saja ada perasaan takut yang menyergap hatinya saat melihat sorot mata pria asing itu. “Dia beneran pacarmu, Maura?” tanya Dewangga menahan geram sambil menoleh dan menatapnya penuh penghakiman. “Aku nggak tahu, aku nggak ingat,” jawab Maura dengan pupil mata bergetar. Dewangga menarik napasnya panjang sambil mengepalkan tangannya. Amarahnya yang hampir meledak, diredamnya dalam-dalam. Dia ingat bahwa Maura masih amnesia. Jadi percuma menuntut jawaban dari wanita itu saat ini. Sisi hatinya meyakinkan bahwa Maura diam-diam telah mempermainkan pernikahan mereka selama ini dengan melakukan pengkhianatan. Namun sisi hatinya yang lain percaya bahwa Maura yang dulu selalu tergila-gila padanya hingga tak bisa menerima siapapun lagi. Dua sisi hatinya yang saling bertentangan membuatnya kian bimbang. Tapi bisa

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 42. Pacar Maura?

    Dewangga melihat-lihat beberapa pakaian yang telah Alena pilihkan.“Terima kasih, Alena. Saya akan mengambil semuanya,” ujar pria itu mengangguk puas. “Kamu bisa pilih pakaian yang kamu mau, biar saya yang bayar.”“Aku … udah milih gaun ini. Menurut kamu gimana? Bagus nggak buatku?” tanya wanita itu sambil meletakkan gaun itu di depan tubuhnya.Dewangga melihatnya sekilas dan mengangguk. “Bagus,” ujarnya yang perhatiannya segera teralihkan pada sebuah gaun sifon lembut berwarna pink muda dengan model asimetris di bagian roknya yang terselip diantara gaun lain, membuat Alena sedikit kecewa karena pria itu tak menaruh perhatian lebih padanya.“Apa ada pakaian yang mau dibeli lagi buat tante Laura?” tanya Alena sambil melihat ke arah pandang Dewangga, mencoba mencari tahu sesuatu namun dia tak yakin.“Tak ada.” Dewangga segera menggeleng dan mengalihkan pandangannya pada Alena.“Aku udah milih satu gaun yang cocok dengan selera Maura,” kata Alena sambil menumpuk pakaian miliknya dan bebe

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 41. Jangan ada Air Mata

    Di sebuah mall, Maura dan Dewangga berjalan bersisian dengan sedikit jarak di antara keduanya. Sebenarnya Mauralah yang sengaja menjaga jarak. Lebih tepatnya menjaga jarak agar hatinya tak menjadi goyah dan berdebar-debar tak karuan.“Hadiah apa yang akan kita beli buat mama?” Dewangga membuka suara.Maura menghela napasnya. “Kamu salah bertanya, Dewangga. Aku nggak tahu selera mama Laura. Kenapa kamu nggak pergi sama Alena aja?”“Dia mungkin udah nunggu—”“Dewangga?” Seorang wanita cantik yang berjalan berpapasan dengan mereka menyapa tiba-tiba dan berhenti di depan Dewangga dengan wajah antusias. Di tangannya terdapat beberapa kantong belanjaan. “Apa kabar? Udah lama kita nggak ketemu.”Dewangga menghentikan langkahnya dengan raut wajah terkejut, Maura pun ikut berhenti.“Sandrina?” Pria itu menyebut namanya.Wanita bernama Sandrina itu tertawa renyah, terlihat sangat senang karena masih dikenali oleh Dewangga.Sementara Maura memperhatikan ekspresi keduanya dan membaca situasi. Se

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 40. Jemputan Sore

    Maura membeku dengan degup jantungnya yang berdebar kencang.Sudah berapa kali pria itu berdiri terlalu dekat dengannya tanpa jarak seperti itu? Jika dia melangkah mundur, pasti punggungnya bersentuhan dengan dada pria itu.Orang yang melihat mereka sekilas, mungkin akan berpikir bahwa Dewangga tengah memeluknya dari belakang.“Dewangga?” Maura mendongak. “Bukannya kamu mau berangkat kerja?”“Sebentar lagi,” jawab pria itu sambil menggulungkan lengan baju Maura yang satunya lagi. “Aku akan membilas gelas dan piringnya, kamu yang menyabuni semua.”“Tapi Dewang—”“Dewangga, kita udah telat,” protes Alena tak terima sambil mendekat, sambil menahan hatinya yang terbakar cemburu melihat interaksi mereka yang terlalu dekat dan terlihat lebih intim. “Pagi ini kita ada rapat penting.”Dewangga menoleh.“Sudah kubilang, kamu berangkat saja lebih dulu,” ujarnya sambil berdiri di sisi Maura, sambil melepas kancing lengan k

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status