Share

Sebening Cinta Anne
Sebening Cinta Anne
Penulis: Ummu Nadin

Part 1. Bertemu dengan Calon Suami

"Ada apa, Ann. Kenapa wajahmu begitu? Apa Supnya tidak enak, Ann?" ucap Tante Sandra menyelidik dengan suara sedikit menyebalkan.

"Bu-bukan, Tante, hanya sedikit pedas," jawab Anne sambil menahan pedas. Wajah putihnya tampak memerah. Entah siapa yang menaburkan cabe bubuk diatas makanannya. Semua orang dirumah itu tahu, dia tidak bisa makan pedas. 

"Apa makanannya terlalu pedas, Ann?" tanya Kakek sambil menatap Anne kasihan.

"Pap, ayolah ini baru hidangan pembuka. Kita ini baru makan Sup. Tidak ada pedas cabe sama sekali," ucap Om Erick sambil memutar bola mata malas.

Ya benar. Acara makan malam ini memang baru saja dimulai. Konon kabarnya malam ini mereka ingin mengenalkan Anne dengan calon suami dan mertuanya. Kata Tante Sandra mereka adalah rekan bisnis keluarga Atmaja. Tapi Anne sama sekali tidak mengenal mereka.

"Momy, Anne memang sangat memalukan. Tidak tahu sopan santun. Perilakunya sangat rendahan," cicit Miska kemudian.

"Coba minum juz alpukadnya, Ann. Supaya hilang pedasnya," Tante Sandra berkata sambil tersenyum miring menyuruh pelayan menuangkan juz Alpukad pada Anne.

Anne meraih gelas juz alpukad yang disodorkan padanya oleh pelayan segera. Tapi begitu dia meminumnya, dia spontan mengeluarkannya lagi karena tidak bisa dia telan. 

Asin.

Semua mata menatapnya, Tante Sandra, Om Erick, Miska dan Raka menatap tajam Anne,  tak terkecuali juga ketiga orang itu, siapa lagi kalau bukan calon suami dan calon mertuanya yang duduk diseberang meja. Mereka semua menatap Anne dengan jijik.

"Ann, kamu sungguh keterlaluan. Apa kami tidak pernah mengajarkanmu sopan santun. Kau merusak acara makan malam ini dengan kekonyolanmu itu. Tante malu, Ann," Tante Sandra merah padam. Dia tentunya sangat marah dengan Anne.

"Anne itu tuli, mom. Percuma momy mengajarkan sopan santun padanya," cecar Miska pedas.

"Seorang gadis tuli memang tidak layak tinggal dirumah ini, mom. Memalukan." Raka pria sombong itu berkata sesuka hatinya.

"Ma-maaf, Tante. Tapi Anne tidak salah, juz alpukadnya memang asin," Anne mencoba membela diri.

"Dasar anak tidak tahu diri kamu, Ann. Hanya bisa bikin malu keluarga saja. Kamu tidak layak menyandang nama Atmaja, Ann," Om Erick menahan amarahnya.

Anne mencoba menahan air matanya, jangan sampai mengalir. Di seberang sana keluarga calon suaminya menatapnya tajam mengintimidasi. Tidak ada tatapan yang memberi keadilan dari orang yang hadir disitu. Membuatnya semakin sesak.

Anne berjalan cepat meninggalkan ruang makan itu, sambil menahan airmata. Apa salahnya hingga dipermalukan didepan orang asing. Dan lebih menyedihkan lagi orang asing itu adalah keluarga dari orang yang dijodohkan dengannya. Bukankah selama ini dia selalu diam saja saat diperlakukan buruk oleh mereka, yang katanya adalah keluarganya. 

Sejak kecelakaan beberapa tahun silam, kehidupannya berubah drastis. Kecelakaan itu tidak saja telah merenggut nyawa mama dan papanya, tapi juga telah membuatnya kehilangan pendengarannya. Dia masih bisa mendengar suara karena memakai alat bantu dengar dibelakang telinganya. Tapi cacian dan hinaan sebagai gadis tuli terus dia terima di rumah itu. Setiap hari dia selalu menjadi bulan-bulanan, entah sampai kapan akan berakhir.

"Ann, kau harus minta maaf pada Hanzel dan keluarganya," baru beberapa langkah dia berjalan, Om Erick mencekal lengannya kuat. 

Diujung sana keluarga Hanzel berdiri bersiap pergi, setelah acara makan malam itu berantakan. Mungkin mereka kecewa.

"Ma-maaf telah merusak acara makan malam ini. Semua salah saya," ucap Anne berusaha tegar.

"Kenapa wanita seperti ini mau dijodohkan dengan Hanz, Sandra," Ayah Hanzel berujar menahan kecewa.

Anne menangkap senyum penuh kemenangan tersungging dari bibir Miska dan Raka. Seolah menertawakan nasib buruknya yang terlunta-lunta. 

"Benar kata Om Federick, Mom. Hanzel lebih cocok dijodohkan dengan wanita yang berkelas, bukan dengan gadis tuli itu. Ya kan Om?" ujar Miska tersenyum manis pada Om Federick.

'Oh ... Jadi ini semua rencana Miska supaya aku tampak sangat buruk didepan keluarga Hanzel.' Anne menarik nafas panjang merasa tidak berdaya.

"Om, lain kali kita undang lagi dengan suasana yang berbeda," cicit Miska seraya mendekati Hanzel. 

"Kau berhak mendapatkan wanita yang berkelas, Hanz. Bukan wanita tuli yang tidak berguna seperti dia," ucap Miska terdengar tidak tahu malu. Mencoba merayu Hanzel.

Sementara Anne semakin menunduk dalam. Menyadari dirinya begitu tidak berdaya seperti badut yang hanya jadi bahan lelucon saja. Tanpa dia sadari sepasang mata elang Hanzel terus mengawasinya dengan tatapan entah. Mungkin tatapan miris atau muak padanya. Duh ... 

***

Pagi telah menyapa, Anne terpaksa membuka matanya ketika jam wecker di samping ranjangnya sudah menjerit memekakkan telinga beberapa menit yang lalu. Setelah kejadian buruk di acara makan malam semalam, Dia sulit memejamkan matanya. Hingga hampir pagi menjelang dia baru bisa tidur. Tertidur sejenak, melupakan kejadian buruk dalam hidupnya, dan berharap setelah pagi datang. Semua itu hanya mimpi buruk yang segera berganti.

Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Embun pagipun masih menetes dari pucuk daun bunga mawar, ketika dia dengan cekatan memotong bunga mawar aneka warna di taman. Setiap pagi Anne selalu pergi ke taman, memetik bunga-bunga untuk di taruh di kamar Kakek. 

Kaki jenjang Anne begitu lincah menaiki tangga menuju kamar Kakeknya.

"Selamat Pagi, Kakek. Semoga Pagi ini Kakek bahagia," sapa Anne sambil tersenyum semringah. Kakek Atmaja tersenyum memandang wajah cucu semata wayangnya itu. Tangan tuanya dengan lincah bicara dengan bahasa isyarat, membalas sapaan cucu cantiknya.

"Kakek sedang malas bicara ya?" tanya Anne sambil merapikan bunga-bunga yang dipetiknya tadi didalam Vas bunga di kamar Kakek.

"Tidak. Bicara denganmu pake bahasa isyarat sepertinya lebih nyaman. Tidak ada yang menguping," jawab kakek sambil terkekeh.

"Ann, semalem kakek mengkhawatirkanmu. Maaf kakek tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongmu disituasi itu," Kakek Atmaja berkata lirih.

"Anne baik-baik saja, Kek. Anne hanya kepedasan saja, tidak usah khawatir," senyumnya terbit, memamerkan sederet gigi dan lesung pipit dikedua pipinya. Senyum yang sangat indah. Anne tidak ingin pria tua didepannya itu mengkhawatirkannya, pria tua itu manggut-manggut. Kemudian dahinya mengernyit ketika netranya menangkap kegelisahan pada diri Anne.

"Kenapa? Apa ada sesuatu yang ingin kau sampaikan, Ann?" tanya kakeknya.

"Anne hanya berfikir, bagaimana jika Anne menerima tawaran teman-teman. Mereka butuh tenaga Anne, membantu mengelola yayasan tuna rungu, Kek," ucap Anne hati-hati. Dia berpikir, mungkin inilah kesempatan untuknya bisa keluar dari rumah ini.

"Apa kau bosan merawat kakek?" kakeknya menatap tajam. 

"Tidak. Bukan begitu, Kek. Anne hanya berpikir untuk mencari pengalaman. Juga ingin bisa melakukan hal hebat diluar sana," ucapnya menerawang. Rasanya begitu sesak, ketika dia mengingat kejadian tadi malam. Kalimat-kalimat pedas menyayat hati harus dia dengar dan dia telan sendiri.

"Biarkan saja dia pergi, Grandpa. Hal hebat apa yang bisa dia lakukan bersama teman-temannya yang tuli itu. Itu hanya perkumpulan orang-orang yang menyedihkan. Hahaha ...." Tiba-tiba Miska sudah berada di belakang Anne, sejak dulu memang Miska tidak pernah menyukainya.

"Miska! Jaga bicaramu!" bentak kakeknya.

"Ayolah, Grandpa. Aku hanya bicara yang sebenarnya," Miska menatap kakeknya dengan berani.

"Jadi, tunggu apa lagi, Ann. Segera kemasi barang-barangmu dan pergi. Ingat jangan mengambil barang berharga di rumah ini. Pergilah ... " usir Miska dengan memicingkan mata dan tersenyum miring.

"Miska! Jangan keterlaluan kamu!" Kakek Atmaja begitu geram melihat kelakuan Miska yang sok berkuasa di rumah itu.

Anne menatap kakeknya sekilas. Sebelum akhirnya dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar Kakeknya dengan sedih.

Dia melangkah gontai, segera dia kemasi baju-baju yang ada di lemarinya. Dia masukkannya kedalam koper besar. Setelah semua selesai dia berjalan dengan menyeret kopernya menuruni tangga. Sementara dibawah, semua orang menatapnya acuh.

"Harusnya sejak dulu kita mengusirnya dari rumah ini, mommy. Supaya kejadian memalukan tadi malam tidak perlu terjadi. Ya kan, mom?" Miska begitu bahagia melihat Anne menyeret kopernya.

"Om Federick pasti segera memberi kabar tentang pembatalan perjodohan. Aku jamin itu. Hanzel tidak mungkin menerima perjodohan dengan si Gadis tuli. Hahaha ...." Raka berkata tajam.

Kata-kata tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan itulah yang mengantar Anne sampai dia keluar dari pintu utama Mansion. Dia menyeret kopernya keluar gerbang seorang diri. Security yang biasa berjaga di pos depan gerbang tidak nampak batang hidungnya, entah sedang dimana. Anne menyeret koper besar dan menunggu ojek online yang telah dia pesan untuk membawanya pergi dari situ.

Tapi belum juga lima menit dia menunggu, sebuah mobil Mercedez Benz GLS Class hitam berhenti di depannya.

"Ann, kau sedang apa?" tanya pria pemilik mobil itu. Anne terlonjak kaget menyadari siapa pria yang ada didepannya itu. Kenapa harus pria itu yang melihatnya dalam keadaan yang menyedihkan seperti itu. Duh ... 

Siapa pria itu ya?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
princec Risya
Anne.... kita ketemu di sini
goodnovel comment avatar
Ovie Maria
sayang Anne ....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status