Home / Rumah Tangga / Sebelum Kita Bercerai / Bab 60. Panggilan dari Dewangga

Share

Bab 60. Panggilan dari Dewangga

Author: Clau Sheera
last update Last Updated: 2025-06-03 16:19:07

Maura termenung sendirian di ruang kerja Dewangga di rumahnya sambil duduk di sofa, tempat yang dia duduki pertama kali setelah amnesia.

Pertama kali dia ke sana saat itu, atmosfernya terasa menyesakkan. Namun setelah datang beberapa kali, dia mulai merasa nyaman dalam kesepian, terlebih sekarang saat ingatannya telah pulih.

Bukankah terkadang dulu dia suka pergi ke sana diam-diam hanya untuk menenangkan diri meski Dewangga selalu memarahinya kalau ketahuan?

Dia selalu mengobati rasa kesepiannya dengan membayangkan bahwa Dewangga ada di sana bersamanya, menemaninya, meski hanya ditemani sedikit aroma parfumnya yang tertinggal.

Wanita itu melihat langit yang gelap. Mungkin akan turun hujan sebentar lagi. Jam di dinding menunjukkan waktu pukul setengah delapan malam.

Dia pun berdiri dan berjalan menuju meja kerja Dewangga yang rapi.

Dia membuka lacinya. Berkas perjanjian perpisahannya dengan Dewangga masih ada di sana.

Dia tak ingin menyentuhnya, takut tergoda untuk merobeknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 69. Malam itu ....

    “Aku mau lagi lemon drop-nya, Riaa ….” Maura tertawa-tawa kecil sambil memeluk sebuah gelas bir yang isinya hampir habis, sementara Ria dan Devina sedikit kewalahan membujuk Maura di lorong hotel untuk segera membawanya beristirahat.“Udah, Bu … udah …,” bujuk Ria untuk yang kesekian kalinya. “Ini lemon drop-nya biasanya nggak pake gelas segede gini, Bu. Gelasnya, ‘kan, biasanya kecil. Bu Maura udah ngabisin banyak.”“Tapi aku mau lagiii ….”Devina dan Ria sama-sama menghela napas.“Tahu begini, tadi kita nggak usah ngajakin bu Maura, ya, Ria,” keluh Devina sambil menuntun Maura yang sempoyongan dibantu Ria.“Iya, lah. Mana aku tahu kalau bu Maura nggak tahan alkohol,” ujar Ria sambil menopang tubuh Maura dari sisi lain. “Lagian, masa sih, pak Zefan nggak tahu kalau toleransi alkohol bu Maura rendah banget?”“Iya, ya. Pak Dewangga juga tadi nggak bilang apa-apa, tuh,” kata Devina heran.“Marah nggak, ya, pak Dewangga lihat istrinya mabuk gini?” tanya Ria cemas.“Nggak tahu, lah. Yang

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 68. Lemon Drop

    Perjalanan malam menggunakan bus cukup tenang. Meski jam masih menunjukkan waktu pukul sepuluh lebih beberapa menit, beberapa orang sudah tertidur termasuk Maura yang sejak pagi harus bekerja hingga sore. Wanita itu bersandar pada sebuah bantal leher yang diberikan Mawar untuknya, tanpa selimut dan hanya mengenakan jaket jeans sementara udara dalam bus cukup dingin. “Apa ada selimut tambahan?” tanya Dewangga dengan suara rendah pada Zefan yang duduk di deretan kursi sebelah kanan, tepat di sebelahnya. “Buat Nyonya Maura?” tebak pria itu yang duduk bersebelahan dengan Mawar yang sudah tidur. “Ya.” “Nggak ada, Bos, cuma ada itu aja.” Zefan menggeleng sambil menunjuk selimut di pangkuan Dewangga. “Anda nggak nyiapin selimut tambahan, ya?” “Kalau saya harus repot-repot nyiapin selimut tambahan, apa gunanya kamu sebagai asisten?” gerutu Dewangga. Zefan memberikan cengiran lebar. “Anda bisa berbagi selimut kalau gitu. Saya juga berbagi selimut sama Mawar,” ujarnya sambil menguap, la

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 67. Liburan

    “Menikahlah dengan Dewangga.”Satu kalimat yang dilontarkan oma Ambar itu meruntuhkan sunyi, namun membangun keraguan di hati Maura.Maura mendongak, menatap wanita baya yang masih cantik dan anggun itu, yang duduk di sofa tepat di depannya sambil tersenyum menikmati secangkir teh hangat yang terhidang.Sudah empat hari berlalu sejak saat itu. Dia pun sudah menjelaskan detail kejadian menurut ingatannya. Bahkan dia sudah melakukan visum.Tak ada aktivitas fisik yang dicurigai. Tak ada kejadian apapun. Mereka murni hanya tidur bersama walau tanpa sehelai benangpun.Meski begitu, Dewangga tetap marah padanya.“Oma, tapi ‘kan menurut keterangan dokter, aku ….”“Oma tahu.” Oma Ambar mengangguk, masih tersenyum. “Tapi Maura, kalau kejadian ini bocor ke publik, citra keluarga kita akan rusak. Dan kemungkinan buruk, bisa berdampak pada perusahaan yang tengah dikelola Dewangga sekarang. Ini semua bukan demi oma atau siapapun, tapi demi kebaikan Dewangga. Kamu mau, 'kan, nikah sama dia?”Maura

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 66. Kisah Tiga Tahun Lalu

    “Maura, lihat.” Alena datang membuka pintu kamar Maura tanpa permisi. “Ini gaun baru yang aku dan mama pilih buatmu. Cantik, ‘kan?” Dengan wajah sumringah, dia memperlihatkan sebuah gaun merah anggur yang ditaburi kilauan sekuin, saat Maura tengah menulis sesuatu di buku diary-nya sambil telungkup di atas ranjang di kamarnya. Maura menoleh dengan wajah datar menatap gaun di tangan Alena yang masih sama seperti gaun-gaun lain yang mereka berikan untuknya. Gaun dengan potongan rendah dan pendek. Gaun seksi yang menonjolkan lekuk tubuhnya. “Gaun buat apa?” tanyanya acuh tak acuh sambil menopang dagunya. “Kamu lupa? Malam ini kita harus menghadiri undangan pernikahan. Papa bilang, semua anggota keluarga harus ikut.” “Eh? Aku lupa!” seru Maura terkejut sambil bergegas duduk dan menerima gaun dari Alena. “Tapi … gaun ini terlalu seksi dibandingkan dengan gaun lainnya yang pernah kamu kasih, Alena. Aku malu kalau harus pakai ini.” “Apanya yang seksi? Gaun ini biasa aja, tahu,” ujar Ale

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 65. Tamu Saat Hujan (3)

    “Udah puas?” Maura menatap tajam Dewangga sambil melipat kedua tangannya di dada, menahan kekesalan.Tak pernah sebelumnya dia melihat sisi Dewangga yang seperti itu, impulsif seenaknya masuk ke rumah memeriksa segala sudut meski sudah dilarang.Pria itu dengan wajah acuh tak acuh hanya melirik Maura sekilas, kemudian lanjut memeriksa setiap jendela dan pintu yang tersisa.Dia tak hanya mencari keberadaan seseorang di sana, juga memastikan bahwa tempat wanita itu tinggal sangat aman.“Udah puas belum?” Maura mengulang pertanyaannya.“Udah.”“Kalau gitu kamu cepetan pulang,” kata Maura sambil mendorong punggung pria itu menuju pintu.“Tunggu, Maura. Ada yang mau aku bicarakan,” ucap Dewangga memutar tubuhnya, melepaskan diri dari dorongan Maura.“Masalah apa? Apa kamu ke sini buat nganterin surat panggilan dari pengadilan?”“Surat panggilan dari pengadilan?” Pria itu mengerutkan alisnya.“Aku nungguin surat panggilan buat sidang perceraian kita,” kata Maura lebih jelas.“Aku belum meng

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 64. Tamu saat Hujan (2)

    Dewangga duduk di tepi ranjang kosong di kamar yang pernah Maura tempati di rumahnya sendiri. Semenjak wanita itu pergi dari sana, dia sering sekali memasuki kamar itu hanya untuk duduk diam dan merenung. Terkadang, dia juga tertidur di sana ditemani aroma stroberi yang tertinggal. Aroma kesukaan Maura. Bukankah bagus karena Maura sudah pergi dari rumahnya? Bukankah ini berita menggembirakan? Mengapa dia tetap saja merasa tak senang padahal sudah lewat dua minggu? Berkali-kali dia menghibur dirinya sendiri, namun selalu gagal. Ditatapnya sebuah gaun pink yang dibelinya untuk wanita itu. Gaun itu tergantung rapi dan bersih di atas standing hanger sebelah meja rias. Mengapa wanita itu meninggalkan gaunnya? Apakah dia tak menyukainya? Beberapa kali pria itu sempat meraih ponselnya, mengetik sebuah pesan untuk Maura, berniat menanyakan kabar atau keberadaannya. Namun berkali-kali pula dia urung melakukannya. ‘Apakah kamu benar-benar rela pergi gitu aja?’ gumamnya ratusan kali saat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status